Jokowi Dikritik Pura-Pura Tidak Tahu Kapan Harus Netral
Koordinator TPDI & Perekat Nusantara Petrus Selestinus. (MP/Kanu)
MerahPutih.com - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa dirinya selaku presiden boleh berkampanye dan memihak asal tidak menggunakan fasilitas negara terus menuai kritik dari publik.
”Presiden Jokowi seakan pura-pura tidak tahu bahwa hukum positif kita memang membolehkan presiden berkampanye, disertai sejumlah syarat yang secara limitatif membatasinya. Presiden Jokowi juga pura-pura tidak tahu kapan harus netral dan kapan harus memihak,” kritik Koordinator TPDI & Perekat Nusantara Petrus Selestinus, dalam keterangan resminya, Kamis (25/1).
Baca Juga:
Tak Ada Aturan, Ibu Negara Bebas Berkampanye Bagi Capres-Cawapres
Petrus mengingatkan, dalam pasal 283 ayat (1) dan ayat (2) UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, secara tegas melarang pejabat negara (presiden), pejabat struktural, pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan pada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
“Larangan pada ayat (1) tersebut meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarganya dan masyarakat (bertemu juga tidak boleh),” jelas Petrus.
Lalu, pada Pasal 26 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tegas menyatakan, Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan Profesi dan Manajemen ASN.
Baca Juga:
Acungan 2 Jari dari Mobil Kepresidenan Disebut Gibran Hal Bisa
Pernyataan Presiden Jokowi ini, kata Petrus mengarah kecenderungan hendak mendeklarasikan dirinya akan berkampanye sekaligus bersikap memihak. “Salah satunya memenangkan calon tertentu,” jelas Petrus.
Menurut Petrus, sikap itu berpotensi membuat ASN bersikap loyalitas terhadap pilihan politik Jokowi. “Pergeseran perilaku ASN ini mungkin terjadi karena bagaimanapun presiden itu adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan Profesi dan manajemen ASN,” tutur dia.
Padahal, kata dia, ketentuan pasal 283 UU No.7 Tahun 2017 jelas membatasi ruang gerak dan melarang presiden mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan pada peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye demi mewujudkan asas Pemilu yang jujur dan adil menurut UUD 1945 dan rasa keadilan publik.
“Harusnya Jokowi tak mengabaikan prinsip pemilu yaitu sikap jujur dan adil sebagaimana digariskan di dalam pasal 22E ayat (1) UUD 45 dan dalam UU No.7 Tahun 2017, Tentang Pemilihan Umum,” katanya. (Knu)
Baca Juga:
PDIP Kritisi Lokasi Jokowi Bilang Boleh Kampanye, Psikologis Ganggu Netralitas TNI
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Ingin Dicap sebagai Pahlawan, Jokowi Datangi Lokasi Bencana di Sumatra
[HOAKS atau FAKTA] : Prabowo Larang Jokowi Pergi ke Luar Negeri karena Kasus Dugaan Ijazah Palsu
Disebut Resmikan Bandara IMIP Morowali, Jokowi: Semua yang Tidak Baik Dikaitkan dengan Saya
Polda Metro Terima Aduan Roy Suryo, Gelar Perkara Khusus atas Kasus Hoax Ijazah Jokowi
[HOAKS atau FAKTA]: Jokowi Marahi Menkeu Purbaya karena Menolak Membayar Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
ANRI Pastikan tak Terima Salinan Ijazah Jokowi
[HOAKS atau FAKTA]: Bobby Nasution Sebut Hanya Iblis yang Tak Bisa Dipanggil Penegak Hukum
[HOAKS atau FAKTA] : Roy Suryo Akhirnya Akui Keaslian Ijazah dan Meminta Maaf kepada Jokowi
Jokowi Pidato Forum Bloomberg New Economy Forum 2025, Paparkan Revolusi Ekonomi Cerdas
Kader PDIP Sebut Serangan Ahmad Ali ke Jokowi Adalah Order Busuk Agar Aman dari KPK