Gelora Sebut PKS Berpotensi 'Pecah' Jika Gabung Prabowo-Gibran

Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik. (ANTARA/HO)
MerahPutih.com - Jargon perubahan yang digaungkan Koalisi Perubahan sedang diuji, karena koalisi yang terdiri dari Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tengah dalam penjajakan merapat ke koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Partai NasDem bahkan sudah terang-terangan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Partai besutan Surya Paloh tersebut sudah mendeklarasikan berada di kubu pemerintah dan secara informal telah meninggalkan koalisi yang mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024.
Baca juga:
Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik mengatakan, jika PKS mengikuti jejak NasDem masuk ke dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), maka situasi tersebut akan membuat PKS terbelah dengan massa ideologis.
"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," kata Mahfuz Sidik kepada wartawan, Senin (29/4).
Menurut Mahfuz, PKS tidak konsisten menyuarakan kritikan apabila bergabung dengan kubu Prabowo-Gibran. Padahal, PKS kerap mengkritisi Prabowo-Gibran selama masa kampanye Pilpres 2024.
"Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," tuturnya.
Baca juga:
Ketum PKS Akui Tak Bisa Sendirian Tentukan Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran
Mahfuz menyegarkan ingatan publik soal narasi yang dimunculkan PKS. Di antaranya yaitu soal analogi bahwa Nabi Musa tidak perlu berutang kepada Firaun, karena dahulu Anies Baswedan diusung menjadi calon Gubernur Jakarta pada 2017 oleh Partai Gerindra.
Selain itu, lanjut Mahfuz, PKS kerap memunculkan narasi adu domba dan membelah masyarakat. Misalnya, memberikan stempel pengkhianat kepada Prabowo lantaran bergabung dengan kabinet Presiden Jokowi dan Ma'ruf Amin pada 2019.
Baca juga:
"Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS," ungkapnya.
Menurut Mahfuz, selama ini Jokowi dan Prabowo telah mengingatkan untuk tidak menarasikan membelah politik dan ideologi.
"Narasi-narasi yang beresiko membelah lagi masyarakat secara politis dan ideologis. Padahal itu yang sering diingatkan oleh Presiden Jokowi dan capres Prabowo," pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Pajak Bumi dan Bangunan Naik Hingga 250% di Pati, PKS Minta Pemerintah Jangan Pernah 'Bermain Api' dengan Rakyat

Demi Tanah Abang Bangkit, Fraksi PKS Desak Pemprov DKI Jadikan Prioritas di RPJMD

PKS: Bendera One Piece Bukan Anarkis, Itu Kritik Kreatif

Heran Olahraga Padel Dikenakan Pajak, Dewan PKS DKI: Mestinya Difasilitasi

PKS Copot Wakil Ketua DPRD Banten Budi Prajogo Gara-Gara Kasus Siswa Titipan SPMB

Sukamta Gantikan Aher Jadi Wakil Ketua Komisi I DPR

Presiden PKS Rombak Komposisi Fraksi, Aher Geser Istrinya Jadi Ketua BAM DPR

PKS: Pemakzulan Gibran Rakabuming Raka adalah Cerminan Demokrasi

PKS Siap Transformasi Jadi Partai Lebih Inklusif dan Libatkan Generasi Muda
