Hakim Konstitusi Didesak Kabulkan Uji Formil dan Materiil UU KPK Baru

Zulfikar SyZulfikar Sy - Senin, 03 Mei 2021
Hakim Konstitusi Didesak Kabulkan Uji Formil dan Materiil UU KPK Baru

Sidang Mahkamah Konstitusi. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan uji formil dan uji materiil Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) pada Selasa (4/5) besok. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar hakim konstitusi mengabulkan uji formil dan uji materiil UU KPK baru.

"Indonesia Corruption Watch mendesak agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji formil dan uji materiil UU KPK baru," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (3/5).

ICW menilai UU 19 Tahun 2019 hasil perubahan dari UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah menimbulkan problematika serius.

Baca Juga:

Kasus Samin Tan, KPK Garap Bos Lintas Usaha Beyond Energi

Hal itu tercermin temuan Transparency International yang menyebutkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 merosot tajam.

"Secara sederhana, konteks turunnya IPK tersebut dapat dikaitkan dengan ketidakjelasan arah politik hukum pemberantasan korupsi pemerintah. Alih-alih memperkuat keberadaan KPK, yang dilakukan justru menggembosi seluruh kewenangan lembaga antikorupsi itu," ujarnya.

Secara garis besar, Kurnia menjelaskan, setidaknya ada empat permasalahan utama dalam proses pembentukan maupun substansi UU KPK baru. Pertama, presiden dan DPR telah menihilkan nilai demokrasi saat membahas revisi UU KPK.

"Betapa tidak, praktis publik sama sekali tidak dilibatkan, bahkan, protes dengan aksi #ReformasiDikorupsi pun diabaikan begitu saja," imbuhnya.

Tak hanya itu, KPK yang notabene pengguna regulasi tersebut juga hanya dianggap angin lalu.

"Tentu hal itu secara jelas bertentangan dengan pasal 96 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," ujarnya.

Kedua, Kurnia melanjutkan, substansi revisi UU KPK bertentangan dengan banyak putusan MK. Dalam bagian ini, substansi yang dimaksud adalah perubahan pasal 3 UU KPK tentang independensidan pasal 40 UU KPK terkait kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Untuk independensi, UU KPK baru menabrak putusan MK tahun 2006 dan tahun 2011," imbuhnya.

Mahkamah Konstitusi (mahkamahkonstitusi.go.id)
Mahkamah Konstitusi (mahkamahkonstitusi.go.id)

Sedangkan SP3 melanggar putusan MK tahun 2003 yang telah meletakkan pondasi independensi kelembagaan KPK sebagai suatu hal utama bagi lembaga pemberantasan korupsi.

"Mengingat putusannya yang bersifat final dan mengikat, maka pasal dalam UU KPK baru mesti dikatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak ditafsirkan sebagaimana telah diputuskan oleh MK beberapa waktu lalu," kata Kurnia.

Ketiga, banyak ketidakjelasan norma dalam UU KPK baru. Poin yang paling mencolok ada pada pasal 37 A dan pasal 37 B UU KPK baru perihal pembentukan Dewan Pengawas dengan segala tugas-tugasnya.

"Salah satu tugas yang hingga saat ini sulit diterima logika hukum adalah memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan," kata Kurnia.

Sebab, ia menilai jika pun ingin mengacu pada regulasi umum (KUHAP) atau sistem peradilan pidana, satu-satu lembaga yang dibenarkan melakukan hal tersebut hanya pengadilan, bukan malah Dewan Pengawas.

Selain itu, pasal tersebut juga sekaligus menciptakan alur yang rumit serta birokratis tatkala KPK ingin melakukan penindakan.

"Benar saja, hal itu sempat diakui oleh penyidik KPK Novel Baswedan, saat memberikan kesaksian di persidangan MK," ujar Kurnia.

Keempat, ICW berpandangan bahwa revisi UU KPK sarat akan kepentingan politik.

"Untuk tiba pada kesimpulan itu bukan hal yang sulit, jika dilihat, produk legislasi kontroversi ini dihasilkan secara kilat, praktis hanya 14 hari saja," kata Kurnia.

Baca Juga:

KPK Ingatkan Penyelenggara Negara Tolak Gratifikasi THR Lebaran

Selain itu, ia menuturkan, revisi UU KPK juga sedari awal tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2019 namun tetap dipaksakan. Saat paripurna untuk mengesahkan UU KPK di DPR, jumlah kehadiran anggota pun tidak memenuhi kriteria kuorum.

"Sehingga ini menunjukkan adanya intensi politik di balik pembahasan revisi UU KPK," kata Kurnia.

