KPK Nilai Setya Novanto Belum Layak Jadi Justice Collabolator, Ternyata Ini Sebabnya

Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto tiba di gedung KPK. (ANTARA FOTO)
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai saat ini belum melihat adanya sikap terbuka dan mengakui perbuatan dari terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP Setya Novanto selama di persidangan.
"Saya kira sejauh ini kita belum lihat hal tersebut (mengakui perbuatan). Misal seperti terkait penerimaan jam dan dugaan penerimaan lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (24/1).
Menurut Febri, belum ada informasi baru yang didapatkan dari Setnov baik di persidangan ataupun selama proses penyidikan. KPK pun mengingatkan, untuk menjadi Justice Collabolator (JC) harus sepenuhnya mengungkapkan kebenaran.
"Yang kita tahu di proses peradilan masih ada sangkalan-sangkalan. Sementara bukti yang dimiliki dan diajukan (JPU KPK) di peradilan sebenarnya sudah sangat kuat," tandas Febri.
Namun, lanjut Febri, KPK belum memberi keputusan apakah akan diterima atau ditolak JC yang diajukan Novanto. Karena, untuk memberikan status JC membutuhkan pertimbangan yang cukup panjang. Terdapat beberapa syarat seseorang bisa mendapatkan JC.
"Kami jelaskan ada syaratnya, salah satunya mengakui perbuatannya. Kemudian membuka info seluas-luasnya. Sampai saat ini baik dalam proses pemeriksaan terdakwa di pengadilan ataupun penyidikan. Kami belum menemukan info yang baru dan cukup kuat dari yang bersangkutan. Beberapa nama yang disebutkan sebenarnya kami juga punya bukti dan sudah diproses saat ini," jelas Febri.
Sampai saat ini, kata Febri, proses persidangan masih berjalan. Sehingga, KPK pun masih terus melakukan pertimbangan dari setiap keterangan dan sikap Novanto sampai ditemukannya kesimpulan apakah Novanto layak atau tidak layak menerima JC.
"Karena, jadi JC harus ungkap peran lain dan dia juga harus mengakui dia pelaku," imbuh Febri.
Febri menambahkan, selama persidangan berjalan, JPU KPK sudah membuka dua bukti keterlibatan Novanto dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut. Pertama, terkait pengaruh dan peran Novanto dalam proyek tersebut yang sudah cukup kuat baik dalam keterangan saksi dan bukti yang diajukan.
"Yang kedua, kami membuktikan dugaan aliran dana kepada Novanto dengan cara sangat rumit berlapis dan sifatnya lintas negara. Itu yang sedang kita buktikan. Nanti tinggal secara bertahap akan buktikan unsur lain seperti kerugian keuangan negara dan juga pihak-pihak lain," terang Febri.
"Hakim akan mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan. Kalau kooperatif akan dianggap meringankan. Ingat kasus ini ancaman seumur hidup atau maksimal 20 tahun," pungkas Febri. (Pon)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
KPK Periksa Eks Pebalap Faryd Sungkar dalam Kasus Pencucian Uang Hasbi Hasan

KPK Lamban Usut Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, MAKI Siap Ajukan Gugatan Praperadilan

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja Dilaporkan ke KPK, Diduga Korupsi Proyek Command Center

Nusron Wahid Ungkap Dua Masalah Utama di Kementerian ATR/BPN

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Sambangi KPK Bahas Pencegahan Korupsi Sektor Pertanahan

Skor MCP Malut Masih Rendah, Gubernur Sherly Tjoanda Minta Arahan KPK

Gubernur Malut Sherly Tjoanda Konsultasi ke KPK Terkait Skor MCP dan Upaya Pencegahan Korupsi

Jawab Tantangan Mahfud MD, KPK Bakal Proaktif Mandiri Usut Dugaan Korupsi Whoosh

Bos Minyak Riza Chalid Mulai Dibidik KPK, Diduga Terlibat Skema Bisnis Katalis Pertamina

KPK Tidak Temukan SK Pencabutan 4 IUP Nikel Raja Ampat Yang Sempat Viral
