Secuplik Riwayat

Kisah Heroik Robert Wolter Mongisidi, Menolak Grasi dan Pilih Mati

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Rabu, 14 Februari 2018
Kisah Heroik Robert Wolter Mongisidi, Menolak Grasi dan Pilih Mati

MA Kamah, Robert Wolter Mongisidi, dan Djoeritman (Makassar, c.1948)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

BERADA dalam tekanan penjajah Belanda membuat generasi muda terbakar gairah untuk angkat senjata. Pekik kemerdekaan terus bergejolak di setiap penjuru daerah. Hal itu juga yang membuat Robert Wolter Mongisidi, pahlawan muda asal Manado bersama para pejuang begitu semangat menggelorakan perang terhadap Belanda.

Berdasarkan catatan sejarah, Mongisidi lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, 14 Februari 1925. Ia gugur di depan moncong senapan kolonial Belanda, saat dieksekusi di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan, pada 5 September 1949. Ketika tewas, usia Mongisidi baru menginjak 24 tahun jalan.

Berhenti Sekolah dan Pilih Berjuang

Dikarenakan Perang Pasifik (1937-1945), pendidikan Mongisidi di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO/setara sekolah menengah pertama) hanya sampai kelas 2. Ia juga sempat memasuki Sekolah Bahasa Nippon sampai penyerahan tanpa syarat Jepang kepada pasukan sekutu.

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan ketika Mongisidi berada di Makassar. Namun, setelah berakhirnya Perang Dunia II, kolonial Belanda justru berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia. Mereka pun datang dengan membawa pasukan Administrasi Sipil Hindia Belanda (NICA).

Di Ujungpandang, Makassar, Mongisidi bergabung dalam barisan pejuang kemerdekaan dan terlibat perang dengan pasukan NICA. Namun, keunggulan jumlah dan profesionalisme tentara kolonial menjadikan pejuang harus menggunakan taktik gerilya.

Untuk mengonsolidasikan kekuatan, pada tanggal 17 Juli 1946, Mongisidi bersama Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi Selatan (Lapris). Ia pun terpilih sebagai sekretaris jenderal.

Agar memudahkan langkahnya masuk ke kota dan mengintai kekuatan lawan, Mongisidi kerap kali menyamar sebagai Polisi Militer Belanda. Akibat penyamaran itu, pihak kolonial pun dibuat kesulitan dan mengalami kerugian besar. Pasukan Lapris menyerang di sekitar kawasan Polombangkeng.

Untuk mematahkan gerakan para pejuang kemerdekaan, kolonial Belanda mengadakan razia besar-besaran pada 28 Februari 1947. Mongisidi yang sedang menyamar akhirnya tertangkap. Namun, pada 27 Oktober 1947 dia berhasil meloloskan diri sehingga menimbulkan keributan di kalangan tentara.

JB Soedarmanta dalam buku Jejak-Jejak Pahlawan mengatakan, pembersihan pun diperketat kolonial Belanda. Sembilan hari kemudian, Mongosidi kembali ditangkap dan ditahan. "Belanda sempat mengajukan kerja sama. Namun, ditolak. Hal itu membuat Mongisidi diadili dan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer Belanda," kata Soedarmanta dalam bukunya.

Pada saat tanda-tanda perdamaian mulai tampak dengan dimulainya perundingan Konferensi Meja Bundar (5 September 1949), bangsa Indonesia dikejutkan dengan kabar eksekusi mati terhadap Robert Wolter Mongisidi di hadapan regu tembak.

"Hukuman itu dihadapinya dengan tenang, bahkan ia menolak untuk ditutup matanya dengan kain saat diesksekusi. Sebuah Injil digenggam di tangan kiri, dan tangan kanan mengepalkan tinju dengan begitu kuat," kata Soedarmanta di dalam buku yang sama.

Pada saat peluru mengarah kepadanya, bukannya gentar justru ia tetap tenang sambil memekik, 'merdeka'. Pemuda nan gagah berani itu pun tewas. Di dalam sel, secarik kertas ditinggalkan dengan berisikan tulisan, "Setia hingga terakhir dalam keyakinan."

