Ketua Komisi III DPR: KUHAP Lama Lebih Berbahaya, KUHAP Baru Lebih Progresif
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/7/2023). (ANTARA/Melalusa Susthira K.)
MerahPutih.com - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menegaskan, bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), yang tengah dibahas saat ini lebih progresif dibanding KUHAP yang saat ini masih berlaku.
Bahkan, ia menyebut KUHAP lama justru lebih berbahaya.
"Jadi, teman-teman, kalau dibilang bahaya KUHAP baru, nah yang lebih bahaya dan sedang berlaku ini KUHAP lama," ujar Habiburokhman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/7).
Politikus Gerindra itu menjelaskan, sejumlah ketentuan dalam KUHAP baru telah mengalami kemajuan signifikan. Salah satunya menyangkut penanganan laporan masyarakat.
Baca juga:
Pada Pasal 23 Ayat (7) RUU KUHAP, diatur bahwa apabila penyidik tidak menanggapi laporan dalam waktu 14 hari, maka penyidik dapat dilaporkan kepada atasan atau pejabat pengawas.
"Di KUHAP lama, tidak diatur soal tindak lanjut laporan. Tidak ada kepastian hukum. Di Pasal 23 Ayat 7 KUHAP baru, kami buat aturan yang lebih progresif," tegasnya.
Habiburokhman juga menyoroti pengaturan soal pendampingan hukum. Dalam KUHAP baru, pendampingan kuasa hukum diberikan tidak hanya kepada tersangka, tetapi juga kepada saksi dan korban. Ia menilai ini sebagai lompatan besar dalam perlindungan hak-hak hukum warga.
"Saya bingung kalau ada yang malah mengagung-agungkan KUHAP lama, padahal KUHAP baru ini pengaturannya sudah sangat-sangat progresif," katanya.
Baca juga:
Habiburokhman Tegaskan Aturan Penyadapan Tidak Dibahas di RUU KUHAP
Ia menambahkan, bahwa pengaturan hak tersangka untuk memilih dan menghubungi advokat dalam setiap pemeriksaan merupakan kemajuan yang diapresiasi banyak pencari keadilan dan advokat publik.
Lebih lanjut, KUHAP baru juga mengatur ulang soal syarat penahanan agar lebih terukur dan tidak semena-mena. Dalam KUHAP lama, seseorang bisa ditahan atas dasar kekhawatiran akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Namun dalam KUHAP baru, istilah "kekhawatiran" diganti dengan "berupaya", yang dinilai lebih objektif.
"Tiga kekhawatiran itu cukup untuk menahan orang dalam KUHAP lama. Di KUHAP baru, kami ganti dengan 'berupaya'. Artinya, harus ada tindakan nyata, bukan sekadar dugaan," jelasnya.
Baca juga:
Penyadapan Tak Masuk KUHAP, Barang Sitaan Berpotensi Turun Mutu Kini Boleh Dilelang
Habiburokhman pun menutup pernyataannya dengan kembali menekankan bahwa justru KUHAP lama yang lebih berbahaya dibandingkan dengan versi baru yang tengah dirancang.
"Jadi saya bingung disebut KUHAP baru bahaya. Justru pengaturan di KUHAP yang existing saat inilah yang bahaya," pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Komisi III DPR Sebut Usul Kapolri Dipilih Presiden Ahistoris dan Bertentangan dengan Reformasi
Komisi III DPR Sebut Putusan MK bukan Larangan Mutlak Penugasan Anggota Polri, Justru Perjelas Status dan Rantai Komando
Habiburokhman tak Masalah Anggota Polri Bertugas di Instansi Lain, Selama Sesuai Fungsi Kepolisian
Komisi III DPR: Perkap Polri 10/2025 Jawab Kekaburan Norma Penugasan Anggota Polri
22 Tewas dalam Kebakaran Terra Drone, DPR Tekankan Audit Standar Keselamatan Gedung
Legislator Golkar: Ultimatum Prabowo Jadi Peringatan Keras bagi Pejabat saat Tangani Bencana
Peringati Hakordia 2025, Komisi III DPR Beri Catatan untuk Aparat Penegak Hukum
Elit Saling Adu Opini soal Bencana Alam Sumatra, Bamsoet: Stop Saling Menyalahkan, Fokus pada Penanganan
Raker Wamenkum Edward Omar Sharif dengan Komisi III DPR bahas RUU Penyesuaian Pidana
Raker Kakorlantas Polri dengan Komisi III DPR Bahas Arus Mudik Natal dan Tahun Baru 2026