Untuk itu, menurut Kurnia, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang bertugas menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum, kehadiran MK juga diharapkan menjadi lembaga penyeimbang sekaligus pengingat tatkala pembentuk UU (Presiden dan DPR) bertindak semena-mena dalam menyusun legislasi.

Bahkan kata dia, hakim MK juga secara spesifik disebutkan sebagai negarawan yang semestinya cakap dan bijak ketika mengambil suatu putusan.

"Maka dari itu, sebelum memutus uji materi UU KPK, MK diharapkan dapat mengimplementasikan ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan setiap hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan di tengah publik," tutup Kurnia. (Pon)

Baca Juga:

Puluhan Guru Besar Minta MK Kabulkan Uji Materi UU KPK Hasil Revisi

#KPK #ICW #Mahkamah Konstitusi
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Diperiksa 8 Jam oleh KPK, Eks Menag Yaqut Irit Bicara soal Kasus Kuota Haji
Eks Menag, Yaqut Cholil Qoumas, irit bicara usai diperiksa KPK, Selasa (16/12). Ia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi kuota haji.
Soffi Amira - Selasa, 16 Desember 2025
Diperiksa 8 Jam oleh KPK, Eks Menag Yaqut Irit Bicara soal Kasus Kuota Haji
Indonesia
Mantan Menag Gus Yaqut Kembali Diperiksa KPK
KPK memulai penyidikan kasus kuota haji pada 9 Agustus 2025. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 1 triliun
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 16 Desember 2025
Mantan Menag Gus Yaqut Kembali Diperiksa KPK
Indonesia
Ada Dugaan Gratifikasi, KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau SF Hariyanto
KPK menggeledah rumah dinas Plt Gubernur Riau, SF Hariyanto. Hal itu terkait adanya dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi.
Soffi Amira - Senin, 15 Desember 2025
Ada Dugaan Gratifikasi, KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau SF Hariyanto
Indonesia
Masih Aman, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Anggota Polisi yang Duduki Jabatan Sipil tak Perlu Ditarik
Pakar Hukum Tata Negara, Juanda mengatakan, bahwa anggota polisi yang duduk di jabatan sipil tak perlu ditarik.
Soffi Amira - Minggu, 14 Desember 2025
Masih Aman, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Anggota Polisi yang Duduki Jabatan Sipil tak Perlu Ditarik
Indonesia
Temuan Awal Duit Korupsi Bupati Lampung Tengah Rp 5 Miliar, Diduga Buat Bayar Utang Pilkada
Tidak akuntabel dan tidak transparannya laporan keuangan partai politik turut memperbesar risiko masuknya aliran dana tidak sah ke dalam sistem kepartaian.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 13 Desember 2025
Temuan Awal Duit Korupsi Bupati Lampung Tengah Rp 5 Miliar, Diduga Buat Bayar Utang Pilkada
Indonesia
Buntut Perkap Soal Polisi Isi Jabatan Sipil, Pengamat Desak Prabowo Ganti Kapolri
Perkap mengatur penugasan anggota Polri aktif di 17 kementerian dan lembaga di luar struktur kepolisian itu dinilai tidak mencerminkan penghormatan terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 13 Desember 2025
Buntut Perkap Soal Polisi Isi Jabatan Sipil, Pengamat Desak Prabowo Ganti Kapolri
Indonesia
Perkap Polri 10/2025 Dikritik Mahfud MD, Dinilai Langgar Putusan MK
Mahfud MD menilai Perkap Polri Nomor 10 Tahun 2025 tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan UU Polri serta Putusan MK.
Ananda Dimas Prasetya - Sabtu, 13 Desember 2025
Perkap Polri 10/2025 Dikritik Mahfud MD, Dinilai Langgar Putusan MK
Indonesia
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye
KPK mengungkap total aliran dana Rp 5,75 miliar yang diduga diterima Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dari fee proyek dan gratifikasi.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 11 Desember 2025
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye
Indonesia
KPK Tetapkan Bupati Lampung Tengah dan Anggota DPRD Riki Hendra Saputra sebagai Tersangka Kasus Korupsi
KPK menetapkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dan empat orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa dan gratifikasi.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 11 Desember 2025
KPK Tetapkan Bupati Lampung Tengah dan Anggota DPRD Riki Hendra Saputra sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Indonesia
Dedi Mulyadi Kunjungi Gedung KPK, Bahas Penyelamatan Aset Negara di Jawa Barat
Dedi Mulyadi mengunjungi Gedung KPK, Kamis (11/12). Kunjungan itu membahas penyelamatan aset negara di Jawa Barat.
Soffi Amira - Kamis, 11 Desember 2025
Dedi Mulyadi Kunjungi Gedung KPK, Bahas Penyelamatan Aset Negara di Jawa Barat
Bagikan