Kerabat Petahana Bisa Ikut Pilkada, MK Legalkan Politik Dinasti?
Ilustrasi Kepala Daerah (MerahPutih/Alfi Rahmadhani)
MerahPutih Nasional - Mahkamah Konstitusi (MK) melalui amar putusannnya memutuskan bahwa politik dinasti tidak melanggar hukum.
Lembaga peradilan tertinggi di tanah air mengabulkan Pengujian Undang-Undang (PUU) Pasal 7 huruf R UU No.8 Tahun 2015 tengang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam amar putusan tersebut dijelaskan bahwa keluarga calon petahana dibolehkan maju sebagai calon kepala daerah.
"Mengabulkan sebagian permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusannya di gedung MK, Jakarta, Rabu (8/7).
Majelis menilai ketentuan pasal yang membatasi keluarga calon petahana dalam pilkada dinilai melanggar hak konstitusi warga negara.
Sementara itu, Hakim konstitusi, Patrialis Akbar, menyatakan ketentuan dalam Pasal 7 huruf r yang melarang keluarga inkumben mencalonkan diri sebagai kepala daerah melanggar Pasal 28 J ayat 2 UUD 45.
"Pasal 7 huruf r mengandung muatan diskriminasi, diakui pembentuk undang-undang dalam memuat perbedaan perlakuan yang semata-mata atas status kelahiran dan kekerabatan," kata Patrialis.
Adapun Pasal 7 huruf r berbunyi: "Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut; tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana."
Pasal tersebut merupakan ketentuan dari Pasal 7 yang berbunyi: "Yang dimaksud dengan tidak memiliki konflik kepentingan adalah antara lain, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan."
Pihak yang mengajukan permohonan PUU adalah Adnan Purichta Ichsan yang juga anggota DPRD Sulawesi Selatan. Ia adalah putra Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo. Adnan menilai ketentuan Pasal 7 huruf r diskriminatif.
Selain itu Aji Sumarno, menantu Bupati Selayar Syahrir Wabah juga mengajukan permohonan PUU serupa. (bhd)
BACA JUGA:
Bawaslu Ngambek Ancam Pilkada Serentak Ditunda
Ditanya Anggaran Pilkada Serentak Membengkak, Ketua KPU Bingung
Pilkada Serentak Berpotensi Rusuh, Bang Yos Minta Anggaran BIN Ditambah
Bagikan
Bahaudin Marcopolo
Berita Terkait
MK Gelar Sidang Uji Materiil UU Pers, Ahli Nilai Pasal 8 Belum Jamin Perlindungan Wartawan
IWAKUM Hadirkan Saksi dan Ahli dalam Sidang Lanjutan Uji Materiil UU Pers di MK
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
MK Tolak Perubahan Usai Pemuda Menjadi 40 Tahun di UU Kepemudaan
Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung