Kurangnya Literasi, Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Indonesia Meningkat

Iftinavia PradinantiaIftinavia Pradinantia - Rabu, 09 Maret 2022
Kurangnya Literasi, Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Indonesia Meningkat

Keterbatasan pemahaman pasien terhadap penyakitnya. (Foto: Unsplash/Niko Azhari Hidayat)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

PENYAKIT Ginjal Kronik (PGK) tercatat sebagai penyebab 4,6% kematian global pada tahun 2017 dan merupakan peringkat ke-12 sebagai penyebab kematian. Angka ini diprediksi akan terus meningkat dan PGK diperkirakan akan menjadi penyebab kematian tertinggi ke-5 di seluruh dunia pada tahun 2040.

Di Indonesia, prevalensi PGK semakin meningkat setiap tahun, bila tidak diobati suatu ketika dapat mengalami gagal ginjal. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan tahun 2018, prevalensi PGK adalah 0,38%. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada tahun 2020 menunjukkan insidensi kumulatif pasien yang menjalani dialisis (cuci darah) 61.786, dan prevalensi kumulatif 130.931.

Baca Juga:

Hati-hati dengan Mikroplastik

ginjal
Penyebab utama gagal ginjal adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) dan kencing manis (diabetes). (Foto: Pixabay/mohamed_hassan)

Penyebab utama gagal ginjal adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) dan kencing manis (diabetes). Tingginya angka gagal ginjal ini tidak hanya menjadi beban bagi pasien dan keluarga tetapi juga beban bagi negara dimana biaya yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan untuk penyakit ini sangat tinggi.

Penyakit ginjal pada awalnya tidak bergejala, akibatnya banyak orang yang tidak mengetahui bahwa mempunyai gangguan ginjal. Masih banyak yang belum memahami bagaimana memelihara kesehatan ginjal dan apa yang perlu dilakukan bila kemudian fungsi ginjalnya menurun.

Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada Virtual Press Conference Rabu (9/3), dr. Aida Lydia, PhD., SpPD, K-GH mengatakan sekitar sepertiga pasien dengan PGK belum mengetahui benar mengenai penyakitnya, progresivitas/perjalanan penyakitnya serta modalitas terapi yang ada bila kemudian mengalami gagal ginjal.

"Pada awal perjalanan penyakit PGK umumnya tidak ada gejala, berbagai keluhan baru dirasakan bila penyakit sudah lanjut," tuturnya.

Kemungkinan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan ginjal menjadi salah satu penyebab umumnya pasien sering terlambat berobat dan sering datang dalam kondisi yang sudah lanjut.

"Gangguan ginjal dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko, diagnosis dini dan tatalaksana yang optimal agar pasien tidak sampai mengalami gagal ginjal,” sarannya.

Ia menilai, kesenjangan pengetahuan di tengah masyarakat merupakan momok di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

“Situasi ini turut berdampak pada semakin meningkatnya angka kejadian PGK dan rendahnya kualitas hidup pasien dengan PGK. Oleh karena itu, literasi kesehatan pada semua kalangan menjadi kunci yang dapat meningkatkan kewaspadaan kesehatan ginjal dan keberhasilan program kesehatan pemerintah," harapnya.

Baca Juga:

Ngemil Jadi Bentuk Self Reward untuk Kesehatan Mental

ginjal
Gangguan ginjal dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko (Foto: Pixabay-OpenClipart-Vectors)

Dia mengungkapkan pada saat ini literasi kesehatan masyarakat umum bahkan di kalangan pasien PGK sendiri masih tergolong rendah.

"Masih ada masyarakat yang belum mengetahui apa itu organ ginjal dan fungsinya," ungkapnya.

Begitu buruknya, terdapat studi yang menunjukkan bahwa 90% penyandang PGK tidak menyadari tentang penyakit yang diderita. Hal ini menunjukkan minimnya informasi kesehatan dikalangan masyarakat.

Secara umum masyarakat perlu diinformasikan mengenai faktor risiko PGK, langkah pencegahan, deteksi dini, nilai laboratorium yang perlu dipantau dan apa maknanya, dampak jangka panjang apa saja yang akan dialami. Kemudian strategi pengobatan yang akan dijalani. Informasi-informasi ini bersifat sangat spesifik
untuk setiap pasien yang hendaknya dipahami oleh pasien dan keluarga.

Hal tersebut diperburuk dengan masih banyak misinformasi di masyarakat yang dalam jangka panjang merugikan kesehatannya. Misinformasi adalah kondisi di mana masyarakat atau pasien mempercayai informasi yang keliru dan menjadikan informasi tersebut sebagai dasar dalam menentukan langkah pengobatan dan gaya hidup ke depannya.

"Sebagai contoh, masih ada yang berpendapat tidak usah minum obat hipertensi atau obat diabetes karena obat kimia dapat merusak ginjal. Sebenarnya, yang merusak ginjal bukan obatnya tetapi penyakit hipertensi dan diabetes itu sendiri,” tukasnya. (avia)

Baca Juga:

Mendamaikan Diri Saat Jadi Korban Momshaming Akibat Operasi Caesar

#Kesehatan #Ginjal #Gagal Ginjal #Hari Ginjal Sedunia
Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul

Berita Terkait

Indonesia
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
Diharapkan mempermudah para pengguna moda transportasi publik, komuter, pekerja, dan warga sekitar dalam mengakses layanan kesehatan yang cepat, nyaman, dan profesional.
Dwi Astarini - Rabu, 22 Oktober 2025
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
ShowBiz
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
Konsumsi suplemen zat besi sejak dini penting bagi perempuan.
Dwi Astarini - Selasa, 14 Oktober 2025
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
Lifestyle
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Hanya dengan 15 menit 9 detik gerakan sederhana setiap hari, partisipan mengalami peningkatan suasana hati 21 persen lebih tinggi jika dibandingkan ikut wellness retreat.
Dwi Astarini - Senin, 13 Oktober 2025
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Indonesia
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
Penonaktifan itu dilakukan BPJS Kesehatan karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan menunggak pembayaran iuran sebesar Rp 41 miliar.
Dwi Astarini - Jumat, 10 Oktober 2025
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA]: Terlalu Sering Makan Mi Instan Bisa Bikin Usus Tersumbat
Terlalu sering mengonsumsi mi instan bisa membuat usus tersumbat akibat cacing. Namun, apakah informasi ini benar?
Soffi Amira - Rabu, 08 Oktober 2025
[HOAKS atau FAKTA]: Terlalu Sering Makan Mi Instan Bisa Bikin Usus Tersumbat
Indonesia
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Posyandu Ramah Kesehatan Jiwa diperkuat untuk mewujudkan generasi yang sehat fisik dan mental.
Dwi Astarini - Senin, 06 Oktober 2025
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Indonesia
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Langkah ini merupakan bagian dari agenda besar pemerintah dalam memperkuat jaring pengaman sosial, terutama bagi masyarakat rentan.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 02 Oktober 2025
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Lifestyle
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Pertambahan mata minus ini akan mengganggu aktivitas belajar maupun perkembangan anak
Angga Yudha Pratama - Rabu, 01 Oktober 2025
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Fun
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Satu dari tiga orang dewasa di Indonesia memiliki kadar kolesterol tinggi.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 30 September 2025
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Indonesia
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Peredaran rokok ilegal dinilai sangat mengganggu. Sebab, peredarannya bisa merugikan negara hingga merusak kesehatan masyarakat.
Soffi Amira - Kamis, 25 September 2025
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Bagikan