MUI Apresiasi Langkah Jokowi soal Penundaan RKUHP


Ketua Bidang Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah. (MP/Asropih)
MerahPutih.com - Ketua Bidang Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah menilai langkah Presiden Joko Widodo menunda pengesahan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah tepat. Hal itu bisa digunakan untuk melihat dan mengevaluasi aturan-aturan yang merugikan masyarakat.
Ikhsan menyadari juga sejumlah poin yang digugat keras, di antaranya tentang pers, peternakan hewan, aborsi dan kesehatan. Selain itu, lanjut Ikhsan, penundaan ini sebagai bagian dari edukasi kepada publik.
Baca Juga:
Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Dinilai Tak Akan Kekang Kebebasan Pers
"Jadi tidak kemudian diketok baru ramai. Ini menimbulkan masalah baru. Tapi ketika diketok kondisi masyarakat sudah paham," jelas dia di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9).

Dalam masa penundaan ini, Ikhsan mengharapkan masyarakat proaktif dalam membahas pasal-pasal yang dianggap krusial. "Segala macam masukan perlu dilakukan. MUI pun akam memberikan masukan sesuai dengan kapasitas kami," ungkapnya.
Ikhsan juga tidak ingin masyarakat terjebak pada pasal-pasal yang diklaim membawa budaya kolonialisme. "Jangan juga terjebak pada istilah kolonial dan tidak kolonial. Karena ada juga banyak nilai-nilai kolonial yang bisa diadopsi karena ada nilai-nilai universal. Yg penting adalah bagaimana memelihara nilai-nilai yang lama, yang baik, kami ambil dan kami perbaiki," jelas Ikhsan.
Sementara, Anggota Dewan Pers Agung Dharmajaya mengakui masih banyak perdebatan soal UU Pers yang bakal diundangkan. "Saya hanya menegaskan dari apa yang sudah ada. Kalau kita lihat ini terlihat tumpang tindih seperti dengan UU Pers," kata Agung.
Baca Juga:
Perbedaan Sikap Jokowi saat Ambil Keputusan Dipertanyakan Pakar Hukum
Dia menilai, masih ada pasal-pasal yang justru mengkerdilkan kebebasan pers di tanah air. Terutama, terkait pasal apabila melalukan kritik dianggap telah melakukan penghinaan terhadap Presiden.
Dalam RUU KUHP Pasal 218 dijelaskan bahwa setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wapres dipidana dengan pidana paling lama tiga tahun, enam bulan, atau pidana denda paling banyak kategori IV.
"Kalau kritik kaitannya dengan pejabat publik dan jabatan yang melekat ya itu risikonya. Kecuali kalau masuk dalam ranah-ranah pribadi itu baru jadi persoalan," tutur Agung. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
MUI Tolak Keikusertaan Tim Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam di Jakarta

Insiden Ambruknya Ponpes Al Khoziny, MUI Minta Infrastruktur Bangunan Segera Dicek

MUI Dorong Sanksi Tegas Aksi Gabungan Arab-Islam dan Barat untuk Akhiri Kekejaman Israel di Gaza

Ingatkan Ada Konsekuensi Hukum, MUI Serukan Setop Penjarahan Saat Demo

MUI Ingatkan DPR dan Pejabat Jangan Bicara Yang Bisa Menyinggung Rakyat

Soroti Dugaan Korupsi Kuota Haji, Wakil Ketua MUI Tekankan Pentingnya Analisis Komprehensif

Hampir 2 Ribu Rumah Subsidi Diberikan ke Tokoh Spiritual, Guru Ngaji, dan Dai

MUI Jatim Resmi Keluarkan Fakta Haram Sound Horeg dengan Beberapa Catatan

Haramkan Sound Horeg, MUI: Joget Sambil Buka Aurat dan Ganggu Pendengaran

[HOAKS atau FAKTA]: MUI Dukung Serangan Israel karena Iran Menganut Syiah
![[HOAKS atau FAKTA]: MUI Dukung Serangan Israel karena Iran Menganut Syiah](https://img.merahputih.com/media/48/13/82/4813823a5ee77b0d0cbf67a5d0cd80b2_182x135.jpeg)