Modus Mantan Dirjen Kominfo Habiskan Duit Negara Ratusan Miliar Bangun PDNS Tak Layak hingga Akhirnya ‘Jebol’


Mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Komunikasi dan Informatika Samuel Arbijani Pangerapan (SAP). (Dok. Kominfo)
MerahPutih.com - Mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan (SAP) dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Samuel melakukan pemufakatan jahat pembentukan PDNS hingga memberi suap agar proyek bisa diambilalih.
Selain Samuel, tersangka lain yakni eks Direktur Layanan Aptika Kominfo Bambang Dwi Anggono (BDA). Kemudian ada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek PDNS Nova Zanda (NZ), eks Direktur Bisnis pada PT Aplikanusa Lintasarta, Alfi Asman (AA) dan Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
Kepala Kejari Jakpus Safrianto Zuriat menjelaskan awalnya Perpres 95/2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik mengamanatkan pembentukan Pusat Data Nasional (PDN) untuk mengelola data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional. Namun tersangka Semuel, Bambang, dan Alfi malah bermufakat membuat PDNS.
"PDNS itu setelah ditertibkan Keppres tersangka SAP bersama dengan tersangka BDA, AA lakukan permufakatan jahat," kata Safrianto di Jakarta dikutip Jumat (23/5).
Baca juga:
Sosok Calon Tersangka Kasus Korupsi PDNS di Kominfo Diungkap Kejaksaan
Safrianto menyebut ketiganya sengaja membentuk PDNS yang tidak diatur dalam Perpres. Ketiga tersangka merancangnya dengan membuat dokumen sedemikian rupa, lalu meminta Nova Zanda agar digunakan menjadi dokumen lelang.
"Merekalah yang membuat dokumen perencanaannya, membuat kerangka acuan kerjanya sehingga setelah dokumen itu ada menyerahkan kepada tersangka NZ untuk diupload dipergunakan sebagai dokumen lelang," ucap Safrianto.
Mereka juga yang menyusun HPS (harga perkiraan sendiri) dan juga memberikan juga kepada NZ dan dijadikan dokumen lelang. Sehingga HPS yang ditetapkan adalah HPS tidak sesuai dengan Keppres pengadaan dan jasa.
Selanjutnya, Pini Panggar Agusti berperan sebagai perantara. Kala itu, Pini adalah Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
Safrianto mengatakan uang suap itu didapat melalui perbuatan pemufakatan untuk pelaksanaan proyek PDNS.
Untuk diketahui, pemenang tender proyek PDNS pertama adalah PT Docotel pada 2020. Kemudian pemenang berikutnya PT Aplikasinusa Lintasarta (AL) pada 2021-2024.
Pada pelaksanaannya, perusahaan pemenang tender ini justru melakukan subkon kepada perusahaan lain. Akhirnya pengerjaan proyeknya tidak sesuai dengan spesifikasi.
Baca juga:
Kasus Korupsi PDNS Kominfo, Jaksa Temukan Bukti Penting Usai Geledah Sejumlah Lokasi
"Dalam pelaksanaannya perusahaan pelaksana justru mensubkon-kan kepada perusahaan lain dan barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis," ujarnya.
Samuel juga diduga sengaja memenangkan tender salah satu perusahaan. Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL dengan nilai kontrak Rp60 miliar.
Kemudian pada tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102 miliar. Lalu, pada tahun 2022, perusahaan yang sama terpilih sebagai pelaksana kegiatan tersebut dengan nilai kontrak Rp 188 miliar.
Di tahun 2023 dan 2024 kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp 350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp 256.575.442.952.
Perusahaan pemenang tender itu bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301. Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware.
Meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS. Sehingga tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN.
Dalam kasus ini, kerugian negara masih dihitung. Penghitungan itu dilakukan oleh ahli keuangan negara atau auditor negara di BPKP bersama penyidik. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Kejagung Terima Pengembalian Hampir Rp 10 Miliar dari Kasus Chromebook, Bukan dari Nadiem Makarim

Uang Dugaan Korupsi Laptop Chromebook Baru Balik Rp 10 M, Padahal Kerugian Capai Rp 1,98 T

KPK Telusuri Jejak Uang Rp 1,2 Triliun di Kasus Lukas Enembe, Pramugari hingga Pengusaha Diperiksa

Adam Damiri Resmi Ajukan PK di Kasus Asabri

Besok, Adam Damiri Ajukan PK Kasus ASABRI dengan 4 Novum

Eks Dirut Antam Bantu KPK Bongkar Kecurangan Pengelolaan Anoda Logam lewat Audit Internal

Ayah Nadiem Makarim Sebut Anaknya Kuat Banget, Bisa Bertahan Lama

Begini Respons Istri Nadiem Mengetahui Upaya Praperadilan Sang Suami Mentah di Tangan Hakim

Hakim Tolak Praperadilan Nadiem Makarim, Penetapan Tersangka Dinilai Sah

Eks Penyidik KPK Sebut Kehadiran Johanis Tanak Bersama Saksi Perkara Korupsi Berpotensi Timbulkan Konflik Kepentingan