Pada 6 November 1973, Robert Wolter Mongisidi dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia. Empat hari kemudian, ia juga mendapatkan penghargaan tertinggi negara, Bintang Mahaputra (Adiprana). (*)

#Secuplik Riwayat #Pahlawan Nasional #Pemerintah Kolonial
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Indonesia
Rumah Kecil Pahlawan Nasional Slamet Riyadi Memprihatinkan, DPRD Solo Ajukan Dana Revitalisasi APBD
Rumah kecil Slamet Riyadi terakhir direhab tahun 1937.
Frengky Aruan - Senin, 18 Agustus 2025
Rumah Kecil Pahlawan Nasional Slamet Riyadi Memprihatinkan, DPRD Solo Ajukan Dana Revitalisasi APBD
Indonesia
Pejuang dan Tokoh Pendiri DI/TII Daud Beureueh Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ini Kiprahnya
Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara pada era Orde Lama dan Orde Baru juga pernah dianggap pemberontak PRRI.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 11 Juli 2025
Pejuang dan Tokoh Pendiri DI/TII Daud Beureueh Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ini Kiprahnya
Tradisi
Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya
Gelar Pahlawan Nasional bukan cuma soal jasa, tapi juga politik dan kontroversi. Dari proses penetapan hingga perdebatan soal Soeharto—simak sejarah panjang dan panasnya di sini!
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 11 Juni 2025
Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya
Indonesia
Wamensos Sebut Keputusan Gelar Pahlawan Soeharto Ada di Istana
Sosok aktivis 98 ini menyampaikan bahwa batas waktu pengusulan dari daerah akan berakhir pada akhir Mei
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 24 Mei 2025
Wamensos Sebut Keputusan Gelar Pahlawan Soeharto Ada di Istana
Berita
Hari Buruh 2025: Marsinah Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Intip Profilnya
Nama Marsinah kembali menggema di tengah perayaan Hari Buruh 2025 yang digelar megah di kawasan Monas, Kamis (1/5/2025).
ImanK - Kamis, 01 Mei 2025
Hari Buruh 2025: Marsinah Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Intip Profilnya
Indonesia
Pesan Usman Hamid di Perayaan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika, Ingatkan Soal Soekarno dan Soeharto
Selain mengutip Soekarno, Usman juga menyuarakan pentingnya perlindungan hutan tersisa di dunia, yaitu hutan di Papua, Amazon, dan Kongo Afrika.
Alwan Ridha Ramdani - Minggu, 27 April 2025
Pesan Usman Hamid di Perayaan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika, Ingatkan Soal Soekarno dan Soeharto
Indonesia
Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Setara Institute: Tak Memenuhi Syarat!
Wacana soal usulan Soeharto jadi pahlawan nasional, mendapat penolakan dari Setara Institute. Sebab, hal itu dianggap belum memenuhi syarat.
Soffi Amira - Kamis, 24 April 2025
Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Setara Institute: Tak Memenuhi Syarat!
Indonesia
Polemik Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Setara Institute Khawatir soal Kebangkitan Orba
Polemik usulan Soeharto jadi pahlawan nasional, kini menuai perhatian. Setara Institute pun mulai khawatir jika akan terjadi kebangkitan Orde Baru.
Soffi Amira - Kamis, 24 April 2025
Polemik Usulan Soeharto Jadi  Pahlawan Nasional, Setara Institute Khawatir soal Kebangkitan Orba
Indonesia
Rencana Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional Tuai Polemik, Mensos: Wajar, Manusia Punya Kekurangan dan Kelebihan
Gus Ipul menjelaskan bahwa pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto dan Gus Dur adalah bentuk mengingat jasa-jasa baiknya.
Frengky Aruan - Kamis, 24 April 2025
Rencana Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional Tuai Polemik, Mensos: Wajar, Manusia Punya Kekurangan dan Kelebihan
Indonesia
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Titiek: Jasanya Begitu Besar
Soeharto kini diusulkan jadi pahlawan nasional. Sang putri, Titiek Soeharto, merespons soal usulan tersebut.
Soffi Amira - Selasa, 22 April 2025
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Titiek: Jasanya Begitu Besar
Bagikan