MUI Ajukan Empat Syarat Jika Pemerintah Gunakan Dana Haji untuk Infrastruktur
Ketua Umum MUI KH Mar’uf Amin bersama Gubernur BI Agus Marto (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
MerahPutih.Com - Majelis Ulama Indonesia tidak keberatan dengan rencana pemerintahan Jokowi menggunakan dana haji untuk pembangunan infrastruktur. Namun MUI meminta pemerintah untuk hati-hati dan tidak gegabah dalam menggunakan dana haji.
Dalam keterangannya di Jakarta Selasa (1/8) Majelis Ulama Indonesia mengajukan empat syarat. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am mengatakan hal itu pada diskusi "Investasi Infrastruktur dari Dana Haji" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta.
"MUI sejak jauh hari sudah melakukan kajian, pembahasan, dan penetapan fatwa, terkait pemanfaatan dana haji. Penetapan fatwa MUI ini agar tidak ada tarik-menarik kepentingan politik sehingga memunculkan pro-kontra," kata Asrorun.
Asrorun menjelaskan, Komisi Fatwa MUI melalui forum ijtima' di salah satu pondok pesantren di Tasikmalaya, pada Juli 2012, telah membahas pemanfaatan dana haji yang mengendap dari jamaah haji yang masih "waiting list". Dari forum ijtima' tersebut, menurut dia, dicapai empat kesepakatan, yang pada prinsipnya menjawab pertanyaan, dana calon jamaah haji yang belum mencapai Rp 25 juta dan belum mendapat nomor porsi.
Dalam kondisi ini, menurut dia, hubungannya antara calon jamaah dengan bank penerima setoran, akadnya ada dua opsi. Pertama, akad wadi'ah. Artinya, dana itu nitip saja sehingga tak ada faidah, tidak ada bagi hasil. Kedua, akad mudhorobah, yakni saat tabungan calon jamaah haji mencapai Rp 25 juta, maka mendapat nomor porsi dan masuk dalam "waiting list".
"Sebelum maupun setelah mencapai Rp 25 juta, statusnya belum billing karena belum tahu berapa biaya hajinya. Uang setoran itu statusnya masih milik calon jamaah haji," katanya.
Menurut Asrorun, pertanyaan berikutnya, dana jamaah haji yang terkumpul, apakah ditidurkan saja atau diproduktifkan.
"Dana tersebut kalau ditidurkan kan menyusut karena inflasi, sehingga kemudian diproduktifkan," katanya.
Menurut dia, setelah disepakati dana calon jamaah haji tersebut boleh diproduktifkan, tapi harus memenuhi empat syarat yang tertuang dalam Fatwa MUI.
Keempat syarat tersebut, pertama, boleh ditasarufkan tapi harus dipastikan jenis usahanya memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Kedua, terkait dengan prudensialitas atau aman. Logikanya seperti pengelolaan dana wakaf, yakni tidak boleh berkurang, tapi harus dikembangkan dan memiliki nilai manfaat.
Ketiga, adalah manfaat. Kalau ada manfaatnya baik kepada jamaah haji untuk kepentingan kemaslahatan jamaah dan kemaslahatan umat Islam.
"Bukan Investasinya tapi hasil investasinya, bisa saja diinvestasikan untuk pembangunan gedung, hasilnya baik untuk kemaslahatan sepanjang ketentuannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah," katanya.
Keempat, adalah liquid, artinya dana ini dibutuhkan dalam waktu terus-menerus, rata-rata kebutuhan jamaah haji Rp 3,5 triliun per tahun.
"Ini harus ada bapernya, artinya ada prinsip likuiditas. Kalau kepentingannya untuk infrastruktur dan sebagainya, disinilah kecerdasan BPKH," katanya.(*)
Sumber: ANTARA
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Minta Lelang Proyek di Jakarta Dipercepat, Bakal Digelar November-Desember
Pemprov DKI Jakarta Targetkan JPO Cincin Donat Rampung 2026, Pembangunan Dipastikan Tak Pakai APBD
Sejumlah Proyek Infrastruktur Molor, Pemkot Solo Ancam Beri Sanksi Tegas Kontraktor yang Nakal
AHY Cari Dana Swasta Buat Proyek Tanggul Laut Raksasa Pantai Utara Jawa
Pemerintah Bakal Gelontorkan Rp 630 Miliar Bangun 63 Jembatan Gantung di 2026
[HOAKS atau FAKTA]: MUI Dukung Serangan Israel karena Iran Menganut Syiah
AHY Peka Luar Biasa Tangkap Arahan, Si Paling Paham Urusan Infrastruktur Sesuai Kemauan Prabowo
Kontraktor Kapok Garap Proyek Pemerintah, DPR: Harus Ada Evaluasi Menyeluruh
Prahara Pembongkaran Tiang Mangkrak di Jalan Rasuna Said: Demi Estetika dan Kelancaran Lalu Lintas Kota
Lion Air Kirim 2 Pesawat A330-343 Buat Angkut Jemaah Haji di Kalimantan Selatan