Kain Lurik, Kain Motif Garis Khas Yogyakarta
Kain Lurik memiliki makna filosofi yang dipercaya oleh masyarakat. (Instagram@lurik_yojo)
LURIK adalah kain khas yang berasal dari Yogyakarta. Dilansir dari laman jogjaprov.go.id, kata lurik berasal dari
bahasa Jawa 'lorek' yang berarti garis-garis atau lambang kesederhanaan.
Kain lurik sebenarnya hanya memiliki satu motif garis-garis horizontal atau vertikal dengan ragam warna dan ada juga yang polos. Kain ini diperkirakan sudah ada sejak tiga ribu tahun lalu.
Pada mulanya, kain lurik memiliki tiga motif dasar, yaitu motif lajuran dengan garis-garis panjang searah dengan helai kain, motif pakan malang yang memiliki garis lebar, dan motif cacahan dengan corak kecil-kecil.
Baca Juga:
Kain lurik pada awalnya dibuat dalam bentuk selendang yang dibuat untuk kemben atau alat untuk menggendong. Namun, seiring berjalannya waktu kain lurik sudah mulai dipakai oleh pria dan wanita seperti beskap untuk pria dan jarik atau kebaya untuk wanita. Bahkan, kain lurik sudah dipakai oleh masyarakat untuk pakaian sehari-hari.
Kain lurik penuh akan makna filosofi dan tidak terlepas dari kepercayaan dan keberadaannya yang selalu mengiring acara upacara adat. Semua makna dari kain lurik tersemat pada motif warnanya.
Selain itu, ada juga corak yang membawa pesan sakral dan menjadi sumber nasihat, petunjuk, dan harapan. Misalnya, lurik gedog madu yang biasanya digunakan dalam upacara adat mitoni atau siraman. Corak motif lasem yang biasanya digunakan untuk pakaian perlengkapan pengantin pada zaman dahulu.
Baca Juga:
Destinasi Wisata Indonesia yang Diakui UNESCO, Wajib Kamu Kunjungi
Beberapa desa di wilayah Klaten dikenal sebagai pembuat kain tenun Lurik, seperti Desa Pedan, Cawas, Juwiring, Bayat, Karangdowo, Tlingsing, dan Delanggu. Namun, saat ini hanyalah Desa Pedan dan Desa Tlingsing yang masih aktif memproduksi kain ini.
Kain tenun lurik saat ini sudah diproduksi dengan mesin atau alat tenun mesin (ATM). Alat ini lebih efisien karena dapat menghasilkan kain yang lebih panjang dan lebar dalam waktu yang lebih singkat. Munculnya alat ini membuat pengrajin tradisional dengan gedogan dan alat tenun bukan mesin (ATBM) makin surut.
Saat ini, kain lurik sudah lebih beragam dari motif dan warna menjadikan penggunaannya tidak terbatas lagi oleh kepentingan adat. Bahkan kain lurik saat ini sudah tidak terbatas lagi oleh kepentingan adat sehingga dapat digunakan dalam pelengkap dalam fesyen, interior, dompet, tas, sandal, topi, sarung bantal, hingga taplak meja. (vca)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Berwisata Murah Dengan Naik KA Batara Kresna, Nikmati Alam danKuliner Dari Purwosari Sampai Wonogiri
DPRD DKI Protes Tarif Buggy Wisata Malam Ragunan Rp 250 Ribu, Minta Dikaji Ulang
Wisata Malam Ragunan, DPRD Minta Pemprov DKI Sediakan Alternatif Angkutan Murah untuk Warga
7 Alasan Hijrah Trail Harus Masuk Bucket List Petualangan di Arab Saudi
Tahok dan Bubur Samin Solo Jadi Warisan Budaya tak Benda
Polisi Sediakan WA dan QR Code untuk Laporan Cepat Gangguan Keamanan Hingga Kerusakan Fasilitas Umum
Night at the Ragunan Zoo Dibuka Hari ini, Harga Tiket Masuknya Mulai Rp 3.000
WNA Pengguna Kereta Api di Indonesia Tembus Setengah Juta, Yogyakarta jadi Tujuan Paling Favorit
Makanan Halal Magnet Utama Pilihan Liburan Muslim Indonesia
15 Tahun Batik Wistara Konsisten Berdayakan Disabilitas Lewat Batik Khas Surabaya