Kejanggalan Vonis Ringan Ketua KPK Firli Bahuri

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Jumat, 25 September 2020
Kejanggalan Vonis Ringan Ketua KPK Firli Bahuri

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memvonis Ketua KPK Firli Bahuri bersalah melanggar etik. Firli dinyatakan melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf n dan Pasal 8 Ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK terkait bergaya hidup mewah.

Gaya hidup mewah yang dimaksud itu yakni saat Firli menggunakan helikopter milik perusahaan swasta dalam perjalanan pribadi jenderal bintang tiga itu dari Palembang ke Baturaja.

Baca Juga

MAKI Minta Dewas Putuskan Ketua KPK Firli Bahuri Langgar Kode Etik

Dugaan pelanggaran etik ini awalnya dilaporkan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) kepada Dewas KPK pada 24 Juni 2020. MAKI menyebut Firli melanggar etik dengan bergaya hidup hedonisme yang bertentangan dengan kode etik yang sudah disusun oleh Dewas.

Meski divonis bersalah melanggar etik, namun Dewas hanya menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran tertulis II kepada Firli. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, mempertanyakan kualitas penegakan kode etik di KPK atas putusan ringan Firli.

Menurut Kurnia, tindakan Firli yang menumpang helikopter milik perusahaan swasta saat berkunjung ke Baturaja dari Palembang, Sumatera Selatan, pantas dijatuhi sanksi berat berupa rekomendasi untuk mengundurkan diri dari Ketua KPK.

"Mengingat secara kasat mata tindakan Firli Bahuri yang menggunakan moda transportasi mewah itu semestinya telah memasuki unsur untuk dapat diberikan sanksi berat berupa rekomendasi agar mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK," kata Kurnia dalam keterangannya, Kamis (24/9) malam.

ICW memberikan sedikitnya lima catatan atas putusan tersebut. Pertama, alasan Dewas yang menyebutkan Firli tidak menyadari pelanggaran sangat tidak masuk akal. Sebagai Ketua KPK, kata Kurnia, semestinya Firli memahami dan mengimplementasikan Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

Apalagi, tindakan mantan Kapolda Sumetera Selatan itu juga bersebrangan dengan nilai Integritas yang selama ini sering dikampanyekan oleh KPK, salah satunya tentang hidup sederhana.

Ketua KPK Firli. (Foto: Istimewa)

Kedua, Dewas tidak menimbang sama sekali pelanggaran etik Firli saat menjabat sebagai Deputi Penindakan. ICW pada tahun 2018 melaporkan Firli ke Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat atas dugaan melakukan pertemuan dengan pihak yang sedang berperkara di KPK.

Kurnia menjelaskan, pada September 2019 lalu, KPK pun mengumumkan Firli terbukti melanggar kode etik, bahkan saat itu dijatuhkan sanksi pelanggaran berat. Sementara dalam putusan terbaru, Dewas menyebutkan Firli tidak pernah dihukum akibat pelanggaran kode etik.

Ketiga, Dewas KPK abai dalam melihat tindakan Firli saat mengendarai moda transportasi mewah sebagai rangkaian atas berbagai kontroversi yang sempat dilakukan. Mulai dari tidak melindungi pegawai saat diduga disekap ketika ingin melakukan penangkapan sampai pada pengembalian paksa Kompol Rossa Purbo Bekti.

"Sehingga, pemeriksaan oleh Dewas KPK tidak menggunakan spektrum yang lebih luas dan komprehensif," sesal Kurnia.

Keempat, putusan Dewas terhadap Firli sulit untuk mengangkat reputasi KPK yang kian terpuruk. Sebab, sanksi ringan itu bukan tidak mungkin akan jadi preseden bagi pegawai atau Pimpinan KPK lainnya atas pelanggaran sejenis.

"Jika dilihat ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020, praktis tidak ada konsekuensi apapun atas sanksi ringan, hanya tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, tugas belajar atau pelatihan, baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri," tegas Kurnia.

Kelima, lemahnya peran Dewas dalam mengawasi etika pimpinan dan pegawai KPK. Dalam kasus Firli, semesti Dewas dapat mendalami kemungkinan adanya potensi tindak pidana suap atau gratifikasi dalam penggunaan helikopter tersebut.

Dalam putusan Firli, diungkapkan Kurnia, Dewas tidak menyebutkan dengan terang apakah Firli sebagai terlapor membayar jasa helikopter itu dari uang sendiri atau sebagai bagian dari gratifikasi yang diterimanya sebagai pejabat negara.

Kurnia menyayangkan Dewas hanya berhenti pada pembuktian, bahwa menaiki helikopter merupakan bagian dari pelanggaran etika hidup sederhana.

"Terlepas dari putusan sanksi ringan yang mengecewakan tersebut, ICW menilai pelanggaran kode etik yang terbukti dilakukan Firli sudah lebih dari cukup untuk dirinya mengundurkan diri," kata Kurnia.

Baca Juga

Positif COVID-19, Anggota Dewas KPK Syamsudin Haris Dirawat di RS Pertamina

Sementara itu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman, mengaku kecewa atas sanksi ringan yang dijatuhkan Dewas kepada Firli. Boyamin sebelumnya berharap Firli dapat dijatuhkan sanksi berat berupa diminta mengundurkan diri dari jabatan sebagai Ketua KPK.

"Berkaitan dengan dulu permintaan saya waktu jadi saksi kan meminta pak Firli digeser dari ketua KPK menjadi wakil ketua KPK. Dan itu tadi belum dipenuhi, saya juga sebenernya sedikit kecewa," kata Boyamin, Kamis (24/9).

