Gerakan #2019GantiPresiden Menuju Makar? Analisis Media dalam Terminologi Hermeneutik


#2019GantiPresiden
MerahPutih.com - Suhu dan dinamika politik menjelang pesta demokrasi tahun 2019 mulai mendapatkan momentumnya. Pemilihan legislatif dan presiden secara serentak mendorong media sosial untuk ikut ambil bagian dari kontestasi tersebut.
Media sosial (medsos) selain sebagai sarana komunikasi, juga sebagai platform komunikasi politik yang efektif untuk pembentukan opini dan mobilisasi massa. Lebih luas lagi, medsos diharapkan juga sebagai pendulum demokrasi ke arah yang lebih baik.
Adanya perangkat hukum, yaitu UU nomor 11 tahun 2008 dan UU nomor 19 tahun 2016 tentang tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE), merupakan panduan sekaligus batasan atas kebebasan yang kebablasan dalam menggunakan perangkat komunikasi, media informasi dan media sosial.

UU ini memberikan peran kepada stakeholder dalam hal ini pemerintah untuk mengatur segala regulasi yang berkaitan dengan distribusi informasi dan transaksi elektronik agar berjalan diatas rel demokrasi yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Media sosial diaharapkan sebagai katalisator dalam penyampaian informasi yang benar dan terhindar dari berita bohong (hoax). Katalisator medsos tersebut meliputi; fanpage, hastag, follower, buzzer, thread, tagar, twitter, mailinglist, WA messenger group dan berbagai aplikasi serupa, yang menjadi acuan para netizen untuk menyalurkan syahwat aspirasinya dan beradu argument dalam jagat maya.
Gerakan #2019GantiPresiden yang diinisiasi oleh Mardani Ali Sera politikus PKS adalah sebuah nomenclatur dalam politik era milenial, terutama menjelang Pilpres 2019 yang menggunakan media sosial sebagai tools untuk mencapai tujuannya.
Gerakan tersebut merupakan konsekuensi logis atas peran media sosial dalam memicu opini publik, terutama untuk mewadahi sebagain masyarakat yang kecewa terhadap pemerintahan dibawah nakhoda Joko Widodo sebagai presiden. Gerakan itu timbul sebelum adanya deklarasi pencapresan secara resmi dari pasangan Jokowi-KH. Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandi.
Dalam dunia demokrasi terbuka sekarang ini, setiap orang ataupun kelompok mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi secara langsung. Kebebasan itu dijamin dengan dengan seperangkat aturan yang berlaku. Tetapi, kebebasan itu pun mempunyai batasan dan konsekuensi hukum jika melanggar aturan atau bersifat provokatif.
Kedewasan berpolitik, selayaknya dipertontonkan oleh para politikus yang notabene adalah praktisi dalam kontestasi perpoltikan di Indonesia. Karena merekalah yang membawa arah negara ini untuk kemajuan sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya.

