Goethe-Institut Sajikan Tujuh Tari Kontemporer dari Seniman Indonesia dan India

Goethe-Institut pamerkan tujuh seniman tari dari Indonesia dan India. (Goethe-Institut)
BERANGKAT dari gagasan ‘tidak kasatmata’ yang diangkat dalam ‘teater tidak kasatmata’ dan koreaografi sosial Augusto Boal, Goethe-Institut memprakarsai laboratorium seni berbasis proses untuk seni performa di India dan Indonesia.
Terpilihlah sebanyak tujuh karya ciptaan seniman dan kolektif seni asal Indonesia dan India telah lahir dalam proyek koreografi Invisible Dance. Proyek ini mengkaji aneka dan sudut pandang alternatif terkait praktik-praktik tari kontemporer.
Baca juga:Goethe-On-Demand Hadirkan 10 Film Generasi New German Cinema
Tujuh seniman dan kolektif seni dengan gagasan riset berbasis konteks yang spesifik dari berbagai ruang rural atau desentral di Indonesia dan India diundang untuk bergabung dengan platform ini.
Dari Indonesia terdapat Lembana Artgroecosystem: Komunitas KAHE, serta Enji Sekar. Adapun dari India adalah Abhijeet/Moodzi & Srilakshmi, Lapdiang A. Syiem, Rituparna Pal, serta Gram Art Project Collective.
Komunitas KAHE yang berjudul Dikideng: Goyang Ragam Kultur Pesta di Maumere coba mengkaji festival dan perayaan masyarakat Maumere, Flores, sebagai koreografi sosial.
“Karya ini bertujuan untuk mengamati pesta sebagai koreografi sosial atau dramaturgi dari sudut pandang tiga subjek yang sangat penting bagi pesta dan budaya pesta yang ada di Maumere,” ucap perwakilan Komunitas Katika Solapung dalam keterangan resmi yang diterima Merah Putih, Jumat (18/11).
Sementara itu, karya film dokumenter pendek dan buku panduan bertajuk 24 Jam di Lembâna oleh Lembâna Artgroecosystem merupakan upaya pemetaan dimensi spasial dan temporal spesifik di tempat asal mereka di Sumenep, Jawa Timur.
Baca juga: Mulia, Museum di Polandia Ini Didedikasikan untuk Kucing
Fikril Akbar dari Lembâna Artgroecosystem menyampaikan, “24 Jam di Lembâna penting bukan saja karena hendak melihat koreografi sebagai kerangka untuk melihat aspek-aspek geokultural Lembâna. Tetapi sebagai moda riset untuk mempelajari, mendalami, dan memetakan pengetahuan mengenai kualitas keruangan Lembâna, berikut nilai yang beroperasi di dalamnya”.
Kemudian dari India proyek Abhijeet/Moodzi dan Srilakshmi yang dinamakan Social Dance Experiments in Ahmedabad dilakukan di berbagai tempat di Ahmedabad dan ruang-ruang publiknya. Mereka melibatkan diri dengan beragam sektor masyarakat dan menyaksikan bagaimana eksperimen seperti ini dapat menanggapi konteks sosial-politik yang ada.
Adapun Gram Art Project Collective adalah sekelompok perempuan yang tinggal di lingkungan pedesaan. Mereka dapat dikatakan sebagai perempuan India pada umumnya, yang menciptakan performans durasional berjudul Cotton Stainers, yang meliputi berbagai cara berbeda untuk berbagi kenangan, harapan, impian, rahasia, dan beban mereka. (far)
Baca juga:
Goethe Institut Berkolaborasi dengan Museum Dunia untuk Hadirkan Pameran Seni
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Sebut Jakarta Harus Punya Lembaga Adat Betawi, Jadi Identitas Kuat sebagai Kota Global

Keberagaman budaya Indonesia Masih Jadi Magnet Bagi Wisatawan Mancanegara

Genre Imajinasi Nusantara, Lukisan Denny JA yang Terlahir dari Budaya Lokal hingga AI

Menbud Pastikan Pacu Jalur yang Kini Viral Sudah Lama Masuk Daftar Warisan Budaya Takbenda Nasional

Berkiprah di Korea, Miyu Pranoto Harumkan Nama Indonesia Lewat Dunia Tari

Pemprov DKI Segera Rampungkan Perda yang Melarang Ondel-ondel Ngamen di Jalan, Rano Karno: Mudah-mudahan Sebelum HUT Jakarta

Wajah Baru Indonesia Kaya Konsiten Usung Budaya Indonesia dengan Konsep Kekinian

Komisi X DPR Soroti Transparansi dan Partisipasi Publik dengan Menteri Kebudayaan

Fadli Zon: Kongres Perempuan 1928 Justru Diperkuat dalam Sejarah Indonesia

5 Museum Jakarta Buka Sampai Malam, Pengunjung Melonjak Hingga Ribuan