Kendati demikian, Boyamin mengaku mengapresiasi proses penegakan etik yang dilakukan Dewas atas laporannya tersebut. Ia meyakini, sanksi teguran tertulis II yang dijatuhkan Dewas cukup memberikan efek jera agar Firli tak mengulangi perbuatannya kembali.

"Saya berharap dengan putusan ini, melecut, memacu, katakanlah menjewer Pak Firli untuk serius lagi kerja di KPK dalam bentuk pemberantasan korupsi," ujar Boyamin.

Jika menengok ke belakang, sejumlah pihak juga mendesak Firli untuk diberhentikan dari posisinya sebagai Ketua KPK. Salah satunya datang dari Guru Besar UIN Jakarta, Prof Azyumardi Azra. Azra menilai, Dewas perlu memberikan hukuman sanksi berat kepada Firli.

"Karena pelanggaran ini pelanggaran berat, ya baik dari sudut etika, dari sudut moral, dari kepatutan publik, ya kan harus diberhentikan," kata Azra dalam diskusi daring yang digelar ICW, Senin (14/9) lalu.

Baca Juga

KPK Didesak Selidiki Mafia Hukum Kasus Suap Djoko Tjandra

Menutut Azra, pemberhentian Firli dari jabatannya merupakan bentuk pelajaran bahwa orang-orang di KPK harus bisa memberikan teladan. Baik dalam sudut moral, etika, dan kepatutannya.

"Kalau dia melakukan hal yang tidak patut ya, saya bilang dia tidak pada posisi yang tepat untuk menjadi komisioner apalagi menjadi kepala KPK, itu enggak," ujar Azra. (Pon)

#Firli Bahuri #KPK #ICW
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Temuan Awal Duit Korupsi Bupati Lampung Tengah Rp 5 Miliar, Diduga Buat Bayar Utang Pilkada
Tidak akuntabel dan tidak transparannya laporan keuangan partai politik turut memperbesar risiko masuknya aliran dana tidak sah ke dalam sistem kepartaian.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 13 Desember 2025
Temuan Awal Duit Korupsi Bupati Lampung Tengah Rp 5 Miliar, Diduga Buat Bayar Utang Pilkada
Indonesia
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye
KPK mengungkap total aliran dana Rp 5,75 miliar yang diduga diterima Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dari fee proyek dan gratifikasi.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 11 Desember 2025
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye
Indonesia
KPK Tetapkan Bupati Lampung Tengah dan Anggota DPRD Riki Hendra Saputra sebagai Tersangka Kasus Korupsi
KPK menetapkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dan empat orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa dan gratifikasi.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 11 Desember 2025
KPK Tetapkan Bupati Lampung Tengah dan Anggota DPRD Riki Hendra Saputra sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Indonesia
Dedi Mulyadi Kunjungi Gedung KPK, Bahas Penyelamatan Aset Negara di Jawa Barat
Dedi Mulyadi mengunjungi Gedung KPK, Kamis (11/12). Kunjungan itu membahas penyelamatan aset negara di Jawa Barat.
Soffi Amira - Kamis, 11 Desember 2025
Dedi Mulyadi Kunjungi Gedung KPK, Bahas Penyelamatan Aset Negara di Jawa Barat
Indonesia
OTT Bupati Lampung Tengah, KPK Sita Uang Tunai dan Logam Mulia
KPK menangkap Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dalam OTT. Lima orang diamankan, sementara barang bukti berupa uang rupiah dan logam mulia disita.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 11 Desember 2025
OTT Bupati Lampung Tengah, KPK Sita Uang Tunai dan Logam Mulia
Indonesia
Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Terjaring OTT KPK, Golkar Hormati Proses Hukum
Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, terjaring OTT KPK pada Rabu (10/12). Golkar pun menghormati proses hukum yang berlaku.
Soffi Amira - Kamis, 11 Desember 2025
Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Terjaring OTT KPK, Golkar Hormati Proses Hukum
Indonesia
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Diperiksa Intensif di Gedung KPK
Mereka yang ditangkap dalam operasi senyap tersebut saat ini diperiksa intensif oleh tim penyidik di markas antirasuah.
Dwi Astarini - Rabu, 10 Desember 2025
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Diperiksa Intensif di Gedung KPK
Indonesia
OTT Bupati Lampung Tengah, Operasi Senyap ke-8 KPK Tahun 2025
OTT Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya menambah daftar pejabat negara yang terjaring operasi senyap lembaga antirasuah sepanjang tahun 2025
Wisnu Cipto - Rabu, 10 Desember 2025
OTT Bupati Lampung Tengah, Operasi Senyap ke-8 KPK Tahun 2025
Indonesia
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Tiba di Gedung KPK
Bupati Lampung Tengah di markas antirasuah pada pukul 20.18 WIB, setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh tim penindakan KPK.
Wisnu Cipto - Rabu, 10 Desember 2025
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Tiba di Gedung KPK
Indonesia
Peringati Hakordia 2025, Komisi III DPR Beri Catatan untuk Aparat Penegak Hukum
Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra apresiasi KPK, Kejagung, dan Polri. Ia beri catatan soal kriminalisasi bisnis dan implementasi KUHAP baru 2026.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 09 Desember 2025
Peringati Hakordia 2025, Komisi III DPR Beri Catatan untuk Aparat Penegak Hukum
Bagikan