Jaga Hutan Ala Petani Sawit Demi Kurangi Dampak Perubahan Iklim


Kunjungan ke Hutan Larangan di Ketapang.
MerahPutih.com - Petani sawit swadaya terus didorong untuk menerapkan praktik perkebunan yang baik, salah satunya menghindari deforestasi dan bahkan mempertahankan Kawasan untuk menjadi area konservesi di luar sawit.
Di bawah payung Perkumpulan Petani Mitra Harapan (PPMH) Ketapang di Desa Kalimantan, Kecamatan Manis Mata, petani tidak hanya sekadar bicara tentang nilai ekonomi di setiap tandan sawit.
Petani sawit swadaya punya tekad untuk menanam, merawat hutan yang tersisa, sebagai langkah mitigas perubahan iklim yang kian nyata datang menyapa.
Petani membangun okasi persemaian (nursery) sebagai inisiatif untuk menghijaukan kembali lahan dan hutan yang tandus bermula dari persemaian. Para petani swadaya menyiapkan lahan untuk kepentingan nursery di halaman Sekretariat PPMH Ketapang.
Baca juga:
Ada 12 ribu bibit berbagai jenis tanaman. Mulai dari bibit pohon sengon, jati, trembesi, gaharu, durian, mentawai, hingga petai. Untuk sementara waktu, benih yang sudah tumbuh menjadi bibit adalah tanaman petai.
Bibit tersebut di sejumlah lokasi yang memerlukan rehabilitasi dan penghijauan. Penanaman tidak hanya akan dilakukan di kawasan hutan, tetapi juga di pekarangan rumah warga, fasilitas pendidikan, dan sepanjang jalan desa untuk meningkatkan tutupan hijau dan memperbaiki kualitas udara.
Bagi petani, dengan menjaga hutan dan melakukan penghijauan, mereka telah berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim, menjaga keberlanjutan sumber daya alam, serta menjadi contoh bagi petani lain dalam menyeimbangkan ekonomi dan ekologi.
Petani sudah mengelola hutan larangan,. Ada dua hutan larangan di Desa Asam Besar, masing-masing Hutan Larangan Asam Besar dan Hutan Larangan Tamtam. Hutan ini juga menjadi sumber utama kehidupan masyarakat sekitar. Dengan adanya kawasan hijau ini, lebih dari 1.700 kepala keluarga atau sekitar 6.000 jiwa dapat menikmati sumber air bersih.
Group Manajer PPMH Sandi Priatna mengatakan, hutan adalah “supermarket alami” bagi masyarakat, karena menyediakan hasil hutan yang bisa dimanfaatkan tanpa merusak ekosistem.
"Ini bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk generasi mendatang," katanya.
Abraham, salah satu pemilik kawasan di Hutan Larangan Tamtam dengan tegas menyatakan komitmennya untuk menjaga dan melestarikan keragaman hayati hutan miliknya.
Luas kawasan berhutan yang dikuasai Abraham di Hutan Larangan Tamtam mencapai 21 hektare. “Hutan ini ditinggalkan oleh orang tua untuk anak cucu agar dijaga dengan baik dan jangan dijual. Hutan ini tidak akan saya ubah menjadi lahan sawit,” ujarnya.
Dalam hutan yang telah ia rawat ini, terdapat beragam tanaman buah seperti duku, langsat, durian, dan kemayau. Sementara itu, deretan pohon seperti kapul dan gaharu turut menghiasi kawasan tersebut.
Tidak hanya itu, hutan ini juga menyimpan pohon ipuh yang dikenal sebagai pohon beracun. Menurut cerita, getah pohon ipuh pernah dimanfaatkan untuk melawan penjajah Belanda serta berburu.
Ia mengakui, trantangan terbesar saat ini adalah kurangnya kesadaran sebagian besar masyarakat untuk melestarikan lingkungan.
"Masyarakat cenderung berpikir instan. Segalanya ingin serba cepat. Termasuk mendapat manfaat langsung dari upaya menjaga hutan," katanya. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
4,2 Juta Hektare Lahan Hutan Dijadikan Tambang Ilegal, Mulai 1 September Bakal Ditertibkan

KPK Tahan Tiga Tersangka Kasus Suap Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan Inhutani V

Kemenhut Segel 10 Perusahaan Diduga Bakar Lahan, 2 Diberi Sanksi Administrasi

Berbagai Daerah Rawan Karhutla di Kalsel, BMKG Minta Pemda Waspada Sampai 18 Agustus 2025

Karhutla di Riau, KLH Segel 4 Perusahaan Perkebunan dan Tutup 1 Pabrik Sawit

Pemerintah Musnahkan Tanaman Sawit 700 Hektare di Dalam Kawasan TN Tesso Nilo

Warga Marah Kawasan Perhutanan Sosial Gunung Cikuray Dibuka Jadi Jalur Off Road, Segera Lapor Polisi

Revisi UU Kehutanan, DPR Tekankan Keseimbangan Investasi dan Lingkungan

Mendaki Semeru Dibatasi Durasi dan Jumlah Orang Per Hari Buat Perlindungan Ekosistem

DPR Dengar Perspektif Akademisi Universitas Mulawarman Terkait RUU Kehutanan
