Keragaman Budaya Cabai di Asia Tenggara dan Jerman


Cabai mendunia. (Foto: Istimewa)
DI beberapa kawasan Asia Tenggara, cabai sangat populer digunakan sebagai penguat rasa makanan maupun pelengkap bumbu hidangan. Sementara di Jerman, cabai juga berangsur memikat indera pengecap para pecinta kuliner.
Pada Jumat 5 November 2021, Goethe-Institut Jakarta beserta Goethe-Institut Bandung, Bangkok, dan Yangon menyelenggarakan gelar wicara virtual bertajuk 'Budaya Cabai di Asia Tenggara dan Jerman'. Gelar wicara ini merupakan bagian dari proyek regional jangka panjang bertajuk 'Goethe is(s)t scharf' yang fokus kepada isu keberlanjutan.
Baca Juga:
Koki Petty Elliot, yang menjadi salah satu pembicara menceritakan, perkembangan budaya cabai di Indonesia sangat kuat dari berbagai sudut sejak cabai dibawa dan diperkenalkan oleh penjelajah dari Portugis sejak 1511. Perkembangan terjadi mulai dari sudut produksi, variasi, dan kreativitas penggunaan cabai dalam memasak.

Cabai tidak hanya menjadi bahan makanan utama, tetapi juga digunakan dalam minuman dan hidangan pencuci mulut. "Cabai memberikan energi untuk masyarakat Indonesia. Cabai juga memberikan koneksi dan hubungan yang kuat dalam makanan daerah di Indonesia melalui sambal," ujar Petty.
Pakar kuliner William Wongso yang juga hadir pada kesempatan itu menambahkan, Indonesia lekat dengan budaya sambal, sebab kebanyakan masyarakat Indonesia memiliki 'state of mind sambal'. Artinya, masyarakat lebih dulu memikirkan keberadaan sambal itu sendiri bahkan sebelum mencicipi makanan utama. "Masyarakat Indonesia itu kalau makan belum lengkap tanpa sambal," ujarnya.
Baca Juga:
Gudeg Manggar dan Lemper Sanden Ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda
Menurut juri Masterchef Myanmar, Daw Phyu Phyu Tin, penduduk Myanmar menggunakan cabai sebagai bahan dan bumbu penting untuk memasak serta digunakan untuk obat tradisional. Lebih dari 80 persen penduduk Myanmar menggunakan cabai dalam menyiapkan makanan sehari-hari.

Cabai digunakan dalam berbagai bentuk, mulai dari cabai segar, kering secara keseluruhan sebagai bagian dari bahan masakan, saus, jus, serta bubuk sebagai bumbu penyedap rasa hingga sebagai wangi aromatik. "Masyarakat Myanmar mengonsumsi sebagian besar produksi cabai di Myanmar dan mengimpor berbagai jenis cabai dari luar negeri untuk diolah menjadi masakan internasional," ujar Daw.
Alexander Hicks, seorang pakar cabai asal Jerman mengungkapkan, budaya cabai di Jerman terus berkembang. Makanan pedas sebelumnya adalah keistimewaan yang hanya dapat ditemukan di restoran-restoran etnik. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak restoran di Jerman yang menyajikan makanan tradisional pedas dari berbagai belahan dunia.
Di Jerman, sudah banyak orang yang menanam cabai meskipun negara tersebut mengalami musim dingin. Hal itu membuat masa tanam cabai menjadi singkat. Banyak pencinta cabai di Jerman mengatasi keadaan ini dengan membangun rumah kaca kecil untuk memperpanjang musim tanam. "Cabai telah berkembang menjadi lebih mudah untuk tumbuh di berbagai iklim," papar Hicks. (ikh)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Jepang Selamat dari Ancaman Kekurangan Bir, Perusahaan Asahi kembali Berproduksi setelah Serangan Siber

Deretan Acara Café Brasserie Expo 2025, Pilihan Terbaik Bagi Para Pencinta F&B

Coco Series dari Roemah Koffie Dikenalkan di Athena, Membawa Ciri Khas Tropis

Ahhh-fterwork Hadirkan Perjalanan Multisensori nan Penuh Petualangan, Ditutup Sesi Omakase Memanjakan Lidah

Remaja China Kencingi Kuah Hotpot, Diharuskan Ganti Rugi Rp 4,7 Miliar

'Demon Slayer: Infinity Castle' Jadi Inspirasi Kolaborasi Menu Minuman Eksklusif

Jeritan UMKM di District Blok M, Harga Sewa Naik Langsung Bikin Tenant Cabut

Menemukan Ketenangan dan Cita Rasa Bali di Element by Westin Ubud, Momen Sederhana Jadi Istimewa

Karyawan Palsukan Tanggal Kedaluwarsa, Jaringan Ritel Jepang Hentikan Penjualan Onigiri

Oase Seribu Rasa di Arena Lakeside Kemayoran, Sajikan Kelezatan Nusantara dan Asia Tenggara dengan Sentuhan Modern
