Kamu Baik-baik Saja, Tak Perlu Panic Buying


Memborong barang belum tentu bikin sehat. (Foto: Unsplash/John Cameron)
AKHIR-akhir ini, kita sering melihat fenomena panic buying di beberapa tempat karena penerapan PPKM darurat. Orang-orang berlomba-lomba membeli tabung oksigen dan susu berlogo beruang. Ini tidak 'sehat'. Oleh karena itu, kamu perlu menghindari panic buying.
Mengutip ANTARA, psikolog klinis dewasa dari Universitas Indonesia Mega Tala mengingatkan kita untuk menggunakan akal sehat dan hati nurani dalam membeli sesuatu. Ambil saja contoh kasus tabung oksigen yang diburu karena meningkatnya angka COVID-19. Coba berpikir kembali apa gunanya untuk kita yang masih sehat dan di mana urgensinya? Pahami siapa yang sebetulnya membutuhkan alat ini, khususnya di tengah pandemi COVID-19.
“Saran saya, edukasinya itu pertama kembali ke akal sehat dan hati nurani kita. Kalau merasa diri sehat, tidak perlu untuk memborong tabung oksigen,” kata Tala.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pasien COVID-19 yang membutuhkan terapi oksigen adalah mereka dengan gejala berat, kritis, dan gangguan pernapasan.
Sementara pasien tanpa gejala atau bergejala ringan, bisa terus memantau saturasi oksigen mereka lewat oximeter. Angka saturasi dikatakan normal bila menunjukkan kurang lebih sama dengan 95 persen.
Baca juga:

Apabila saat diukur angkanya berada di bawah 95 persen, pasien disarankan berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan rekomendasi medis.
Menurut Mega, orang-orang yang punya kapasitas ilmu medis khususnya terkait COVID-19 atau media, bisa memberikan edukasi ke masyarakat dalam bentuk infografis. Bisa digambarkan siapa saja yang membutuhkan terapi oksigen dan bagaimana cara mendapatkan tabung oksigen.
Pemanfaatan TikTok yang sedang populer juga bisa digunakan para pembuat konten.
“Bentuk edukasi yang mudah dipahami bisa infografis. Sekarang juga ada TikTok yang bisa menjadi sarana penyampai informasi. Pokoknya memanfaatkan banyak media untuk mengedukasi masyarakat bahwa tidak perlu panic buying sampai merugikan orang lain,” ujar Tala.
Baca juga:

Tala juga menyarankan untuk mempertimbangkan barang-barang apa saja yang dibutuhkan. Sebelum membeli, kamu bisa menulis daftarnya sehingga saat sampai di tempat tidak perlu panik.
Jika merasa tidak nyaman karena pemberitaan yang ada di televisi atau media lainnya, sebaiknya berhenti mengaksesnya terlebih dulu.
“Kita tidak bisa berharap orang lain akan terus mengingatkan, tetapi kita harus sadar bahwa sudah mulai capek dengan pemberitaan ini, membuat tidak nyaman dan jadinya cemas. Mundur dulu, istirahat dulu, ganti dulu tayangan media yang biasa kita lihat supaya lebih rileks,” tutupnya. (and)
Baca juga:
Antisipasi Panic Buying, Polresta Surakarta Awasi Pusat Perbelanjaan
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
