Kesehatan Mental

Jangan Jadi Mpok Minah, Pahami Rambu-Rambu Minta Maaf

Dwi AstariniDwi Astarini - Senin, 31 Mei 2021
Jangan Jadi Mpok Minah, Pahami Rambu-Rambu Minta Maaf

Mpok Minah si Ratu Minta Maaf. (Foto: screenshot/youtube)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

SOSOKNYA lugu. Rambut digelung ke belakang, wajahnya bulat dengan hidung tak mancung. Pakaiannya juga sederhana. Blus dan rok panjang. Nyaris tak ada yang menonjol ketika melihat sosok Mpok Minah di sitkom populer sepanjang 2002 hingga 2007 Bajaj Bajuri. Begitu ia membuka mulut untuk berbicara, jelas sudah apa yang membuat Mpok Minah stand out: hujan kata maaf.

Dengan gerak-gerik halus, Mpok Minah selalu memulai kalimatnya dengan ‘maaf’. Seakan-akan tak ada lagi kata konjungsi dan sapaan dalam bahasa Indonesia. Yang ada cuma ‘maaf’. Ia terlihat halus dan sopan. Saking halusnya, sampai-sampai Mpok Minah jadi bahan eksploitasi si Emak.

BACA JUGA:

Mpok Minah 'The Queen' of Minta Maaf

Ya, bukan salah si Emak juga sih. Packing ala Mpok Minah memang potensial dijadikan bahan. Faktanya nih, terlalu sering mengucapkan kata ‘maaf’ bisa menjadi sebuah siklus buruk dan bumerang buat kamu. Psikolog Justine G Grosso, dikutip Bestoflifeonline, mengatakan terlalu sering meminta maaf merupakan kebiasaan dalam diri yang berakar pada sifat rendah diri, perfeksionisme, dan takut akan kehilangan hubungan.

Banyak tanda-tanda yang menyiratkan kamu sebagai orang yang over-apologizing. Meminta maaf sebelum meminta tolong merupakan salah satu tandanya. Courtney Crisp, MA, seorang terapist berbasis di California, AS, mengatakan meminta tolong sudah pasti tak membutuhkan permintaan maaf. “Mungkin karena kekhawatiran menyita waktu atau merepotkan orang lain,” kata Crisp.

BACA JUGA:

Perempuan (diharapkan) Sering Minta Maaf

Kekhawatiran menyusahkan orang lain, seperti kata Crisp, bisa jadi disebabkan betapa kamu memandang rendah diri sendiri. Semacam kurang percaya diri. Tak dimungkiri, mereka yang kurang percaya diri memang cenderung meminta maaf lebih sering.

Ya, benar banget. Orang yang meminta maaf berlebih akan meminta maaf atas hal-hal yang sebenarnya tak perlu mereka pertanggungjawabkan. Sebagai contoh nih, meminta maaf saat bersin di sebelah teman, menabrak orang lain di tengah kerumunan yang padat, atau bahkan ketika malah meminta maaf atas kesalahan atasan di tempat kerja hanya karena merasa ‘senior’ tak pernah salah. Oh, it’s a big no no!

Meski demikian, menstigma meminta maaf juga tak adil. Profesor linguistik di Georgetown Deborah Tannen, dikutip The New York Times, mengatakan meminta maaf merupakan bagian alami dari bahasa. Tannen menjelaskan, secara definisi harfiah, meminta maaf adalah pengakuan akan tindakan yang menyinggung, kesalahan, atau kegagalan. Dalam hal ini, permintaan maaf bisa digunakan untuk memperbaiki hubungan yang rusak atau terputus, menunjukkan rasa hormat, dan bahkan dalam beberapa budaya, permintaan maaf digunakan untuk memperhalus percakapan. “Meski demikian, konteks meminta maaf juga penting,” tegasnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan untuk memahami rambu-rambu dalam meminta maaf. Temukan keseimbangan antara gaya komunikasimu dan bagaimana orang lain menerimanya. “Kamu akan menemukan kombinasi antara gaya berbicaramu dan konteks meminta maaf itu sendiri,” jelasnya.

Berikut 4 aturan dalam menyampaikan permintaan maaf sesuai porsi.

1. Tanyakan diri sendiri alasan meminta maaf

Intinya mungkin bukan pada frekuensi meminta maaf, melainkan pada bagaimana perasaanmu ketika meminta maaf. Apakah meminta maaf mebuatmu merasa lemah dan insecure? Atau apakah kamu meminta maaf karena menginginkan pengakuan dari orang lain?

Jika ya, kamu harus mulai meninjau ulang frekuensi meminta maafmu.

Sementara itu, jika mengatakan ‘maaf’ merupakan gayamu untuk menggantikan ‘permisi’, hal itu bisa jadi kebiasaan yang membuatmu merasa inferior.

2. Amati perilakumu

Perhatikan dengan seksama bagaimana kamu bersikap. Terutama di dunia kerja. Apakah orang-orang di sekitar kamu mengambil keuntungan karena kamu cenderung sering meminta maaf?

Jika iya, kamu harus membangun batasan dengan rekan kerja. Dalam hal ini, menyesuaikan gaya berbicaramu menjadi bagian penting. “Bukannya meminta maaf itu buruk. Namun, kata-kata bisa amat kuat. Kamu perlu menahan diri dalam situasi tertentu,” ujar Tannen.

3. Tahu kapan permintaan maaf dibutuhkan

Tahukah kamu, meskipun meminta maaf itu bagus, ternyata tidak meminta maaf memberikan kepuasan. Sebuah study yang dipublikasikan di European Journal of Social Psychology menyebutkan mereka yang menolak meminta maaf setelah berbuat salah merasa lebih berkuasa dan merasakan kepercayaan diri yang lebih tinggi daripada mereka yang meminta maaf secara sukarela.

Meskipun menolak meminta maaf membuatmu merasa senang, itu tak sehat. “Jika kamu melakukan sesuatu yang berimpak negatif untuk orang lain, amat penting untuk meminta maaf. Itu untuk mengakui betapa kamu ingin hubungan itu sehat,” ujar Tannen.

Untuk sebuah permintaan maaf yang solid, studi yang dilakukan pada 2016 menemukan jawabnya. Kamu harus mengekspresikan penyesalan, menjelaskan apa yang salah, mengakui bertanggung jawab, mengaku bertobat, menawarkan solusi, hingga meminta ampunan.

4. Lakukan meta-komunikasi

Dalam hal kamu memang punya gaya kayak Mpok Minah si Ratu Minta Maaf, ada baiknya kamu menjelaskannya kepada rekan kerja atau temanmu.

Jelaskan bahwa permintaan maaf itu tak berarti kamu rendah diri atau minder. Namun, hal itu menjadi caramu untuk menunjukkan kesopanan. “Menyuruh orang lain berhenti meminta maaf seperti menyuruh mereka setop menyapa halo. Kesopanan otomatis semacam ini membuat hidup bersama-sama mungkin,” tegas Tannen.(dwi)

BACA JUGA:

Keseringan Minta Maaf, Situ Sehat?

#Kesehatan Mental #Mei Negeri Aing Maaf-maafan
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.

Berita Terkait

Fun
Self-Care Menjadi Ruang Ekspresi dan Refleksi bagi Perempuan, Penting untuk Jaga Kesehatan Mental
Merawat diri tidak lagi sekadar urusan penampilan fisik, tetapi juga menjadi sarana penting untuk menjaga kesehatan mental dan keseimbangan emosional.
Dwi Astarini - Senin, 13 Oktober 2025
Self-Care Menjadi Ruang Ekspresi dan Refleksi bagi Perempuan, Penting untuk Jaga Kesehatan Mental
Lifestyle
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Hanya dengan 15 menit 9 detik gerakan sederhana setiap hari, partisipan mengalami peningkatan suasana hati 21 persen lebih tinggi jika dibandingkan ikut wellness retreat.
Dwi Astarini - Senin, 13 Oktober 2025
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Indonesia
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Posyandu Ramah Kesehatan Jiwa diperkuat untuk mewujudkan generasi yang sehat fisik dan mental.
Dwi Astarini - Senin, 06 Oktober 2025
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Fun
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Pelarian Artscape hadir sebagai pelampiasan yang sehat dan penuh makna.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 04 Agustus 2025
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Indonesia
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Kelelahan mental merupakan sindrom yang dihasilkan dari stres terkait dengan pekerjaan kronis.
Dwi Astarini - Rabu, 30 Juli 2025
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Lifestyle
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Gangguan perasaan bisa berupa emosi yang tumpul atau suasana hati yang kacau
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 26 Juli 2025
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Indonesia
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Hasil ini menjadi sinyal penting perlunya konsultasi lebih lanjut dengan tenaga profesional.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 21 Juli 2025
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Indonesia
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Depresi yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan depresi yang resistan terhadap pengobatan atau treatment resistant depression atau (TRD).
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 11 Juli 2025
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Lifestyle
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Untuk skizofrenia, faktor risikonya mencakup genetik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 15 Mei 2025
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Bagikan