Ganja Medis dan Ganja Biasa, Ketahui Perbedaannya


Ganja medis sangat berbeda dengan tanaman ganja biasa. (Foto: freepik/jcomp)
PENGGUNAAN ganja memang cukup kontroversial, bahkan untuk kebutuhan medis. Keberadaannya di Indonesia pun dianggap ilegal dan termasuk ke dalam obat-obatan terlarang, meski memiliki cukup banyak manfaat untuk kesehatan.
Mariyuana atau ganja adalah daun dari tanaman bernama Cannabis sativa. Tanaman ini memiliki 100 bahan kimia berbeda yang disebut dengan cannabinoid. Masing-masing bahannya memiliki efek berbeda pada tubuh. Kandungan delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD) adalah bahan kimia utama yang kerap digunakan dalam pengobatan.
Baca juga:
Pertama di Asia, Thailand Resmi Legalkan Ganja untuk Warganya

Perlu diketahui, THC merupakan senyawa yang dapat membuat 'mabuk'. Sedangkan, senyawa cannabinoid sebenarnya diproduksi juga oleh tubuh secara alami untuk membantu mengatur konsentrasi, gerak tubuh, nafsu makan, rasa sakit, hingga sensasi pada indra.
Namun pada ganja, sebagian senyawa tersebut sangatlah kuat dan bisa menyebabkan berbagai efek kesehatan serius jika disalahgunakan.
Menurut Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) dr Inggrid Tania, ganja medis sangat berbeda dengan tanaman ganja biasa. Ganja medis merupakan produk derivatif dari tanaman ganja yang digunakan khusus untuk kepentingan pengobatan dan tidak ditujukan untuk penggunaan rekreasi.
Ganja medis bukan ganja utuh atau bagian-bagian daunnya secara utuh, atau bijinya, atau daunnya saja. Menurut dr Inggrid, ganja medis bukan tanaman ganja biasa atau daun ganja pada umumnya. Ganja medis telah mengalami proses ekstraksi dan isolasi sehingga bisa digunakan untuk kepentingan medis.
"Jadi memang ganja medis itu sudah berupa ekstrak daripada tanaman ganja, atau juga berupa isolasi, isolate dari senyawa aktif yang terkandung dari tanaman ganja. Misal sudah diisolasi senyawa CBD (canabinol) dalam bentuk minyak, menghasilkan CBD oil. Itu contoh ganja medis," jelasnya.
Baca juga:

dr Inggrid mengingatkan, penggunaan ganja untuk tujuan rekreasi dengan dibakar atau dihisap seperti rokok justru menimbulkan risiko negatif bagi kesehatan. "Jadi bukan berupa daun, atau dilinting seperti rokok, jadi umumnya tidak berbentuk seperti itu. Justru yang dibakar kayak rokok itu menghasilkan zat karsinogen yang memicu kanker seperti merokok," jelasnya.
Penggunaan ganja medis di beberapa negara, seperti di AS, umumnya untuk mengontrol rasa sakit. Sementara, ganja tidak cukup ampuh untuk rasa sakit yang parah (misalnya, nyeri pasca operasi atau patah tulang).
Mengutip Harvard Health Publishing, menurut seorang dokter, pendidik, dan spesialis ganja di Rumah Sakit Umum Massachusetts Peter Grinspoon, ganja lebih aman daripada opium. Ganja dinilai tidak menyebabkan overdosis, tidak membuat ketagihan atau adiksi, dan dapat menggantikan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID). Pasien menganggap bahwa ganja medis memungkinkan mereka untuk melanjutkan aktivitas tanpa gangguan.
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan, ganja ternyata memiliki sejumlah manfaat lain bagi kesehatan yang mungkin jarang diketahui banyak orang. Pemerintah sudah seharusnya mengkaji juga risiko penyalahgunaan ganja dalam kajian legalisasi ganja medis. Penggunaan ganja medis untuk rekreasi sangat berpeluang terjadi, jika wacana legalisasi ganja medis tidak dikaji serius. (DGS)
Baca juga:
Negara yang Melegalkan Ganja untuk Medis. Turki Salah Satunya
Bagikan
Ananda Dimas Prasetya
Berita Terkait
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
