Ini Dia 3 Versi Surat Perintah Sebelas Maret


Supersemar di Arsip Nasional Republik Indonesia (Foto: MerahPutih/Noer Ardiansjah)
MerahPutih Nasional - Terhitung mundur pada 50 tahun yang lalu, tepatnya hari Jumat tanggal 11 Maret 1966, lembaran sejarah baru bangsa tertoreh dalam balutan kabut misterius yang belum juga terungkap hingga detik ini, Supersemar.
Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret adalah waktu di mana Republik Indonesia mengalami sebuah transisi besar dalam tampuk kekuasaan bangsa Nusantara. Surat mandat tersebut, konon merupakan titah kepada Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan guna mengatasi situasi keamanan.
Alhasil, menurut beberapa sumber yang ada bahwa Supersemar itu seolah menjadi jalan pembuka bagi Soeharto untuk meraih takhta presidensial Ir Soekarno.
"Faktanya menurut Sejarawan Asvi Varman Adam, Soekarno memberi surat lanjutan bahwa Supersemar bersifat teknis/administratif semata, bukan politis," kata Ahmad Yanuana Samantho kepada merahputih.com, Selasa (8/3).
Tak ayal, lanjut Ahmad, ihwal tersebut menimbulkan kontroversi Supersemar yang tidak hanya seputar keberadaan (fisik) surat itu, namun juga soal isinya. Adapun tiga versi Supersemar yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) secara isi memang sama, yakni perintah untuk mengamankan negara. Namun, bagaimana tafsir atas isi surat tersebut?
Seperti yang dikatakan oleh Mantan Kepala ANRI M Asichin, Ahmad Samantho juga mengatakan bahwa ketiga surat tersebut adalah palsu. Supersemar yang disimpan di etalase Arsip Negara itu kini ada tiga versi.
Adapun ketiga versi tersebut menurut Ahmad Samantho sebagai berikut:
Versi pertama, yakni surat yang berasal dari Sekretariat Negara. Surat itu terdiri dari dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama Sukarno.
Versi Kedua, berasal dari Pusat Penerangan TNI AD. Surat tersebut terdiri dari satu lembar dan juga berkop Burung Garuda. Ketikan surat versi kedua ini tampak tidak serapi pertama, bahkan terkesan amatiran. Jika versi pertama tertulis nama Sukarno, versi kedua tertulis nama Soekarno
Versi Ketiga, lebih aneh lagi. Surat yang terakhir diterima ANRI itu terdiri dari satu lembar, tidak berkop dan hanya berupa salinan. Tanda tangan Soekarno di versi ketiga ini juga tampak berbeda dari versi pertama dan kedua.
"Saya setuju dengan Kepala ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), M Asichin, memastikan ketiga surat itu adalah Supersemar palsu," kata dia.
Sementara itu, Benedict Anderson selaku pakar sejarah Indonesia asal Amerika Serikat, pernah mengatakan Supersemar asli sengaja dihilangkan. Hal itu didapatkan Anderson dari pengakuan seorang tentara yang bertugas di Istana Bogor, tempat Supersemar dibuat. Tanpa menyebut nama dan pangkat tentara tersebut, Anderson mengatakan, Supersemar asli berkop surat Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Bukan kop surat dengan lambang Burung Garuda seperti yang ada sekarang.
Lebih dalam sejarawan yang juga penulis tentang perjalanan Nusantara itu mengatakan bahwa seperti diketahui, Supersemar telah dijadikan alat pembenaran bagi Soeharto, si penerima, untuk memberangus Partai Komunis Indonesia (PKI), menangkap 15 menteri yang dianggap beraliran kiri dan loyal terhadap Presiden Soekarno serta mengawasi pemberitaan di media massa saat itu.
Ditambah, peran tentara guna menggerakkan oknum massa rakyat (yang telah terprovokasi AD waktu itu) untuk melakukan dan penangkapan, pemenjaraan, dan pembunuhan terhadap siapa saja yang dituduh PKI atau simpatisan Soekarno yang daftarnya disediakan oleh Agen CIA.
"Melihat langkah Soeharto itu, Soekarno segera mengeluarkan surat lanjutan dua hari berikutnya atau 13 Maret 1966 (Wisnu: 2010). Surat yang berisi tiga poin penting ini dibawa oleh Wakil Perdana Menteri II, Dr J Leimena, dan diserahkan kepada Soeharto," tambahnya.
Surat itu pada intinya mengingatkan Soeharto bahwa pertama, Supersemar bersifat teknis/administratif semata, bukan politis. Surat semata-mata berisi perintah untuk mengamankan rakyat, pemerintah dan presiden. Kedua, surat juga mengingatkan pembubaran partai politik harus atas seizin presiden. Ketiga, Soeharto diminta datang menghadap presiden untuk memberikan laporan.
"Surat yang tidak banyak diketahui publik ini akhirnya tak digubris Soeharto. Semua tahu bahwa setahun setelah penyerahan Supersemar atau 12 Maret 1967, Soeharto diangkat sebagai Presiden menggantikan Soekarno tanpa proses pemilu," pungkasnya. (Ard)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Prabowo Kasih Pujian dari Soekarno hingga Jokowi, Berhasil Jaga Keutuhan NKRI hingga Selamatkan Indonesia dari Krisis

Rapat Komisi X DPR Ricuh, Koalisi Sipil Tolak Pemutihan Sejarah dan Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Melihat Aksi Pukulan Padel dalam Ajang Soekarno Padel Open 2025 di Jakarta

Tolak Usulan Gelar Pahlawan Soeharto, Aktivis 98 Tegaskan Demokrasi Tidak Lahir Gratis

Pro-Kontra Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Wamensos: Masih Dikaji TP2GP

Pesan Usman Hamid di Perayaan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika, Ingatkan Soal Soekarno dan Soeharto

Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Setara Institute: Tak Memenuhi Syarat!

Polemik Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Setara Institute Khawatir soal Kebangkitan Orba

Rencana Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional Tuai Polemik, Mensos: Wajar, Manusia Punya Kekurangan dan Kelebihan

Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Titiek: Jasanya Begitu Besar
