Jakarta Butuh Pemimpin Bervisi Lingkungan Hidup
Warga Kampung Pulo kebanjiran. (Foto Antara)
MerahPutih Megapolitan - Dalam usianya yang ke-489 tahun, Kota Jakarta yang memiliki luas sekitar 661,52 km persegi dan dihuni 10 juta jiwa lebih ini menghadapi tantangan terberat. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah ibukota Indonesia ini menghadapi pembangunan yang tidak terkendali sehingga berpotensi merusak lingkungan hidup.
Oleh karena itu, siapa saja yang memimpin Jakarta harus punya visi lingkungan hidup dan terobosan menyelamatkan Jakarta dari ancaman bencana ekologis.
“Punya integritas, jiwa melayani, jujur, dan antikorupsi itu sudah pasti dan tidak bisa ditawar. Namun, untuk konteks Jakarta ke depan, siapa saja pemimpinnya harus punya terobosan. Salah satunya mengedepankan kajian dan dampak lingkungan hidup dalam semua kebijakan, rencana, dan program pembangunan. Karena kalau menomorduakan soal lingkungan, daya dukung lingkungan pasti menurun, dan ini mengancam kehidupan warga Jakarta,” ujar Senator Jakarta, Fahira Idris dalam keterangan tertulis yang diterima merahputih.com, Kamis (23/6).
Kondisi Kota Jakarta, di mana 40 persen dari luasannya adalah dataran rendah dan ketinggiannya berada di bawah muka air laut pasang ditambah dilintasi 13 aliran sungai, sangat rentan terkena bencana ekologis.
“Jadi ke depan, pembangunan bukan hanya soal izin, tetapi kalau mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air, menyusutnya areal terbuka hijau, kerusakan saluran air dan perairan pantai,terjadi eksploitasi air bawah tanah yang mengakibatkan turunnnya permukaan tanah, apalagi berdiri di atas daerah resapan, harus dihentikan. Kenapa daya dukung lingkungan di Jakarta terus menurun? Karena soal dampak lingkungan kita nomorduakan,” ujar Fahira yang juga Wakil Ketua Komite III DPD ini.
Jakarta menghadapi ancaman bencana ekologis akibat pembangunan yang tidak terkendali akibat ekspansi properti yang mengabaikan dampak lingkungan selama puluhan tahun. Oleh karena itu, lanjut Fahira, sudah saatnya pembangunan di Jakarta dievaluasi ulang dan dikendalikan.
Pemprov DKI Jakarta harus bisa menahan laju pertumbuhan properti (mall, apartemen, dan sebagainya) dan mengevalusi dampak lingkungan yang disebabkannya. Terlebih pembangunan properti yang memaksa menimbun laut menjadi daratan seperti yang terjadi di Teluk Jakarta.
“Bagi saya, reklamasi Teluk Jakarta, perspektifnya lebih luas, bukan hanya sekedar pelanggaran izin saja, tetapi yang lebih mendasar itu ancaman kerusakan lingkungan hidup akibat reklamasi. Ke depan, hal-hal seperti ini tidak akan terjadi jika visi lingkungan kedepankan,” ujar Fahira.
BACA JUGA:
- Toast Bir Pletok di Malam Resepsi HUT Jakarta ke-489
- Resepsi HUT Jakarta ke-489, Gubernur Ahok Undang 52 Duta Besar
- HUT Jakarta ke-489 Momentum Perkuat Lima Tertib
- Gubernur Ahok Luncurkan Sistem Layanan Transaksi Online
- Gubernur Ahok Tegaskan Netralitas PNS dalam Pilgub DKI 2017
Bagikan
Berita Terkait
Mandor Jadi Korban Perobohan Gedung Tiga Lantai di Kelapa Gading, 10 Jam Baru Bisa Dievakuasi
Flyover Latumeten Segera Dibangun, Pemkot Jakarta Barat Bongkar 17 Bangunan
Sekretaris Kabinet Teddy Akui Kerusakan Lingkungan Perparah Banjir di Sumatera
Pramono Bakal Temui Menkes Budi Sadikin, Bahas Pembangunan RS Tipe A Sumber Waras
Kerugian akibat Kebakaran Pasar Wonogiri Capai Rp 83 Miliar, Ahmad Luthfi Kebut Pasar Darurat
Velix Wanggai Tegaskan Percepatan Pembangunan Papua Butuh Konsolidasi dari Pusat hingga Daerah
Sejumlah Proyek Infrastruktur Molor, Pemkot Solo Ancam Beri Sanksi Tegas Kontraktor yang Nakal
Atap Gedung Pemkab Brebes Ambruk, Ahmad Luthfi Minta Segera Dilakukan Investigasi
Mayoritas Kawasan Industri di Indonesia Dalam Kategori Merah Proper, Tidak Patuh Dikenai Sanksi
Menhut Raja Juli Ditantang Buka Kembali Kasus Pembalakan Liar Aziz Wellang