Lonjakan Harga Pangan dan Energi Bisa Picu Kerusuhan Sosial


Seorang pria menggendong anjingnya saat warga menyelamatkan diri dari invasi Rusia di Ukraina, di Romanivka, Ukraina, Rabu (9/3/2022). REUTERS/Maksim Levin/FOC/djo (REUTERS/MAKSIM LEVIN)
MerahPutih.com - Lonjakan harga-harga energi dan pangan yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina, dapat memperburuk masalah keamanan pangan di dunia, terutama di Timur Tengah dan Afrika.
"Lonjakan inflasi ini dan dapat memicu meningkatnya kerusuhan sosial," kata Kepala ekonom Bank Dunia Carmen Reinhart, Kamis (10/3).
Baca Juga:
Menjaga Perut Pengungsi di Perbatasan Ukraina Tetap Terisi
Ia menegaskan, ada konsekuensi penting bagi Timur Tengah, untuk Afrika, Afrika Utara dan Afrika sub-Sahara.
"Saya tidak ingin menjadi melodramatis, tetapi tidak terlalu jauh bahwa kerawanan pangan dan kerusuhan adalah bagian dari cerita di balik Musim Semi Arab," katanya.
Ia menambahkan, selain itu, kudeta yang berhasil dan tidak berhasil telah meningkat selama dua tahun terakhir.
Lonjakan harga-harga pangan secara tiba-tiba dapat menyebabkan keresahan sosial, seperti yang terjadi pada 2007-2008 dan lagi pada 2011, ketika kenaikan harga-harga pangan global dikaitkan dengan kerusuhan di lebih dari 40 negara.
Komoditas-komoditas pertanian sudah 35 persen lebih tinggi pada Januari, dibandingkan dengan setahun lalu, dan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut karena perang Rusia dan Ukraina yang keduanya pengekspor utama gandum, jagung, barley dan minyak bunga matahari.
Lonjakan harga-harga energi dan pangan juga dapat mendorong pembuat kebijakan untuk menerapkan lebih banyak subsidi, kata para ahli, menambah utang besar banyak negara berpenghasilan rendah, dimana sekitar 60 persen di antaranya sudah atau hampir mengalami kesulitan utang.
Dikutip Antara, Bank Dunia bulan lalu memperingatkan dampaknya bisa sangat keras di Timur Tengah dan Afrika Utara, dimana negara-negara seperti Mesir mengimpor hingga 80 persen gandum mereka dari Ukraina dan Rusia. Mozambik juga merupakan importir besar gandum dan minyak.

Reinhart mengatakan, negara-negara Asia Tengah juga menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan, mengingat hubungan ekonomi dan perdagangan yang erat dengan Rusia, yang diperkirakan Dana Moneter Internasional (IMF) akan mengarah ke resesi tahun ini sebagai akibat dari sanksi Barat.
"Ini memukul mata uang mereka, dan sudah ada tanda-tanda penarikan di bank-bank, masalah kepercayaan, ditambah dengan kerawanan pangan, dan (penurunan) pengiriman uang," katanya seraya menyinggung potensi arus pengungsi sebagai komplikasi lebih lanjut.
Jerman akan menjadi tuan rumah pertemuan virtual para menteri pertanian dari negara-negara maju Kelompok Tujuh (G7) pada Jumat (11/3/2022) untuk membahas dampak invasi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang menstabilkan pasar-pasar pangan. (*)
Baca Juga:
Akhiri Perang, Presiden Ukraina Ajak Putin Bertemu Langsung
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Mikrofon Bocor, Xi Jinping dan Vladimir Putin Terekam Ngobrolin Transplantasi Organ dan Kehidupan Abadi

Bertemu di Beijing, Rusia dan Korut Bakal Tingkatkan Hubungan Bilateral Bikin Program Jangka Panjang

Ketemu Kim Jong-un di China, Putin Berterima Kasih karena Prajurit Korea Utara Bertempur di Ukraina

Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat

China Pamer Kekuatan Militer dalam Parade Peringatan 80 Tahun Berakhirnya Perang Dunia II

[HOAKS atau FAKTA]: Perdana Menteri Malaysia Tantang Indonesia Perang di Laut Ambalat
![[HOAKS atau FAKTA]: Perdana Menteri Malaysia Tantang Indonesia Perang di Laut Ambalat](https://img.merahputih.com/media/57/be/b4/57beb4f39c46834d56d0e5242ebe5b5d_182x135.png)
Sidang Majelis Umum PBB Diusulkan Pindah ke Jenewa Setelah AS Bakal Tolak Visa Bagi Palestina

Indonesia Sudah Terjunkan Bantuan 91,4 Ton Agar Warga Gaza Bisa Makan

1,3 Juta Warga Gaza Bakal Dipaksa Berpindah ke Selatan, Perburuk Penderitaan

Israel Bakal Duduki Gaza, PBB Ingatkan Kematian dan Kehancuran Besar Bakal Terjadi kal Terjadi
