KPK Cecar Gubernur Bengkulu Beri Rekomendasi Usaha Lobster Penyuap Edhy


Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. (Foto: MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur Gusril Pausi pada Senin (18/1) kemarin.
Keduanya diperiksa terkait dengan kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur yang menjerat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Dalam pemeriksaan ini, tim penyidik mencecar Rohidin Mersyah soal rekomendasi usaha lobster yang dia berikan kepada tersangka Suharjito, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP). Suharjito merupakan tersangka penyuap Edhy Prabowo.
Baca Juga:
KPK Periksa Bos Bea Cukai Soekarno-Hatta Terkait Kasus Edhy Prabowo
"Rohidin Mersyah (Gubernur Bengkulu) dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster di Provinsi Bengkulu untuk PT DPP yang diajukan oleh tersangka SJT (Suharjito)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (19/1).
Ali mengatakan, hal serupa juga diselisik penyidik terhadap Bupati Gusril Pausi. Tim penyidik juga mencecar soal rekomendasi usaha lobster yang diberikan kepada perusahaan penyuap Menteri Edhy.
"Gusril Pausi (Bupati Kaur, Bengkulu), dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster dan surat keterangan asal benih benur lobster di Kabupaten Kaur, Bengkulu yang diperuntukkan untuk PT DPP yang diajukan oleh tersangka SJT," ujar Ali.

Seusai diperiksa, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengakui dirinya dicecar mengenai kewenangan perizinan dan proses dalam ekspor benih lobster.
"Kita terkait dengan bagaimana kewenangan perizinan dan prosesnya," kata Rohidin Mersyah di gedung KPK, Senin (18/1).
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh tersangka. Ketujuh tersangka itu yakni, Edhy Prabowo, tiga staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta, Safri serta Amril Mukminin; Siswadi selaku pengurus PT Aero Citra Kargo; Ainul Faqih selaku Staf istri Menteri KP; dan Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama.
Baca Juga:
Kata Gubernur Bengkulu Usai Diperiksa KPK Terkait Kasus Edhy Prabowo
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy. (Pon)
Baca Juga:
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Pakar Hukum UNAIR Soroti Pasal Kontroversial RUU Perampasan Aset, Dinilai Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

Bekas Milik Koruptor, Baju Seharga Goceng Laku Rp 2,6 Juta di Lelang KPK

Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Sita Uang dari Khalid Basalamah

PBNU Desak KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji Biar tidak Jadi Bola Liar

KPK Cecar Eks Sekjen Kemenag Proses Terbitnya SK Kuota Haji Tambahan Era Menag Yaqut

KPK Menggali Keterangan Khalid Basalamah Terkait Perolehan Kuota Haji Khusus

Lisa Mariana di Mabes Polri Bilang Terima Duit Banyak dari RK, KPK Janji Dalami Libatkan PPATK

PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan Tersangka Rudy Tanoe 15 September, KPK Pastikan Hadir

Jadi Tersangka Korupsi Bansos, Rudy Tanoe Ajukan Praperadilan Lawan KPK

KPK Telusuri Aliran Dana Kasus Korupsi Kuota Haji, Termasuk ke PBNU
