Kini, KPK Enggak Bisa Sembarangan OTT

Sidang Paripurna DPR yang mengesahkan revisi UU KPK, Selasa (17/9). (MP/Kanugrahan)
Merahputih.com - Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril menilai saat ini KPK tidak akan bisa langsung melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Pasalnya, KPK harus menunggu terbentuknya dewan pengawas sebagaimana isi revisi UU KPK.
"Maka OTT ini harus menunggu dewan pengawas terbentuk, sampai izinnya ada," ujar Oce saat dihubungi, Selasa (17/9).
Baca Juga:
YLKI Kecam Revisi UU KPK Berpotensi Suburkan Praktik Korupsi di Indonesia
Ia juga khawatir nantinya kasus-kasus besar yang kini tengah ditangani KPK bakal terhenti. "Jadi ini akan vakum, jadi pemberantasan korupsi ke depan akan vakum dan kasus besar di KPK akan vakum, akan berhenti," jelas dia.
Seperti diketahui, Rapat Paripurna DPR RI ke-9 Masa Persidangan I periode 2019-2020 menyetujui hasil revisi Undang-Undang tentang KPK untuk disahkan menjadi undang-undang.

"Apakah pembahasan tingkat dua pengambilan keputusan tentang Rancangan UU tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang," ujar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat memimpin Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (14/9)
Pertanyaan Fahri dijawab setuju oleh seluruh anggota DPR yang hadir. Berdasarkan laporan Fahri Hamzah terdapat 289 anggota DPR RI yang menandatangani daftar hadir dari total 560 anggota DPR.
Baca Juga:
Berikut adalah pokok-pokok materi yang diatur dalam revisi UU KPK:
1. Kelembagaan KPK merupakan rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaannya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
2. Dalam penghentian penyidikan dan penuntutan, KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan apabila tidak selesai dalam dua tahun. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum.
3. Dalam hal penyadapan, dilaksanakan setelah mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK yang paling lambat diberikan 1 X 24 jam. Penyadapan paling lama dilakukan enam bulan dan dapat diperpanjang yang dimaksudkan untuk lebih menjunjung hak asasi manusia.
4. Terkait status kepegawaian, pegawai KPK merupakan anggota KORPRI sesuai dengan undang-undang. Pengangkatan dilakukan sesuai undang-undang.
"Atas nama Presiden kami menyampaikan terima kasih kepada Badan Legislasi dan Anggota DPR RI yang terhormat atas dedikasi, kerja keras sehingga dapat menyelesaikan pembahasan rancangan UU ini," kata Menkumham Yasonna Laoly.
Empat fraksi, yakni Gerindra, PKS, PPP dan Demokrat menyampaikan sejumlah catatan terkait revisi UU KPK. Umumnya menyangkut keberadaan dewan pengawas yang harus dipastikan berdiri independen. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
KPK Periksa Bupati Pati Sudewo, Dalami Dugaan Fee Proyek DJKA yang Mengalir ke DPR

Bupati Pati Sudewo Irit Bicara Usai Diperiksa KPK 5 Jam terkait Kasus Korupsi Proyek DJKA

KPK Bakal Panggil Anggota DPRD Gorontalo Wahyudin Moridu Buntut LHKPN yang Tak Sesuai

KPK Kembali Periksa Bupati Pati Sudewo terkait Kasus Korupsi DJKA

Mencegah Kesucian Ibadah Tercoreng, KPK Diminta Tuntaskan Skandal Korupsi Kuota Haji Secepatnya

KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara

KPK Memanggil 23 Pemilik Tanah Diduga Terlibat Korupsi CSR Bank Indonesia

Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji

Dugaan Korupsi Kuota Haji Terbongkar, KPK Ungkap Alasan Khalid Basalamah Kembalikan Dolar Secara Bertahap

KPK Ungkap 'Rayuan' Oknum Kemenag Agar Khalid Basalamah Pindah dari Haji Furoda ke Khusus
