KPK Kehabisan Ide Cara Seret Pengemplang BLBI Sjamsul Nursalim
Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (MP/John Abimanyu)
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai kehabisan ide untuk bisa memeriksa saksi kunci kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim.
KPK hanya bisa melakukan penjemputan paksa kepada bos PT Gajah Tunggal Tbk itu bilang yang bersangkutan berada di wilayah hukum Indonesia.
"Kalau di luar negeri tentu (upaya penjemputan paksa) itu tidak bisa kita lakukan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, semalam.
Kendati demikian, KPK optimistis dapat membuktikan secara utuh adanya praktik korupsi dalam penerbitan SKL BLBI tersebut. Terlebih, penyidik telah mengantongi keterangan sejumlah petinggi dari PT Gajah Tunggal termasuk Artalyta Suryani alias Ayin dan sejumlah petani tambak PT Dipasena terkait ihwal korupsi ini.
"Nanti akan dianalisis kembali kalau memang sudah cukup tentu akan dilakukan pelimpahan apakah tahap pertama atau tahap kedua atau hal hal lain yang nanti kami sampaikan lagi," tandas mantan aktivis LSM antikorupsi itu.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka. Dia diduga menerbitkan SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang ternyata masih memiliki kewajiban untuk pengembalian kepada BPPN.
Surat Keterangan Lunas diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-Djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp 4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam perkembanganya, berdasarkan audit investigatif BPK RI kerugian keuangan negara kasus indikasi korupsi terkait penerbitan SKL terhadap BDNI menjadi Rp 4,58 triliun.
KPK telah menerima hasil audit investigatif itu tertanggal 25 Agustus 2017 yang dilakukan BPK terkait perhitungan kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian SKL kepada pemegang saham pengendali BDNI pada 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN. (Pon)
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
Adam Damiri Bawa 8 Novum untuk Dasar PK Kasus Asabri
Soroti Kebakaran Rumah Hakim PN Medan, Eks Penyidik KPK: Bentuk Teror ke Penegak Hukum
Rumah Hakim Kasus Korupsi Proyek Jalan di Sumut Terbakar Misterius, DPR: Kejahatan Terencana!
Laporkan Kekayaan Rp 3,08 Triliun ke KPK, Denny JA: Keterbukaan Adalah Spirit Kepemimpinan
Rumah Hakim yang Tangani Kasus Korupsi Proyek Jalan di Sumut Terbakar, DPR Minta Diusut Sampai Tuntas
KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid, Lanjutkan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi
Gubernur Riau Pakai Duit Pemerasan Buat Jalan Jalan ke Luar Negeri
Adam Damiri Bakal Hadiri Sidang Perdana PK Kasus Asabri di PN Jakarta Pusat
KPK Didesak Usut Dugaan Kejanggalan Saham Jiwasraya, Nilai Kerugian Capai Rp 600 Miliar
Rumah Hakim Tipikor Medan Terbakar Jelang Tuntutan Kasus Korupsi Jalan di Sumut, Eks Penyidik KPK: Perlu Penyelidikan Mendalam