Motif di Balik Berbagi Berita lewat Media Sosial


Berbagi konten secara bertanggung jawab menjadi keharusan. (Foto: freepik/rawpixel.com)
BERBAGI berita secara daring telah menjadi praktik umum dan proses yang cukup penting saat kamu dapat terlibat dan menjadi yang terdepan dalam informasi.
Seperti pepatah populer seri Spiderman, 'dengan kekuatan besar, datang tanggung jawab besar'; kapasitas pengaruh yang dimiliki pengguna akun media sosial sering kali diremehkan.
Oleh karena itu, berbagi konten secara bertanggung jawab menjadi keharusan. Lingkungan informasi daring sebagian besar dipengaruhi berita yang dibagikan. Meskipun riaknya kecil, berbagi berita di media sosial memiliki implikasi yang signifikan terhadap perilaku orang.
BACA JUGA:
"Berbagi informasi memberikan kepercayaan kepada orang-orang dengan membuat mereka merasa seolah-olah mereka lebih terinformasi dan berpengetahuan, bahkan jika semua yang mereka baca hanyalah judul," ujar peneliti senior Sarah Rezaei di Department of Psychology, Monk Prayogshala, India.
Meskipun demikian, menurutnya, ada bahaya yang datang dengan kebebasan memproduksi dan berbagi informasi seperti itu, termasuk kemungkinan menekan pandangan yang bertentangan, dan mendistorsi realitas.
Perbedaan lintas budaya

Sejumlah besar penelitian yang mengeksplorasi alasan di balik perilaku orang untuk berbagi berita telah menggunakan teori Uses and Gratification untuk memahami motivasi penggunaan media sosial dan jenis informasi yang mereka putuskan untuk dibagikan.
"Teori tersebut fokus pada bagaimana media digunakan untuk memenuhi kebutuhan afektif dan kognitif, yang dapat mencakup kebutuhan pribadi dan/atau hiburan," Rezaei menjelaskan dalam artikelnya di Psychology Today, (10/10).
Salah satu penelitian semacam itu, yang dilakukan pada sampel pengguna media sosial Nigeria, menemukan "altruisme" menjadi faktor yang berpengaruh dalam memotivasi orang untuk berbagi informasi di platform media sosial.
Namun, keinginan untuk membantu orang lain melalui berbagi informasi dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah jika sumbernya tidak diperiksa dan diverifikasi.
Para peneliti mencatat bahwa 'altruisme' dapat dipahami sebagai ciri budaya, yang secara umum tertanam dalam pendidikan Nigeria, dapat menjelaskan temuan tersebut.
Demikian pula, statistik Statista 2018 tentang faktor-faktor yang memotivasi orang India untuk berbagi informasi di media sosial menunjukkan bahwa 48,5 persen orang India berbagi berita karena "mungkin bermanfaat bagi orang lain".
Sebuah studi pada sampel Pakistan, menyelidiki proliferasi berita palsu tentang COVID-19, juga menemukan motivasi altruistik menjadi prediktor penyebaran berita palsu. Individu cenderung tanpa disadari membagikan berita “palsu” di internet dengan tujuan memberi tahu orang lain jika mereka tidak memverifikasi sumber dan konten informasi tersebut.
Menurut Rezaei, penyebaran berita “palsu” semakin mengkhawatirkan mengingat popularitas media sosial dan kemudahan interaksi dan pertukaran ide di berbagai platform.
Meskipun berbagi informasi dapat dilihat sebagai kebaikan sosial, jika berita yang dibagikan salah, mungkin karena si pemberi informasi tidak mengetahui atau menduga bahwa itu salah, hal itu dapat berdampak negatif pada perilaku dan hubungan.
BACA JUGA:
Peneliti Ungkap Anjing dan Pemiliknya Punya Kepribadian Serupa
Insentif untuk berbagi informasi

Meskipun mungkin ada berbagai alasan yang mendorong orang untuk berbagi informasi di internet, analogi umum yang digunakan untuk menggambarkan platform media sosial adalah membandingkannya dengan kotak Skinner.
Di sini, bentuk pembelajaran penguatan penghargaan terjadi ketika individu berbagi konten di internet. Penelitian telah menunjukkan bagaimana motif sosial berperan dalam berbagi informasi, khususnya, umpan balik sosial yang positif dalam bentuk "like", komentar, atau lebih banyak pengikut.
Kepuasan yang diperoleh pengguna ketika seseorang melakukan 'double taps' pada berita yang mereka bagikan atau 'menyukai' tweet mereka bertindak sebagai insentif untuk membagikan lebih banyak konten itu.
"Dikatakan bahwa ketika pengguna memutuskan informasi apa yang akan dibagikan, mereka memperhitungkan utilitas yang akan mereka peroleh dari keakuratan informasi yang akan mereka bagikan, dan juga koneksi sosial yang mereka harapkan dibangun dari unggahan itu," Rezaei menerangkan.
Selain itu, terlihat bahwa di antara alasan lain, keuntungan pribadi adalah salah satu faktor signifikan yang mempengaruhi partisipasi aktif seseorang di situs jejaring sosial. Dia berpendapat, keuntungan pribadi dapat mencakup segala jenis manfaat nyata (misalnya, insentif moneter) yang diharapkan pengguna diperoleh melalui berbagi informasi.
Memahami potensi besar pengaruh yang dihasilkan pengguna dengan informasi yang mereka pilih untuk dibagikan adalah penting untuk memajukan agenda mendorong orang untuk bersikap kritis terhadap informasi yang mereka temui dan bagikan. Perlu penelitian lebih lanjut tentang bagaimana hal tersebut dapat dicapai.(aru)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan

Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja

Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja

Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja

Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
