MK: KPK Merupakan Lembaga yang Berada di Ranah Eksekutif


sidang gugatan UU MD3 di Jakarta, Kamis (8/2). (Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay)
Merahputih.com - Lima dari sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah bagian dari ranah eksekutif, mengingat tugas dan fungsi KPK yang berada dalam domain eksekutif.
"Secara tugas dan fungsi, Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK merupakan lembaga yang berada di ranah eksekutif," ujar Hakim Konstitusi Manahan Sitompul membacakan pertimbangan Mahkamah dalam sidang putusan terkait hak angket KPK, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (8/2).
Lima hakim konstitusi tersebut berpendapat bahwa dasar pembentukan KPK ialah karena belum optimal lembaga negara, dalam hal ini adalah Kepolisian dan Kejaksaan yang mengalami krisis kepercayaan publik dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara itu, seperti dilansir Antara, Kepolisian dan Kejaksaan dalam undang-undang masuk ke dalam ranah eksekutif.
"Dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum, dibentuklah KPK," ujar Manahan.
KPK dinyatakan Mahkamah sebagai lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Namun sebagai lembaga penunjang tugas dan fungsi KPK tetap masuk ke dalam ranah eksekutif.
"Posisinya yang berada di ranah eksekutif, tidak berarti membuat KPK tidak independen dan terbebas dari pengaruh mana pun," kata Manahan.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 012-016-019/PUU-IV/2006 pada halaman 269 dinyatakan, independensi dan kebebasan KPK dari pengaruh kekuasaan mana pun adalah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kata Manahan.
Dengan demikian putusan Mahkamah menyatakan bahwa DPR mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban kepada KPK sama seperti KPK yang memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab kepada publik.
Namun terdapat empat hakim konstitusi lainnya, yaitu Maria Farida Indrati, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, dan Suhartoyo yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).
Putusan ini berlaku untuk tiga permohonan yang ketiganya sama-sama mengajukan uji materi atas pasal 79 ayat (3) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) terkait dengan hak angket DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun tiga perkara tersebut terdaftar dengan nomor: 36/PUU-XV/2017, 37/PUU-XV/2017, dan 40/PUU-XV/2017.
Perkara nomor 36 dimohonkan oleh gabungan mahasiswa dan dosen fakultas hukum yang menamai diri mereka Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK). Sementara itu perkara nomor 37 diajukan oleh Horas AM Naiborhu selaku Direktur Eksekutif Lira Institute, dan perkara nomor 40 diakukan oleh sejumlah pegawai KPK. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Eks Dirut Antam Bantu KPK Bongkar Kecurangan Pengelolaan Anoda Logam lewat Audit Internal

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Bertemu Tersangka Korupsi EDC BRI, Dewas Turun Tangan

Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168

Eks Penyidik KPK Sebut Kehadiran Johanis Tanak Bersama Saksi Perkara Korupsi Berpotensi Timbulkan Konflik Kepentingan

Saksi Kasus Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan Ancam Lapor ke DPR jika KPK tak Kembalikan Aset Rp 600 M

KPK Mulai Sasar Masalah Katering di Kasus Dugaan Korupsi Haji

Parahnya Korupsi Haji, KPK Temukan Jatah Kuota Petugas Kesehatan Sampai Dijual ke Jemaah

Linda Susanti Minta KPK Kembalikan Aset yang Disita, Mulai dari Uang Dolar, Tanah, hingga Emas 11 Kg

KPK Ungkap Asal Uang Rp100 Miliar dari Kasus Korupsi Kuota Haji Kemenag

KPK Kembalikan Toyota Alphard Milik Immanuel Ebenezer, Ternyata Mobil Sewaan
