Ironi KPK Era Firli Bahuri, Kurang Personel Malah Pecat 51 Pegawai


Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap mengaku kekurangan sumber daya manusia. Namun, lembaga antirasuah justru bakal memecat 51 pegawai. Ironi, mungkin tepat menggambarkan kondisi KPK di bawah komando Firli Bahuri saat ini
Kebutuhan SDM KPK kerap disampaikan dalam sejumlah kesempatan. Dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5) misalnya, Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan, sebelum proses alih status pegawai menjadi ASN divisi yang dipimpinnya membutuhkan 100 orang tenaga baru.
Baca Juga:
Cap Merah Bagi 51 Pegawai KPK
Menurut Karyoto, KPK saat ini sebetulnya membutuhkan seratus rerkrutan personel baru. Terdiri dari penyelidik, penyidik, tim pencari buronan, dan bagian lainnya di divisi penindakan.
"Sebenarnya sebelum ada peristiwa (pemecatan 51 karyawan) ini pun slot untuk penambahan penyidik di penindakan itu masih ada seratus di kedeputian penindakan," tutur jenderal polisi bintang dua itu.
Karyoto mengatakan kebutuhan itu sudah diajukan olehnya tak lama setelah menjabat sebagai Deputi Penindakan. "Karena selama ini yang jadi masalah ketika daftar pencarian orang (DPO) overload, jadi kasus ini jalannya lambat," ujarnya.

Anak buah Firli itu pun mengamini bakal ada kesulitan jika sebagian dari 51 pegawai yang dipecat berasal dari divisi penindakan. Dia berharap para pimpinan segera mencari solusi atas hal ini.
"Nah masalah siapa yang mau jadi penyidik ada kebijakan lagi dari pimpinan dan kesekjenan, saya tidak berandai-andai," tutup Karyoto.
Fakta senada pernah disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Dalam jumpa pers Kinerja KPK Tahun 2020 di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/12). Ghufron menyatakan, KPK masih kekurangan ratusan 400 orang pegawai untuk seluruh sektor.
Baca Juga:
73 Guru Besar Surati Jokowi Soal TWK KPK, Istana: Tak Usah Terlalu Genitlah
"Dari tahun sebelumnya KPK sudah melakukan analisis terhadap kebutuhan SDM, sudah di atas 400 kebutuhan penambahan sesungguhnya tapi belum dipenuhi," ujar Ghufron kala itu.
Namun, Ghufron tak membeberkan secara rinci kebutuhan SDM tersebut apakah termasuk tenaga penyelidik dan penyidik. Berdasar catatan, di bidang penindakan, KPK baru menambah 11 Jaksa dan satu kepala bagian pada Februari 2021, enam penyidik dan dua penyelidik dari unsur Polri pada 9 April 2020.
Di tengah kondisi demikian, KPK justru bakal memecat 51 dari 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Padahal, dari 51 pegawai yang tak lolos TWK diduga terdapat sejumlah penyelidik dan penyidik yang sedang menangani perkara korupsi.
Kebijakan tersebut diambil bedasarkan penilaian asesor dan disepakati bersama antara KPK, Kemenpan RB, dan BKN dalam rapat yang digelar di Kantor BKN, Jakarta, Selasa (25/5).
Baca Juga:
51 Pegawai KPK Akan Dipecat, Kepala BKN Klaim tak Abaikan Arahan Jokowi
Sebaliknya, 24 pegawai lainnya dinilai masih dimungkinkan untuk dilakukan pembinaan sebelum diangkat menjadi ASN. Mereka akan diminta kesediaannya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara.
Merespons keputusan itu, penyidik senior KPK Novel Baswedan menyebut TWK menjadi alat untuk menyingkirkan 51 pegawai yang sudah ditarget sebelumnya.
"Dengan adanya perubahan dari 75 menjadi 51, jelas menggambarkan bahwa TWK benar hanya sebagai alat untuk penyingkiran pegawai KPK tertentu yang telah ditarget sebelumnya," kata Novel dalam keterangannya, Selasa (25/5).

Menurut Novel, hal ini memperlihatkan dengan jelas bahwa ada agenda dari oknum pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai yang selama ini telah bekerja dengan baik.
Oknum pimpinan KPK itu, kata Novel, tetap melakukan rencana awal untuk menyingkirkan pegawai KPK menggunakan alat TWK, sekalipun bertentangan dengan norma hukum dan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga:
Novel melanjutkan upaya pelemahan KPK dengan segala cara seperti ini bukan hal yang baru. Dia menilai penyingkiran pegawai KPK yang ditarget merupakan tahap akhir untuk mematikan perjuangan pemberantasan korupsi.
"Saya yakin kawan-kawan akan tetap semangat, karena memang tidak semua perjuangan akan membuahkan hasil," ujar penyidik senior KPK itu.
Meski begitu, Novel ingin memastikan perjuangan memberantas korupsi yang merupakan harapan masyarakat Indonesia harus dilakukan hingga titik akhir.
"Sehingga bilapun tidak berhasil maka kami akan dengan tegak mengatakan bahwa kami telah berupaya dengan sungguh-sungguh, hingga batas akhir yang bisa diperjuangkan," tutup Novel. (Pon)
Baca Juga:
51 Pegawai KPK Akan Dipecat, Instruksi Presiden Diabaikan dengan Kasat Mata
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Buka Peluang Panggil Ketum PBNU Terkait Korupsi Kuota Haji

Hotman Klaim Kasus Nadiem Mirip Tom Lembong, Kejagung: Itu Kan Pendapat Pengacara

Apartemen Nadiem Makarim Digeledah, Kejagung Temukan Barang Bukti Penting

Kakak-Adik Bos Sritex Jadi Tersangka Kasus Pencucian Uang, Negara Rugi Rp 1 Triliun!

Presiden Nepal Yakinkan Semua Pihak, Tuntutan Pengunjuk Rasa Akan Dipenuhi

KPK Menggali Keterangan Khalid Basalamah Terkait Perolehan Kuota Haji Khusus

Kejagung Akui Kepala Desa yang Terlibat Kasus Korupsi Meroket Hingga 100 Persen

Eks Wamenaker Noel Tampil Berpeci Setelah 20 Hari Ditahan KPK, Alasannya Biar Keren

Tersangka Anggota DPR Satori Tidak Ditahan Setelah Diperiksa KPK 7 Jam Lebih

Skandal Kasus Korupsi Chromebook, Kejari Periksa 8 Sekolah dan 10 Pejabat
