Jadi Ahli Sidang Hasto, Eks Hakim MK: SOP Lembaga Tak Bisa Kalahkan Undang-Undang
Sidang lanjutan kasus Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/9). (Foto: MerahPutih.com/Ponco)
MerahPutih.com - Eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan menyatakan Standar Operasional Prosedur (SOP) lembaga negara tidak bisa ditempatkan lebih tinggi dari undang-undang, khususnya dalam hal pendampingan hukum dan penggeledahan.
Hal itu disampaikan Maruarar saat menjadi ahli dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan PAW anggota DPR RI 2019–2024 dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
Awalnya, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy mempertanyakan kedudukan SOP lembaga negara bila dibandingkan dengan aturan yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Di dalam KUHAP bahwa seorang mempunyai hak untuk didampingi oleh seorang pengacara atau penggeledahan harus berdasarkan surat penetapan Pengadilan Negeri tetapi dalam suatu lembaga mereka memiliki suatu SOP yang menjadi acuan untuk mereka," ujar Ronny dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/6).
"Bagaimana pandangan ahli, apakah SOP ini bisa mengalahkan undang undang dari sisi konstitusi?” tanya Ronny.
“Ya saya kira dari hirarki peraturan tentu tidak bisa,” ucap Maruarar.
Baca juga:
Maruarar menjelaskan, jika masih ada keraguan mengenai kedudukan aturan tersebut, bisa dilakukan judicial review (JR).
Menurutnya, proses penggeledahan wajib mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan karena akan memengaruhi keabsahan alat bukti.
“Hal-hal yang didukung dalam ketentuan peraturan perundang-undangan apalagi dalam pengalaman saya kan bekas ketua pengadilan juga pak, kita juga melihat ada penggeledahan dan penyitaan barang dari seorang, katakanlah calon terdakwa tetapi tidak ada saksi yang melihat apa benar alat bukti diambil dari situ,” jelas Maruarar.
Lebih lanjut, Maruarar mengatakan alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah tidak dapat digunakan dalam proses peradilan.
“Bahwa barang-barang yang dirampas tanpa dasar hukum yang sah atau proses yang sah tidak bisa digunakan dia adalah buah pohon beracun,” pungkasnya.
Baca juga:
Di Sidang Hasto, Eks Hakim MK: Pasal Perintangan Tak Bisa Diterapkan di Tahap Penyelidikan
Dalam kasus ini, Hasto didakwa bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah; Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan.
Uang itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg DPR RI terpilih Dapil Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui Nur Hasan, untuk merendam handphone milik Harun ke dalam air setelah operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Tak hanya handpone milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan stafnya bernama Kusnadi, untuk menenggelamkan handpone sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Nadiem Dilimpahkan ke PN Tipikor Jakarta Pusat, Jaksa Klaim Punya Bukti Kuat
MK Tolak Rakyat Berhentikan Anggota DPR yang Nyeleneh, PAW Tetap Jadi Monopoli Partai Politik
Profil Akademik Arsul Sani: Riwayat Sekolah, Gelar, dan Studi Doktoral
Putusan MK Soal HGU 95 Tahun Sesuai UU Agraria, Sama Dengan Australia dan Malaysia
Serahkan Nadiem Makarim Cs ke Pengadilan, Kejaksaan Agung Siapkan Surat Dakwaan
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
Sumpah Pemuda Harus Jadi Semangat Kepeloporan Anak Muda
Hari Santri 2025, Megawati Titip 3 Pesan Resolusi Jihad untuk Tanamkan Cinta Tanah Air
KPK Tidak Periksa Bobby Nasution di Jakarta, Langsung Dicecar Saat Bersaksi di Sidang Korupsi
Hakim Tipikor Minta Bobby Nasution Jadi Saksi, Eks Penyidik KPK: Momentum Bongkar Aktor Intelektual