Harapan dari pendidikan politik adalah agar masyarakat menjadi cerdas dan dewasa dalam berfikir dan menyalurkan aspirasi politiknya. Pedagogi dalam hal ini pedagogi politik, tidak ditujukan untuk para demagog oposan.
Jika dianalisis menggunakan terminologi hermeunetika gerakan #2019GantiPresiden merupakan pendidikan politik yang buruk terhadap masyarakat dan mempunyai pesan makar yang sangat kuat. Di dalam Hermenteutika, antara semiotik dari sebuah tanda dan pesan adalah satu kesatuan yang pasti.
Tidak mungkin sebuah tanda berdiri sendiri dan terpisah dengan pesan dilain pihak. Sehingga, jika #2019GantiPresiden dikatakan tidak mempunyai muatan makar adalah sebuah kesalahan interpretasi.
Dalam semiotik, komunikasi menekankan pada teori produksi tanda yang salah satunya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu: pengirim, penerima, kode, pesan, saluran, komunikasi dan acuan. Dari ketujuh faktor tersebut dan kita konfirmasikan kedalam #2019GantiPresiden, adalah sebagai berikut:
1. Siapakah pengirimnya: Oposisi pemerintah (spesifik-PKS) dan sebagai kontestan pendukung Prabowo-Sandi
2. Penerima : publik dalam hal ini baik masyarakat real maupun netizen, baik pemilih maupun yang belum memunyai hak pilih.
3. Kode: Adanya tagar (#) berpotensi untuk mendapatkan jaringan massa follower dan simpatisan. Adanya hastag dan tagar menunjukan bahwa, sipembuat pesan ingin menghimpun khalayak netizen untuk terkelompokan dalam satu persepsi, sebagaimana tujuan tersebut. Selain untuk branding; hastag dan tagar juga berfungsi sebagai kampanye lintas flatform, misalnya antara Facebook, Instagram, twitter dan lain-lain. Sehingga ini sangat jelas, bahwa gerakan tersebut merupakan kampanye politik tersembunyi untuk mengganti presiden yang sah.
4. Pesan: Ganti presiden, adalah pesan politik dan kampanye terselebung secara tidak konstitusional, karena pikiran publik sudah dibajak sebelum momentum sebagaimana mestinya, sesuai cara-cara konstitusi untuk pergantian presiden.
5. Saluran: semua media sosial (Facebook, Twitter, Whatsapp, Instagram, dll) maupun hardware (kaos, spanduk, pembentuka kelompok-kelompok ganti presiden dan lain-lain)
6. Komunikasi: Komunikasi yang dibangun adalah komunikasi oposisi, lawan dan kawan, pro dan kontra, ganti dan tetap.
7. Acuan: mengelabui aturan KPU dan Bawaslu sehingga kampanye terselubung sebelum waktunya.

Dampak dari gerakan tersebut sangat merugikan, dalam hal ini pastinya presiden Joko Widodo. Karena beliau adalah presiden yang sah secara konstitusional dan masih menjabat pada saat ini. Gerakan tersebut juga dikategorikan sebagai persekusi terhadap peresiden Joko Widodo.
Tetapi, dilapangan justru terbalik, adanya insiden Neno Warisman dan Ahmad Dani dibeberapa daerah, seolah-olah mereka dipersepsikan dipersekusi oleh orang yang kontra terhadap gerakan tersebut. Padahal sebenarnya yang dipersekusi adalah Presiden Jokowi oleh gerakan #2019GantiPresiden tersebut.
Gerakan #2019gantipresiden sangat berbahaya bagi kehidupan bangsa dan negara secara umum, karena makar secara diam-diam melalui gerakan tersebut akan berdampak pada konflik horiszontal diberbagai tempat, antara yang pro dan kontra gerakan tersebut.
Sehingga aparat negara dalam hal ini pihak kepolisian dan BIN segera menindaklanjuti gerakan tersebut untuk diproses secara hukum, karena telah melanggar UU ITE dan menimbulkan propaganda-provokasi yang mengancam keamanan dan kenyaman publik.(*)

Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
PKS: Bendera One Piece Bukan Anarkis, Itu Kritik Kreatif

Geger Bendera Bajak Laut One Piece Jelang HUT RI, Mardani: Nikmati Saja

Legislator Ungkap Keuntungan dari Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

Banjir Jakarta Parah Sampai 2,7 Meter! Mardani Tegaskan Solusi Banjir Bukan Sekadar Tambal Sulam

Prabowo Subianto Bakal Hadiri Pembukaan Konferensi PUIC 2025, Fokus Tata Kelola Pemerintahan

Delegasi Palestina di Sidang PUIC: Dalam Sejarah Manusia, Tak Pernah Ada Kejahatan Seperti Ini

DPR Akan Bawa Isu Palestina dalam Konferensi Parlemen OKI

Semangat Kasih dan Solidaritas Paus Fransiskus Hidup di Tengah Dunia, DPR: Perjuangannya Harus Kita Lanjutkan

Kritik Program Golden Visa, Legislator PKS Minta Jaminan Tidak Menimbulkan Konflik Agraria

Akronim Program Pemerintah Dibuat Nyeleneh, Mardani Minta Penggantian Nama
