MUI ke Pemerintah: Kalau Relaksasi Tak Bisa Melindungi Umat dari Corona, Jangan Dilakukan


Ilustrasi - Seorang Muadzin mengumandangkan Adzan Isya di Masjid Raya Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/4/2020). ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI)
MerahPutih.com- Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menuturkan, rencana relaksasi yang diwacanakan pemerintah harusnya mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap setiap orang. Jika itu tidak membuat orang-orang terlindungi wabah COVID-19, maka jangan dilakukan.
"Kalau bisa, silakan dilakukan. Kalau tak bisa, jangan dilakukan karena berbahaya dan bertentangan dengan tujuan agama," katanya kepada merahputih.com, Rabu (13/5).
Baca Juga:
Update Kasus COVID-19 di Jakarta Rabu (13/5): 5.437 Positif, 1.277 Orang Sembuh
Para ulama, jelas Abbas, menyimpulkan bahwa tujuan dari diturunkannya syariat Islam adalah untuk menjaga lima hal, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Wabah COVID-19 ini secara langsung telah mengancam diri dan jiwa manusia itu sendiri.
"Karena wabah tersebut telah membuat banyak orang menjadi sakit dan bahkan juga sudah banyak yang meninggal," ujar pria yang juga Ketua PP Muhammadiyah ini.

Anwar menambahkan, dalam Islam, hukum menjaga diri dan orang lain agar tidak jatuh ke dalam kebinasaan adalah wajib. Karena itu, bagi MUI, jika penyebaran virus itu masih tidak terkendali, maka jangan dulu berkumpul-kumpul.
"Dan kalau sudah terkendali ya silakan berkumpul-kumpul. Tetapi meskipun sudah boleh berkumpul-kumpul, MUI tetap mengimbau umat dan masyarakat untuk tetap berhati-hati dengan memperhatikan protokol medis yang ada," ucap pria berdarah Minang ini.
Namun jika status penyebaran virus corona tidak atau belum terkendali lalu tetap ingin berkumpul-kumpul, maka boleh-boleh saja. Tetapi dengan syarat yang ketat dan setiap orang harus bisa melindungi dirinya dan orang lain secara baik.
"Kalau itu bisa dilakukan ya tidak masalah. Silakan, tetapi kalau tidak bisa, maka jangan. Karena mudaratnya jauh lebih besar dari manfaatnya," katanya.
Baca Juga:
Ia mengatakan, fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19 dapat menjadi acuan.
Ketika relaksasi PSBB diterapkan di suatu wilayah, masyarakat dapat menggunakan fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 itu.
"Apakah dalam masalah relaksasi ini MUI perlu mengeluarkan fatwa? Saya rasa tidak perlu lagi karena fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020 sudah bisa memberikan pedoman kepada umat dan masyarakat tentang bagaimana kita harus bersikap," ujar Abbas. (Knu)
Baca Juga:
Ribuan Pelanggar PSBB di Jakarta Didominasi Pengendara Motor
Bagikan
Berita Terkait
Ingatkan Ada Konsekuensi Hukum, MUI Serukan Setop Penjarahan Saat Demo

MUI Ingatkan DPR dan Pejabat Jangan Bicara Yang Bisa Menyinggung Rakyat

Soroti Dugaan Korupsi Kuota Haji, Wakil Ketua MUI Tekankan Pentingnya Analisis Komprehensif

Hampir 2 Ribu Rumah Subsidi Diberikan ke Tokoh Spiritual, Guru Ngaji, dan Dai

MUI Jatim Resmi Keluarkan Fakta Haram Sound Horeg dengan Beberapa Catatan

Haramkan Sound Horeg, MUI: Joget Sambil Buka Aurat dan Ganggu Pendengaran

[HOAKS atau FAKTA]: MUI Dukung Serangan Israel karena Iran Menganut Syiah
![[HOAKS atau FAKTA]: MUI Dukung Serangan Israel karena Iran Menganut Syiah](https://img.merahputih.com/media/48/13/82/4813823a5ee77b0d0cbf67a5d0cd80b2_182x135.jpeg)
MUI Pastikan Ayam Goreng Widuran belum Urus Sertifikasi Halal, Terancam Hukuman 5 Tahun Penjara

Pekan Depan, Kementerian Agama Pantau Hilal di 114 Titik untuk Tentukan Hari Raya Idul Adha 2025

Ketua MUI KH Cholil Nafis Kritik KPK, Desak Usut Gratifikasi Besar Bukan Hadiah Murid ke Guru
