Golkar Soal RUU KUP: PPN Sembako hingga Jasa Kesehatan Tidak Tepat
Ilustrasi. (Foto: MP/Pixabay.com/stevepb)
MerahPutih.com - Fraksi Partai Golkar DPR RI telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Revisi Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) dalam rapat kerja bersama pemerintah pada Senin (13/9).
Terkait hal tersebut, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mengaku memahami pentingnya reformasi perpajakan guna mendukung konsolidasi fiskal menuju disiplin fiskal sesuai amanat UU Keuangan Negara. Namun, ia menilai pembahasan RUU tersebut perlu dibahas secara mendalam dan hati-hati.
"Upaya reformasi ini perlu dilakukan dengan sangat hati-hati, cermat, dan tidak tergesa-gesa dengan pula memerhatikan kondisi perekonomian yang masih terdampak pandemi. Tentu kita juga perlu memastikan bahwa pembahasan nantinya berlangsung dengan komprehensif dan mempertimbangkan masukan dari masyarakat,” kata Puteri, Selasa, (14/9).
Baca Juga:
Pandemi COVID-19, Realisasi Pajak DJP Jateng II Mampu Tembus Rp 6,654 Triliun
Sebagai informasi, substansi RUU KUP yang disusun pemerintah tersebut tidak hanya memperbarui ketentuan umum dan tata cara perpajakan saja.
Tetapi, memuat penambahan substansi baru dan mengubah ketentuan yang ada terkait Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Cukai yang diatur dalam undang-undang terpisah, serta rencana pengenaan pajak karbon.
“Secara umum, dari aspek formil, kami memandang ketentuan-ketentuan dalam RUU ini harus menghindari potensi dan celah terjadinya aggressive tax collection. Sementara dari aspek materiil, kami mendorong agar ketentuan dalam RUU ini tidak mengarah pada pemajakan yang eksesif,” tutur Puteri.
Anak mantan Ketua DPR Ade Komaruddin ini juga menyoroti usulan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, maupun jasa pelayanan kesehatan medis. Ia menilai hal tersebut tidak tepat.
“Kami memandang rencana tersebut tidak tepat untuk diberlakukan karena menambah beban masyarakat dan berpotensi bertentangan dengan tujuan negara, baik untuk menciptakan kesejahteraan maupun investasi di bidang sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan,” ujarnya.
Baca Juga:
Bayar Pajak Praktis dengan Dompet Digital
Puteri juga mengimbau pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, untuk terus membenahi dan meningkatkan kapasitas administrasi perpajakan.
"Tujuannya agar ketentuan-ketentuan yang akan disepakati dalam RUU ini nantinya dapat terlaksana dengan lebih baik di lapangan. Sehingga bisa memberikan kontribusi yang optimal bagi pendapatan negara dan perekonomian nasional,” pungkasnya. (Pon)
Baca Juga:
Kasus Suap Pajak, KPK Kembali Panggil Konsultan PT Jhonlin Baratama
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
DPR RI Khawatir Fatwa MUI Tentang Pajak Daerah Akan Membuat Fiskal Daerah Indonesia Runtuh
MUI Keluarkan Fatwa Soal Pajak, Dirjen Segera Tabayyun Biar Tidak Terjadi Polemik
Gerak Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Bikin Penerimaan Pajak Tambah Rp 1,75 Triliun
Penerimaan Pajak Melambat, Ini Alasan Kemenkeu
Proses Pengesahan STNK Tahunan Tidak Perlu BPKB, Ini Syarat dan Mekanisme Lengkapnya
Pendapatan Daerah Hilang Besar, Pemprov DKI Dorong Evaluasi Insentif Kendaraan Listrik
Bekas Dirjen Jadi Tersangka di Jaksa Agung, Menkeu: Bantah Lagi Bersih-Bersih Ditjen Pajak
Kejagung Geledah Sejumlah Tempat Terkait dengan Dugaan Korupsi, DJP Hormati Proses Penegakan Hukum
Pajak UMKM 0,5 Persen Bakal Jadi Permanen, Purbaya Kasih Syarat Ini
Kemenkeu Kejar Pengemplang Pajak Nakal, Targetkan Kantongi Rp 20 Triliun