Hubungan ADHD, Screen Time, dan Penggunaan Gadget


Screen time akan menjadi aktivitas keluarga selama pandemi. (Foto: 123RF/Cathy Yeulet)
DENGAN otoritas kesehatan masyarakat yang mendesak agar pembatasan sosial terus berlanjut, dan liburan di rumah aja, penggunaan gawai meningkat. Ini mengakibatkan banyak orang tua khawatir tentang efek kesehatan mental pada anak-anak mereka (dan bahkan pada diri mereka sendiri).
Harapan semakin tinggi dengan kedatangan vaksin, tetapi sebagian wilayah kembali mengetatkan pembatasan sosial seiring meningkatnya angka kasus COVID-19 pada liburan Natal dan Tahun Baru. Pandemi masih belum berakhir. Kabar baiknya, ada update mengenai screen time yang kemungkinan akan menjadi aktivitas kamu dan keluarga selam libur akhir tahun.
Baca juga:
Digital Parenting, Mengupas Metode Didik Orang Tua di Era Kekinian
Memang benar bahwa waktu menonton yang berlebihan dapat berbahaya, terutama bagi balita karena dapat menjauhkan mereka dari aktivitas penting yang membantu perkembangan.

Seperti waktu tatap muka dengan orang tua yang sangat penting bagi anak balita. Sementara, anak-anak yang lebih besar dan remaja, ketika tidak pandemi, screen time berlebihan dapat mengganggu kegiatan di luar rumah, belajar, melakukan hobi, waktu dengan teman sebaya, serta aktivitas fisik dan tidur.
Namun, kekhawatiran tersebut terkait dengan isi screen time itu sendiri yang berpotensi berbahaya jika tidak mendidik. Sehingga akhirnya tergantung pada struktur dan konten yang dikonsumsi.
Kekhawatiran akan bahaya screen time yang berlebihan meningkat dalam dekade terakhir karena keberadaan gawai di mana-mana dalam kehidupan sehari-hari. American Academy of Pediatrics, dalam pedoman 2016 mereka yang diperbarui, terus mengungkapkan perhatian khusus untuk bayi dan balita, dan risiko lain yang berkaitan dengan perkembangan sosial remaja.
Baca juga:
Microsoft Rilis Aplikasi Family Safety, Bisa Awasi Anak Bermain Gawai
Bagaimana dengan kaitan screen time dengan attention deficit hyperactivity disorder atau ADHD?
"Saya mencatat dalam sebuah blog dua tahun lalu bahwa dalam hal penggunaan media komersial dan gejala ADHD, bukti masih cukup lemah dan terus menunjukkan hanya asosiasi kecil berdasarkan meta-analisis tahun 2014," demikian dikatakan Joel Nigg, Ph.D., Profesor Psikiater dan Behavioral Neuroscience untuk Penelitian ADHD di Oregon Health & Science University dalam artikel di psychologytoday.com (29/12).
Sebuah studi pada 2018 mencoba mengatasi masalah ini dengan lebih banyak bukti. Para peneliti mencatat bahwa sejak 2011 (studi terakhir yang digunakan dalam meta-analisis 2014), jenis media sosial yang digunakan anak-anak telah berubah secara dramatis, begitu juga dengan jumlah penggunaannya.

