Masih Trauma, ASP Tak Ingin Sekolah Lagi
ASP bersama ibunya saat datang ke kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jalan Teuku Umar, No. 10 Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/10). (Foto: MP/Gomes Roberto)
MerahPutih Peristiwa - Akibat kekerasan yang terjadi pada dirinya, korban ASP (6) mengalami trauma. Ironisnya siswa sekolah dasar tersebut, masih membayangi terhadap kekerasan yang menimpah dirinya, ihwal Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung. Sehingga ASP tak mau melanjutkan menuntun ilmu pada sekolah tersebut.
"Sampai hari ini anak saya ini sudah tidak sekolah. Saya sudah daftarkan ke sekolah baru pun dia tidak mau," ujar Ibu ASP, Yessi Carolina di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Jalan Teuku Umar No. 10 Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/10)
Sebelumnya, keluarga ASP sudah berusaha melakukan mediasi dengan pihak sekolah. Namun, ia hanya mendapatkan janji semata.
"Mereka (pihak sekolah) hanya mengatakan akan dipertemukan (untuk mediasi) orang tuanya (pelaku), tapi sampai kini tidak pernah temui kami," paparnya.
Untuk diketahui korban ASP (6) mengalami kekerasan yang diduga dilakukan teman sekelasnya M di Sekolah Dasar (SD) Tunas Mulia Montessori, Gading Sepong, Tanggerang. Akibat kekerasan tersebut, korban mendapatkan luka serius di bagian kemaluan. Sehingga mental bocah berusia enam tahun tersebut juga terganggu.
Kuasa Hukum Keluarga ASP, Jeffry Santoso mengatakan keluarga korban mengaku kecewa dengan sikap yang ditunjukan pihak sekolah dan keluarga pelaku. Sebab, hingga saat ini belum ada itikad baik dari keduanya untuk bertanggung jawab kepada korban.
Padahal, keluarga korban telah menjalankan mediasi dengan pihak sekolah, keluarga pelaku dan suku dinas pendidikan. Mediasi ini dilakukan atas rekomendasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada 29 September lalu.
"Kita sudah menjalani mediasi. Tapi hasil mediasi kami tidak puas. Karena tidak ada solusi yang diberikan," kata Jeffry saat dihubungi Rabu, (14/10).
Menurut dia, dalam proses mediasi tersebut tidak ada hasil yang memuaskan. Sebab, pihak sekolah masih berusaha membela diri dan lepas tangan atas tindakan kekerasan yang terjadi di sekolahnya.
"Kami sudah menyampaikan kepada sekolah, orang tua pelaku dan suku dinas. Kami menyampaikan ada anak enam tahun yang mengalami tindakan kekerasan. Seharusnya sekolah mengambil kesimpulan, seperti akan memanggil (keluarga korban) atau apa. Ini tidak. Di situ mediasinya tidak tercapai," akhir pembicaraannya. (gms)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
KPAI Sebut Tindakan Pendakwah yang Diduga Lakukan Pelecehan Bisa Picu Kecemasan dan Pengaruhi Mental Anak
3 Norma Dilanggar, KPAI Tegaskan Aksi Dai Cium Anak di Ruang Publik Bisa Masuk Ranah Hukum
KPAI Dorong Sekolah Perkuat Sistem Deteksi Dini Usai Ledakan di SMAN 72 Jakarta
Jangan Biarkan Perundungan di Sekolah, Dampak Bullying Akan di Luar Kendali
Berkaca dari Kasus Ledakan SMAN 72 Jakarta, Pramono: Bullying Tidak Boleh Terulang Kembali
Ingat Ya! Perundungan Bukan Candaan
Berkaca dari Kasus Ledakan di SMA 72, Pramono Harap Tak Ada Lagi Aksi Perundungan di Lingkungan Sekolah
Polisi Selidiki Dugaan Bullying yang Jadi Motif di Balik Ledakan SMAN 72 Jakarta
Sosok Terduga Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta, Alami Bullying dan Terpengaruh Konten Kekerasan
Insiden Ledakan SMAN 72 Kelapa Gading, KPAI Sebut Longgarnya Pengawasan Keamanan Sekolah