Luhut Sebut Sawit Jatuh karena Ukraina, Anggota DPR: Jangan Buang Badan


Ilustrasi - Kawasan perkebunan Batang Serangan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. (ANTARA FOTO/SEPTIANDA PERDANA)
MerahPutih.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan diminta tidak "buang badan" soal anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit dan crude palm oil (CPO).
“Kalau Pak Luhut bilang itu karena Ukraina buka keran ekspor bunga matahari dan memangkas pajak ekspor, itu namanya buang badan dan tidak bertanggung jawab,” kata anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus dalam keterangannya, Jumat (8/7).
Deddy berpendapat, anjloknya harga TBS sawit petani disebabkan oleh sejumlah hal. Di antaranya, kerusakan rantai pasok terkait moratorium ekspor, mekanisme perizinan ekspor (PE) yang memakan waktu, kebijakan distribusi minyak goreng yang kacau, dan tingginya beban pungutan ekspor dan flushing out.
Baca Juga:
Mendag Minta Produsen Minyak Goreng Beli Sawit Petani Rp 1.600 per Kg
"Kekacauan itulah yang menyebabkan harga TBS petani hancur di bawah kewajaran. Jadi jangan cari kambing hitam soal Ukraina sebab harga keekonomian TBS dan CPO itu ambruk karena kapasitas tangki yang overload sehingga tidak mampu menampung TBS dan siklus CPO-nya tidak bisa berjalan normal,” ujarnya.
Lebih jauh Deddy menjelaskan bahwa pengelolaan CPO dan minyak goreng di bawah Luhut Panjaitan gagal total. Ekspor tertahan dan merugikan negara, perusahaan sedang dirugikan karena kualitas CPO menurun dan petani kecil menjerit karena harga yang terjun bebas.
Bahkan, kata politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini, di saat demand global menurun nyaris 30 persen, harga TBS dan CPO tetap rontok di bawah harga keekonomian.
“Kenapa? Karena rantai pasok komoditas tersebut tersendat,” ujarnya.
Baca Juga:
Mendag Zulhas Mengaku Sudah Bertemu dengan Pengusaha Kelapa Sawit
Menurut Deddy, kondisi ini yang mendorong pasar global mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati mereka. Dan, itu didapat dari mulai mengalirnya minyak nabati selain sawit di dunia, salah satunya minyak bunga matahari dari Ukraina.
“Jadi masalahnya ada pada pengelolaan industri sawit di Indonesia yang carut marut, bukan semata-mata karena pengaruh global,” ujarnya.
Oleh karena itu menurut Deddy, jalan keluarnya adalah memperbaiki mata rantai produk sawit dimana jaminan pasokan dalam negeri terjaga, baik volume maupun harganya.
“Sudah saatnya kebijakan DMO dan DPO dievaluasi, pungutan yang berlebihan dikurangi, distribusi dan cadangan nasional dikendalikan dengan baik,” tutup Deddy. (Pon)
Baca Juga:
BPKP Targetkan Audit Perusahaan Sawit Rampung Dalam 3 Bulan
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Luhut Puji Kekompakan SBY, Jokowi Hingga Prabowo di Tengah Ketidakhadiran Megawati

Pemerintah Musnahkan Tanaman Sawit 700 Hektare di Dalam Kawasan TN Tesso Nilo

Dicalonkan jadi Dubes Jepang, Adik Luhut Tekankan Kerja Sama di Bidang Strategis

Harga Referensi Minyak Kelapa Sawit Menguat Jadi 877,89/MT Periode Juli, Naik 2,51 Persen

Luhut Sebut China Tunggu Perpres Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Ingin Segera Joint Study

Pemerintah Butuh Tambahan Lahan Sawit Buat Implementasikan Biofuel 60, Bisa Capai 2,5 Juta Hektar

Impor BBM Hampir USD 40 Miliar Per Tahun, Prabowo Ingin Optimalkan Potensi Kelapa Sawit

Saksi Hidup 10 Tahun Jadi Pembantu Jokowi, Luhut: Jangan Mempersulit Pemerintahan Prabowo

Gibran, Fadli Zon Hingga Luhut Panjaitan Bakal Beri Materi ke Kepala Daerah

Imbas Program Makan Bergizi Gratis, Jatah Dana Desa Mau Naik Jadi Rp 8 Miliar
