Harga Minyak Internasional Meroket Buntut Ketegangan Iran-AS
Para pelayat mencium peti mati Komandan Garda Revolusi Iran, Mayor Jenderal Qasem Soleimani yang terbunuh dalam serangan udara di bandara Baghdad, di Ahvaz, Iran, Minggu (5/1/2020). ANTARA FOTO/Hossei
Merahputih.com - Harga minyak terus naik pada hari Senin (6/1) setelah militer AS membunuh seorang komandan senior Iran yang memicu kekhawatiran meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dapat mengganggu produksi energi di wilayah tersebut.
Harga patokan minyak AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari naik 0,22 dolar AS menjadi 63,27 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara harga patokan minyak internasional, mentah Brent untuk pengiriman Maret naik 0,31 dolar menjadi ditutup pada 68,91 dolar per barel di London ICE Futures Exchange.
Baca Juga:
Intelijen AS Deteksi Rudal Iran Berstatus 'Siaga Tinggi', Trump Siap Serang 52 Titik
Harga minyak Brent mencapai 70 dolar AS per barel pada awal sesi perdagangan, mencapai tertinggi lebih dari tiga bulan.
Amerika Serikat membunuh Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Pasukan Pengawal Revolusi Islam Iran Quds, dalam serangan udara di Baghdad pada hari Jumat (3/1) yang meningkatkan ketegangan di Timur Tengah.
Pelaku pasar khawatir bahwa meningkatnya ketegangan Timur Tengah dapat berdampak pada produksi energi di kawasan kaya minyak, yang menyumbang hampir sepertiga dari pasokan minyak global, kata para analis.
Namun para analis juga mencatat bahwa meskipun ada ketegangan geopolitik, kapasitas cadangan dalam minyak mungkin tetap memadai.
"Kami masih mengharapkan pasar minyak yang kelebihan pasokan tahun ini karena pertumbuhan pasokan non-OPEC melampaui pertumbuhan permintaan minyak yang moderat," kata kepala investasi UBS Global Wealth Management Mark Haefele dan timnya dalam sebuah catatan dikutip Antara, Selasa (7/1).
Baca Juga:
Sementara harga minyak kemungkinan akan membangun premi risiko yang lebih besar di tengah ketegangan politik yang meningkat, harga Brent akan berjuang untuk bertahan di atas 70 dolar AS per barel pada paruh pertama 2020, kata analis UBS itu. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Zohran Mamdani Resmi Terpilih sebagai Wali Kota New York, Tercatat sebagai Termuda dan Prokemerdekaan Palestina
AS Akan Lakukan Uji Peluncuran Rudal Balistik Antarbenua Minuteman III
Mantan Wapres Amerika Serikat Dick Cheney Meninggal Dunia di Usia 84 Tahun
Program Bantuan Pangan Dihentikan, Setengah dari Negara Bagian AS Gugat Pemerintahan Donald Trump
Gedung Putih Klaim PM Jepang Sanae Takaichi Janji Menominasikan Presiden AS Donald Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian
Media Besar AS Tolak Pembatasan Pers, Ramai-Ramai Say Good Bye ke Pentagon
Perang Dagang AS-China, Menkeu: Biar Aja Mereka Berantem, Kita Untung
Helikopter Jatuh di Pantai California, 5 Orang Terluka Termasuk Pejalan Kaki
Shutdown Pemerintah AS Ancam Ratusan Ribu Pekerja, Ekonomi Berisiko Terguncang
Satuan Tugas Mulai Selidiki Radiasi Cs-137 Yang Dikeluhkan Amerika, Mulai Dari Cengkeh Lalu ke Udang