Ini Kata Psikolog Soal Fenomena 'Panic Buying' Saat PPKM


Masyarakat tidak perlu panik hingga memborong berbagai bahanan makanan dan obat-obatan di masa PPKM (Foto: pixabay/alexas_Fotos)
BELAKANGAN ini fenomena panic buying terjadi di Indonesia. Melihat hal itu, Psikolog klinis dewasa dari Universitas Indonesia, Mega Tala Harmukthi, berpedapat bahwa ada hal-hal yang menyebabkan fenomena tersebut.
Pertama, yaitu dengan adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat di Jawa dan Bali pada 3 Juli - 20 Juli 2020, masyarakat tidak perlu menanggapinya dengan panik.
Baca Juga:
Karena, kebijakan yang dijalankan paska setahun lebih pandemi COVID-19, memiliki tujuan untuk menekan angka penyebaran kasus COVID-19 di Indonesia.
Menurut Tala, masyarakat sebetulnya sudah memiliki pengalaman dibatasi kegiatannya pada tahun lalu, yakni pada kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Saat itu keadaan baik-baik saja selama aturan dipatuhi.

Pada saat PPKM kali ini, seharusnya masyarakat tidak perlu panik, hingga menimbulkan persepsi yang akan terjadi bahwa produk-produk kebutuhan sehari-hari atau obat-obatan akan langka di masa mendatang, hingga mendorong keinginan memborong atau panic buying.
"Kondisi ini kita hanya dibatasi untuk tidak keluar kalau tidak ada kepentingan. Ini untuk kebaikan kita dan keluarga. Sebenarnya kita tahu kebutuhan bulanan keluarga apa saja, kita punya list-nya, semisal vitamin, makanan, cukup ikuti list itu, jadi tidak perlu bersikap cemas sampai panik," ujar Tala, seperti yang dikutip dari laman Antara.
Padahal, menurut Tala, memborong barang belum tentu membuat seseorang merasa lebih baik. Namun, tindakan tersebut justru dapat menyebabkan kelangkaan produk, yang seharusnya tak perlu terjadi. Atau bahkan barang tersedia, namun harga melambung tinggi.

Adapun fenomena masyarakat yang membeli beragam barang dalam jumlah besar, seperti belanja keperluan medis seperti masker, obat-obatan khusus COVID-19, oximeter, tabung oksigen, produk makanan, hinggak produk minuman seperti susu berlogo beruang yang viral baru-baru ini.
Selain karena PPKM, terjadinya panic buying lantaran masyarakat sangat khawatir pada angkat kasus COVID-19 yang kian melonjak tajam dalam sebulan terakhir ini.
Namun, menurut Tala, panic buying yang terjadi belakangan ini baginya tidak logis atau benar-benar irasional.
"Seperti nyari vitamin saja susah, bahkan oximeter harganya jadi melambung, dan akhirnya karena tidak semua berpikir positif dan baik. akhirnya ada pihak-pihak yang memanfaatkan peluang ini untuk menjadi sebuah peluang bisnis," ujar Tala.
Baca Juga:
PPKM Darurat, Temukan Produk Kesehatan Terkurasi di E-Commerce
Bagi Tala, tak hanya orang yang sakit, orang yang sehat pun banyak yang terserang mentalnya. Seperti halnya, banyak orang yang cemas terpapar COVID-19.
Misalnya, ketika mengalama sakit kepala, dia otomatis berpikir tentang gejala COVID-19, padahal bisa jadi karena terbiasa tidur arut malam.
Hingga akhirnya hal tersebut menimbulkan meningkatnya kecemasa, serta membuat sistem imun turun dan terkena COVID-19, seperti apa yang dia pikirkan.
Menurut Tala, pada kondisi 'second wave' ini bukan hanya sakit fisik, namun sakit mental bertambah. Sakit mental itulah yang jelas psikosomatis, atau kecemasan meningkat.
"Misal, karena begadang misal karena bekerja terus pegal, dia langsung asosiasikan itu dengan gejala COVID-19, yang akhirnya membuat imunnya drop dan jadi sakit beneran," tutupnya. (Ryn)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
700 Juta Pergerakan Wisatawan Bakal Terjadi di Libur Lebaran 2023

Pencabutan PPKM Jadi Momentum Baik Bagi Bisnis Pertunjukan

Jokowi Minta Anak Buahnya Manfaatkan Momentum Pencabutan PPKM

Masyarakat Lebih Memilih Menggunakan Masker Meski PPKM Telah Dicabut

Menkes Klaim Kondisi COVID-19 di Indonesia Stabil Pasca PPKM Dicabut

Kasus COVID-19 Melandai di Awal Tahun Ini

Booster dan Pakai Masker Masih jadi Syarat Naik Kereta Api

Pemprov DKI Serukan Warga Wajib Pakai Masker saat Naik Angkutan Umum

Pelaku Wisata Jangan Sampai Kehilangan Momentum Pencabutan PPKM

Pemerintah Tidak Lagi Keluarkan Aturan Anyar Setelah PPKM Dicabut
