Mendagri Ancam Copot Kepala Daerah yang Langgar Prokes, Pakar Hukum: Jangan Sok Kuasa


Mendagri Tito Karnavian. ANTARA/Handout/aa.
MerahPutih.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tak bisa sembarangan mencopot kepala daerah bila melanggar aturan protokol kesehatan.
Sebelumnya Kemendagri telah menerbitkan instruksi Nomor 6 Tahun 2020 terkait Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian virus corona. Aturan itu berisi enam poin yang salah satunya ancaman mencopot kepala daerah yang melanggar aturan.
"Memberhentikan Kepala Daerah atau Gubernur itu tidak bisa sembarangan baik oleh Presiden maupun Mendagri," Kata Fickar saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (19/11).
Baca Juga
Di era demokrasi, tergas dia, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan bukan Presiden atau Mendagri. Oleh sebab itu pemberhentian kepala daerah tidak bisa sembarangan. Masyarakat akan kecewa bila aturan itu terjadi.
"Pada zaman demokrasi ini tidak boleh sembarangan, karena bisa-bisa rakyat marah," tuturnya.
Lebih lanjut Fickar menuturkan, dalam memberhentikan gubernur, terlebih dahulu harus ada pelanggaran hukum berat yang dilanggar atau dengan ancaman hukuman lima tahun ke atas. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 7 Undang-undang dasar 1945.
"Demikian juga dengan pemberhentian Gubernur, Mendagri tidak bisa sok kuasa sebab ada syarat dan tahap yang harus ditempuh," pungkasnya.
Ada enam poin instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 terkait Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian virus corona kepada gubernur dan bupati/wali kota;
Kesatu, menegakkan secara konsisten protokol kesehatan COVID-19 guna mencegah penyebaran COVID-19 di daerah masing-masing berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut.

Kedua, melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan COVID-19 dan tidak ada hanya bertindak responsif/reaktif. Mencegah lebih baik daripada menindak. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir.
Ketiga, kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing masing harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan COVID-19 termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.
Keempat, bahwa sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diingatkan kepada kepala daerah tentang kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah sebagai berikut:
a. Pasal 67 huruf b yang berbunyi: "menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan"
b. Pasal 78:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i dan huruf j;
f. melakukan perbuatan tercela;
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menggunakan dokumen dan/atau keteranagan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang memberikan dokumen; dan/atau
i. Mendapatkan sanksi pemberhentian.
Baca Juga
Dicopot dari Kapolda Metro, Irjen Nana Sudjana Samakan dengan TNI
Kelima, berdasarkan instruksi pada Diktum keempat, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian.
Keenam, instruksi Menteri ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan. (Asp)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Biar Rakyat Senang Saat Belanja, Mendagri Perintahkan Daerah Tahan Inflasi Maksimal di 3,5 Persen

[HOAKS atau FAKTA]: Mendagri Tito Sebut 100 Pulau akan Dijual Cuma-Cuma
![[HOAKS atau FAKTA]: Mendagri Tito Sebut 100 Pulau akan Dijual Cuma-Cuma](https://img.merahputih.com/media/ea/90/a7/ea90a76cc4ce6162e17453c96a46b02d_182x135.jpeg)
Retret Kepala Daerah Gelombang-2, Saat Makan Siang Begitu Duduk di Meja, Langsung Nyamber Pisang

Pelonggaran Efisiensi Bakal Berikan Perubahan Sektor Usaha Perhotelan dan Restoran

Raker Wamendagri dan Gubernur DKI Jakarta dengan Komisi II DPR Bahas Dana Transfer Pusat ke Daerah

Raker Wamendagri dan Gubernur dengan Komisi II DPR Bahas Dana Transfer Pusat ke Daerah

Ormas Sering Bikin Ulah, Mendagri Minta Ada Hukuman Lebih Keras hingga Audit Keuangan

5 Hasil Kesimpulan Rapat Komisi II bersama Mendagri dan Penyelenggara Pemilu Soal PSU

Mendagri Tito Siapkan Tim Blusukan Cek Efisiensi di Pemerintah Daerah

Mendagri Tito Akan Tanyakan Pj Gubernur DKI Lebih Dahulu soal Kebijakan Poligami