Peneliti memang menemukan efek yang andal dari media layar dengan gejala ADHD. Tetapi hubungannya, seperti dalam meta-analisis, sangat kecil. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa, ya, penggunaan media sosial berperan dalam kurangnya perhatian dan gejala ADHD. "Tetapi itu hanya sebagian kecil dari efeknya," tambah Nigg.
ADHD terjadi akibat akumulasi beberapa faktor kecil, yang bertambah seiring waktu atau berturut-turut. Menghapus salah satu dapat membantu, tetapi pada saat yang sama, salah satu dengan sendirinya hanyalah faktor kecil. Jadi, jika langkah sehat lainnya dapat diambil, penggunaan media itu sendiri bukanlah pendorong utama masalah ADHD.
Hal-hal lain yang mengkhawatirkan
Yang lebih memprihatinkan adalah bukti lebih konsisten bahwa jenis penggunaan media yang salah yaitu, melihat banyak konten media yang mengandung kekerasan baik yang diperankan atau diilustrasikan dalam kartun. Hal ini meningkatkan agresi pada individu yang rentan.
Kekhawatiran ini digarisbawahi oleh laporan khusus dari American Psychological Association pada 2015. Namun, analisis ulang tahun ini mempertanyakan kesimpulan tersebut dan efek yang disarankan jauh lebih kecil.
Selain itu, hal yang juga mengkhawatirkan adalah temuan awal bahwa terlalu banyak waktu di depan layar dan media sosial dikaitkan dengan depresi dan mudah tersinggung pada remaja.
"Dalam beberapa tahun terakhir, dan semakin cepat dengan COVID, kami telah melihat peningkatan penggunaan media digital dan peningkatan depresi dan bunuh diri di masa muda. Menariknya, literatur pada saat yang sama terlibat dalam perselisihan tentang besarnya asosiasi penggunaan media sosial remaja dan peningkatan gejala depresi dan tingkat bunuh diri baru-baru ini di kalangan remaja di Amerika Serikat," urai Nigg panjang lebar.
Studi awal memang memberikan beberapa bukti tentang jumlah penggunaan media sosial dikaitkan dengan lebih banyak gejala depresi dan ketidakbahagiaan pada remaja. Seperti gejala ADHD, arah penyebabnya sulit diuraikan berdasarkan bukti yang ada.
Namun, tinjauan komprehensif yang muncul minggu ini dalam Annual Review of Developmental Psychology menunjukkan bahwa bukti tentang hubungan antara penggunaan media sosial dan efek negatif pada remaja masih terlalu terbatas untuk kesimpulan yang tegas.
Yang terpenting, meskipun asosiasi yang dapat diandalkan dengan hasil negatif untuk remaja terkadang terlihat, efek ini masih sangat kecil. Itu berarti banyak faktor lain dalam kehidupan remaja yang cenderung lebih penting dan mampu mengimbangi efek negatif apa pun dari penggunaan media sosial.
"Namun, untuk orangtua dari anak-anak dengan ADHD, ada peringatan penting: meskipun penggunaan media sosial tidak selalu berbahaya untuk anak-anak yang biasanya sedang berkembang, hal itu tampaknya terkait dengan memburuknya kesehatan mental pada anak-anak yang sudah memiliki beberapa masalah kesehatan mental," tutup Nigg. (aru)
Baca juga:
Hati-hati Dekatkan Gawai dengan Anak, ini Dampak Negatif yang Mesti Diwaspadai
Bagikan
Berita Terkait
Liburan Bersama Anak di Kolam Renang: Seru, Sehat, dan Penuh Manfaat

Tak hanya Melarang Roblox, Pemerintah Dituntut Lakukan Reformasi Literasi Digital untuk Anak-Anak

Tak Melulu Negatif, Roblox Tawarkan Manfaat Pengembangan Kreavitas untuk Pemain

Susu Soya, Jawaban Tepat untuk Anak dengan Intoleransi Laktosa

Dokter Bocorkan Cara Ajaib Bikin Anak Berprestasi Hanya dengan Musik

Bahaya Gawai Mengintai Si Kecil, Dokter Peringatkan Dampak Buruknya pada Kebiasaan Makan dan Tumbuh Kembang!

Wujudkan Kebersamaan dan Keakraban, LEGO Kampanyekan 'Main Bareng Bangun Silaturahmi' Ajak Seluruh Keluarga Kumpul di Ramadan
Parents, Lakukan 6 Hal ini untuk Mengajarkan Anak Berpuasa

Konglomerat Besar Korsel Dorong Karyawan untuk Memiliki Anak, Janjikan Banyak Insentif hingga Bonus Tunai

Biar Anak Terhindar dari Flexing, Ini 5 Cara Ajarkan Nilai Hidup Sederhana
