Kenali Penyebab dan Gejala Penyakit Lupus


Penyakit lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan salah satu jenis penyakit autoimun yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan dan sel sehat. (Foto: Freepik/Benzoix)
PENTING untuk kamu khususnya para perempuan untuk mengenal lebih lengkap tentang penyakit lupus. Nama lengkapnya Systemic Lupus Erythematosus (SLE).
Ini salah satu jenis penyakit autoimun yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan dan sel sehat. Lupus menyebabkan sel-sel tubuh mengalami kerusakan dan peradangan.
Seharusnya, antibodi atau sistem kekebalan tubuh berfungsi untuk melindungi tubuh dari berbagai sel abnormal atau asing seperti virus dan bakteri yang berpotensi menyebabkan penyakit.
Namun, hal ini terbalik pada penderita lupus. Antibodi justru menyerang sel-sel sehat dari dalam tubuh. Akibatnya tubuh akan lebih rentan terkena infeksi atau peradangan.
Baca juga:

Penyebab
Umumnya, penyakit lupus karena adanya kelainan pada sistem imun yang menyerang jaringan atau sel sehat dalam tubuh. Namun, kondisi ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, hormon, dan genetik.
Beberapa faktor yang terdapat di lingkungan ternyata dapat meningkatkan risiko lupus. Misalnya karena adanya paparan racun seperti merkuri, asap rokok, dan gel natrium silika. Beberapa zat tersebut dapat memicu peradangan dan mendorong terbentuknya autoantibodi yang menyerang sel tubuh sendiri.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, sekira 9 dari 10 diagnosis lupus ditemukan pada orang berusia 15 hingga 44 tahun yang berjenis kelamin perempuan.
Melansir Mayo Clinic, perempuan lebih rentan mengalami lupus dibandingkan pria karena lebih banyak menghasilkan dan menggunakan hormon estrogen atau disebut juga hormon 'immuno-enhancing'.
Hormon tersebut membuat perempuan mempunyai sistem kekebalan lebih kuat. Namun, ini justru menjadi bumerang ketika antibodi berubah menjadi autoantibodi dan menyerang sel tubuh sehingga penyakit autoimun lebih rentan terjadi.
Faktor selanjutnya yang dapat meningkatkan risiko penyakit lupus adalah genetik atau garis keturunan. Tak jarang orang-orang yang memiliki riwayat keluarga terkena lupus mendapatkan hasil positif saat tes DNA autoimun.
Baca juga:

Gejala
Lupus sangat sulit didiagnosis, mengingat tanda-tanda lupus dapat menyerupai banyak kondisi kesehatan lainnya.
Pertama, akan ada gejala bengkak, nyeri, dan kaku pada sendi. Tanda-tanda ini paling sering muncul di pergelangan tangan, buku-buku jari, dan jari-jari.
Kedua, ruam kupu-kupu di wajah. Menurut CDC, ruam dapat terjadi di bagian mana pun dari tubuh, tapi salah satu tanda lupus yang paling umum adalah ruam wajah berbentuk kupu-kupu merah yang berbeda yang memanjang di batang hidung dan di kedua pipi.
Ketiga, sensitif terhadap sinar matahari. Penderita lupus sensitif terhadap sinar matahari dan sumber sinar UV lainnya, yang dikenal sebagai fotosensitivitas.
Keempat, demam tinggi. Mereka bisa mengalami demam yang lebih tinggi dari 37 derajat celcius selama masa kambuh baik karena peradangan tubuh yang disebabkan oleh lupus atau infeksi.
Kelima, nyeri dada. Ini disebabkan peradangan pada jantung atau lapisan luar atau dalamnya.
Keenam, rambut kian rontok. Kurang lebih 70 persen orang yang didiagnosis pengidap lupus mengalami kerontokan rambut. Rambut menjadi kering dan rapuh, yang menyebabkan kerusakan.
Ketujuh, luka pada mulut. Berbeda dengan sariawan atau abses, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, sehingga banyak pasien yang mungkin tidak tahu bahwa mereka mengidapnya.
Kedelapan, permasalahan pada ginjal. Gejala terjadi pada manifestasi penyakit yang lebih serius. Seseorang dengan lupus dapat mengalami kerusakan ginjal tanpa ia mengetahuinya hingga menjadi serius.
Kesembilan, anemia. Pengidap lupus akan mengalami peradangan, karena peradangan inilah maka akan mengalami anemia. Anemia tidak memiliki cukup sel darah merah untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Kesepuluh, kejang, kehilangan ingatan, dan masalah kognitif. Hal ini terjadi karena lupus dapat menyerang otak pengidapnya. Beberapa otak pasien dapat dipengaruhi oleh penyakit ini, namun beberapa penderita lain tidak mengalami gejala kognitif ini sama sekali. (dgs)
Baca juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
