Gula dan Pengaruhnya pada Kesehatan Mental


Gula memiliki kaitan dengan kesehatan mental. (Foto: Pixabay/congerdesign)
MESKIPUN sebagian besar perhatian penelitian tentang gula dalam beberapa tahun terakhir berpusat pada efeknya untuk penyakit metabolik, sekarang mulai banyak literatur ilmiah yang menunjukkan efek gula yang merugikan pada kesehatan mental.
Penelitian tersebut berlawanan dengan intuisi banyak orang. Gula mungkin tampak seperti kontributor yang jelas untuk efek kesehatan negatif seperti kerusakan gigi dan penambahan berat badan, misalnya. Namun orang secara umum mengasosiasikan gula dengan efek emosional positif dari permen, coklat yang dijadikan hadiah saat anak-anak berbuat baik, kue pesta ulang tahun, serta perayaan hari raya seperti Tahun Baru, Halloween dan Natal.
Selain itu, banyak orang beralih secara khusus ke makanan manis untuk mengangkat suasana hati negatif dan mengelola stres. Bagaimana praktik perayaan yang tersebar luas dan pengalaman makanan yang menenangkan dengan gula ini bisa salah?
Baca juga:
Google Hadirkan Health Tool untuk Identifikasi Kondisi Kulit
"Ilmu saraf menjelaskan bagaimana gula dapat secara bersamaan membuat kamu bahagia dan tidak bahagia. Pada tingkat neurokimia, gula menginduksi perasaan penghargaan dan keinginan jangka pendek dengan meningkatkan aksi neurotransmitter penting yang disebut dopamin," ujar Thomas Rutledge, Ph.D., seorang Profesor Residensi di Departemen Psikiater Universitas California, AS dalam artikelnya di psychologytoday.com (24/5).
Rutledge menambahkan, dopamin memiliki banyak efek, di antaranya kemampuan untuk memicu peningkatan sementara bahan kimia kesenangan seperti endorfin dan endocannabinoid. "Ini berarti bahwa asosiasi pribadi kita tentang peningkatan suasana hati dan pereda stres saat makan makanan manis adalah nyata tetapi hanya sebentar," dia menekankan.
Untuk lebih jelasnya, berikut hasil penelitian laboratorium dan ilmu saraf terbaru yang menunjukkan hubungan antara asupan gula tinggi dan kesehatan mental.
1. Kecanduan

Gagasan bahwa gula membuat kecanduan masih menjadi kontroversi di kalangan para ahli. Bagaimanapun, dalam penelitian terkontrol menunjukkan dengan tegas bahwa gula memiliki sifat adiktif. Gula mengaktifkan jalur penghargaan dopamin dengan cara yang mirip dengan obat-obatan adiktif seperti kokain.
Asupan gula yang tinggi menyebabkan penurunan regulasi reseptor dopamin yang kami sebut "toleransi" di antara pengguna obat-obatan adiktif. Selain itu, makanan tinggi gula menyebabkan adiksi dan gejala penarikan diri bagi banyak pengguna. Gula juga sering kali menyebabkan konsumsi berlebihan yang sulit dikendalikan oleh seseorang meskipun ada konsekuensi yang merugikan.
Bagikan
Berita Terkait
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

Stok Gula Nasional Menumpuk dan Mafia Pangan Bergentayangan, Pemerintah Didesak Setop Impor Rafinasi Hingga Prioritaskan Petani Tebu Lokal

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
