Kesetaraan dan Keintiman Semu di Media Sosial
Media sosial memberikan kesemuan keintiman. (Foto: Unsplash/Merakist)
SUDAH bukan rahasia lagi bila media sosial memiliki dampak positif dan negatif. Beberapa dampak yang ditimbulkan dari media sosial adalah adanya kesetaraan semu hingga keintiman semu, kata Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Deddy Mulyana, PhD.
Deddy menyampaikan hal tersebut saat menjadi pembicara pada diskusi virtual Satu Jam Berbincang Ilmu Komunikasi Antarbudaya di Era Digital: Tantangan dan Paradoks yang digelar Dewan Profesor Unpad, akhir pekan lalu.
Baca Juga:
Media sosial menurutnya telah menciptakan perilaku iri hati dan ilusi. “(Di media sosial) banyak orang mengunggah foto-foto yang bagus meskipun fakta yang sebenarnya tidak seperti itu. Akhirnya kita terobsesi dengan segala hal, hubungan, dan gaya hidup yang tidak nyata,” tutur pakar komunikasi antarbudaya ini.
Tak hanya itu, Deddy Mulyana melihat perkembangan teknologi komunikasi, terutama media sosial, cenderung digunakan untuk saling menghancurkan. Padahal seyogianya media sosial dipakai untuk memudahkan antarbangsa maupun komunitas untuk melakukan pertukaran budaya yang saling menguntungkan.
Deddy memaparkan, media sosial dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Fenomena ini diperkuat dengan adanya temuan riset di Amerika Serikat pada 2009 ketika media sosial Facebook dan Twitter tengah populer.
Baca Juga:
Hasil riset tersebut memprediksikan bahwa dua media sosial tersebut dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. “Gejala-gejala ini sudah lama terlihat di seluruh dunia, termasuk di negara kita,” katanya.
Berbagai peristiwa, konflik, hingga polarisasi politik kerap muncul akibat pengaruh media sosial. Salah satu pengaruh tersebut adalah masifnya peredaran hoaks di media sosial. Prof. Deddy mengatakan, banyak dari perilaku hoaks di media sosial yang berujung pada kerusuhan dan pembunuhan.
Karena itu, menyongsong era masyarakat digital 5.0, Prof. Deddy menekankan perlunya keseimbangan teknologi dan kesejahteraan sosial. Komunikasi tatap muka tetap diutamakan ketimbang komunikasi via media digital. “Media sosial hanya dijadikan sebagai pelengkap,” kata Prof. Deddy.
Ia menegaskan, penguatan pendidikan karakter dan literasi digital juga diperlukan, baik di tingkat keluarga hingga lembaga pendidikan. Selain itu, peran pemerintah melalui penerapan peraturan perundang-undangan juga diperlukan. (Imanha/Jawa Barat)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Imbas Konten Pornografi, X Harus Bayar Denda Rp 80 Juta ke Pemerintah
Polda Jabar Bakal Selidiki YouTuber Resbob Terkait Dugaan Ujaran Kebencian
DPR Usul Buzzer Bisa Langsung Diusut Tanpa Aduan, Revisi UU ITE Kembali Diungkapkan
Indonesia Resmi Atur Anak di Ruang Digital, Sanksi Bagi Platform Tengah Dirumuskan
Menkomdigi Tegaskan Batas Usia Pengguna Medsos Wajib Dipatuhi, PSE Siap Kena Sanksi
Larangan Medsos di Australia, Meta Mulai Keluarkan Anak-Anak dari Instagram dan Facebook
Buntut Ledakan di SMAN 72 Jakarta, Pramono Kaji Pembatasan Medsos Bagi Siswa
[HOAKS atau FAKTA] : Mark Zuckerberg Sebut, Jika Perang antara AS dan Iran Pecah, Dunia akan Kehilangan Media Sosial Instagram hingga Google
Akun Medsos Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta Diperiksa, Polisi Temukan Barang Bukti Penting
[HOAKS atau FAKTA]: Pertamina Kasih Duit Rp 7 Juta Buat Netizen yang Unggah Citra Baik di Media Sosial