Kesehatan Jiwa Perawat Balita Perlu Dievaluasi Buat Hindari Kekerasan


ilustrasi perundungan. ANTARA News /Andre Angkawijaya
MerahPutih.com - Kasus penyiksaan atau kekerasan pada balita yang dikabarkan media, seperti perempuan di Jakarta Selatan yang membanting bayi, pria di Pinrang yang menyandera anaknya selama 16 jam karena bertengkar dengan istrinya, hingga bayi di Makassar yang dianiaya pacar ibunya menjadi keprihatinan Kementerian Kesehatan.
Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menyebutkan perlu ada evaluasi kesehatan jiwa bagi orang tua dan guru yang merawat para balita, serta upaya pencegahan faktor-faktor risiko gangguan kejiwaan sebagai upaya mencegah kasus kekerasan pada balita.
"Kementerian Kesehatan sudah menyosialisasikan buku pengasuhan positif pada anak dan P3LP (Pertolongan pertama pada luka psikologis) untuk guru-guru. Namun untuk daycare, banyak yang belum mendapatkan izin dari Kemendikbudristek karena daycare tersebut memang digabungkan dengan yayasan sekolah TK yg sudah berdiri," ujarnya.
Ia menjelaskan, masalah kesehatan memiliki beberapa aspek yaitu aspek fisik dan psikis. Sebelum pandemi COVID-19, katanya, fokus penanganan kasus kesehatan lebih menekankan aspek fisik. Namun setelah pandemi, kasus kesehatan akibat gangguan psikis dan mental meningkat secara signifikan.
Baca juga:
Kronologi Kasus Kekerasan terhadap Balita di Daycare Cimanggis Depok
Kemekes, kata ia, berupaya meningkatkan perhatian terhadap penanganan kesehatan mental dengan mengangkat program kesehatan jiwa menjadi salah satu program prioritas, dengan harapan kasus-kasus serupa menurun angka kejadiannya.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) memberikan definisi kesehatan jiwa sebagai kondisi dimana seseorang dapat berkembang secara fisik, mental, sosial, dan spiritual, serta mampu menyadari kemampuan dirinya dan memberikan kontribusi bagi lingkungannya. Sehingga, kata dia, upaya-upaya kesehatan jiwa yang dilakukan, meliputi promotif, preventif, dan kuratif.
Adapun sejumlah upaya pencegahan, lanjutnya, dengan meminimalisir atau mengeliminasi faktor-faktor risiko munculnya gangguan jiwa, antara lain genetik dan biologis, pengalaman hidup yang traumatis, stres berkepanjangan, lingkungan sosial dan ekonomi, serta penyalahgunaan zat.
"Dengan menerapkan upaya menuju kesehatan jiwa mulai dari kandungan hingga lansia akan melahirkan individu dewasa yang stabil dan sehat jiwa," Imran.
Baca juga:
Menparekraf Dukung Blokir Game Online dengan Unsur Kekerasan, Gibran: Regulasinya Kita Perketat
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memandang pentingnya negara untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengasuhan Anak, sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak dalam pengasuhan.
"Pentingnya negara melengkapi kebijakannya setelah Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu mensahkan Rancangan Undang-Undang Pengasuhan Anak yang bicara dukungan pengasuhan semesta yang sudah 11 tahun di meja legislasi untuk dirampungkan," kata Wakil Ketua KPAI Jasra Putra. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Korban Kekerasan Seksual Anak Minta Elon Musk Hapus Tautan ke Gambarnya, Pihak Penjual Terdeteksi Berlokasi di Jakarta

Tega! Kepala Sekolah di Maluku Cabuli Siswa SD di Kebun Warga Hingga Hamil

Politikus DPR Desak Pemerintah Segera Blokir Roblox, Jerumuskan Masa Depan Anak ke Tindak Kekerasan

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

4 Anak Diduga Alami Kekerasan di Boyolali, Dikurung dan Dirantai

Anak di Bawah Umur di Cianjur Diperkosa 12 Orang, Polisi Harus Gerak Cepat Tangkap Buron

Kalau Kamu Rasakan 3 Hal Ini Lebih dari 2 Pekan, Dokter Bilang Itu Depresi Lho!

Anak Diterlantarkan di Jakarta Dalam Kondisi Memprihatinkan, Pemerintah Desak Polisi Segera Tangkap Orang Tua Korban

Pemprov DKI Desak Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Berani Bersuara, Jangan Takut Melapor

Penembakan di Sekolah Austria, 10 Orang Tewas dan Mengejutkan Warga
