Kasus Suap KKP, KPK Panggil Pengusaha Ekspor Benur


Komisi Pemberantasan Korupsi. (KPK).
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga orang direktur perusahaan eksportir lobster sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Para saksi tersebut yakni Direktur PT Grahafoods Indo Pasifik Chandra Astan, Direktur PT Maradeka Karya Semesta Untyas Anggraeni, dan Direktur Utama PT Samudra Bahari Sukses Willy.
"Ketiganya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SJT (Suharjito)," ujar Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (28/12).
Baca Juga:
Menteri Edhy Ditangkap, Ekspor Benur Perlu Dikaji Ulang
Suharjito merupakan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP). Selain Suharjito, KPK juga telah menetapkan enam orang tersangka lainnya, yakni mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF).
Berikutnya Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF).
KPK menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya, Safri serta Andreau.
Uang dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. (*)
Baca Juga:
Polemik Ekspor Benur: Dilarang Era Susi, Dibuka Menteri Edhy
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
KPK Duga SK Yaqut soal Kuota Haji Langgar UU, tapi belum Cukup Bukti Tetapkan Tersangka

KPK Pastikan Khalid Basalamah tak Ambil Keuntungan Pribadi dalam Kasus Kuota Haji

KPK Tidak Periksa Bobby Nasution di Jakarta, Langsung Dicecar Saat Bersaksi di Sidang Korupsi

Hakim Tipikor Minta Bobby Nasution Jadi Saksi, Eks Penyidik KPK: Momentum Bongkar Aktor Intelektual

KPK Geledah Rumah Gubernur Kalbar Ria Norsan terkait Kasus Korupsi di Mempawah

KPK Dalami Pengakuan Lisa Mariana Dugaan Aliran Duit RK ke Sejumlah Perempuan

Sering Digugat Praperadilan, KPK Pakai Taktik Sprindik Umum di Kasus Korupsi Biskuit Kemenkes

Tersangka Sebut Ahok Terlibat Korupsi LNG Pertamina, Ini Reaksi KPK

Penyidikan Korupsi Mesin EDC BRI Sasar Tersangka Korporasi, Hingga Potensi Pencucian Uang

KPK Beberkan Modus Setoran Uang Asosiasi Haji dari Juru Simpan ke Pengepul Utama di Kemenag
