Sains

Fenomena Cahaya Gempa Maroko, Pertanda atau Kebetulan?

Dwi AstariniDwi Astarini - Sabtu, 16 September 2023
Fenomena Cahaya Gempa Maroko, Pertanda atau Kebetulan?

Cahaya gempa bumi muncul sebelum gempa Maroko.(foto: pexels-stefan-stefancik)

Ukuran:
14
Audio:

CAHAYA misterius berkilat di langit Maroko sebelum gempa 6,8 magnitude mengguncang pada Jumat (8/9). Kilatannya terang, beraneka warna, menari-nari di cakrawala. Cahaya itu merupakan sebuah misteri. Apakah itu sebuah pertanda atau hanya kebetulan saja?

“Kilatan itu benar-benar nyata terjadi sebelum gempa bumi,” kata ahli geofisika pensiunan US Geological Survey John Derr, seperti dilansir CNN. Meski cahaya itu nyata, pensiunan yang ikut menulis sejumlah makalah terkait dengan earthquake lights (EQL/cahaya gempa bumi) ini mengatakan belum ada konsensus mengenai penyebab fenomena ini. Padahal, fenomena ini telah ada sejak masa Yunani Kuno.

BACA JUGA:

Maroko 3 Hari Berkabung bagi Korban Gempa 7 Magnitudo

Derr mengatakan penampakan EQL tergantung pada tingkat cahaya dan beberapa faktor lainnya. Cahaya gempa bumi yang muncul di Maroko, menurut Derr, mirip dengan yang muncul pada gempa bumi di Pisco, Peru, pada 2007. “Empat puluh tahun lalu, mustahil merekam cahaya gempa bumi ini. Jika pun kamu melihatnya, tak akan ada yang percaya,” kata profesor fisika di Universidad Nacional Mayor de San Marcos di Peru dan Pontifical Catholic University of Peru Juan Antonio Lira Cacho. Di masa kini, keberadaan ponsel pintar yang mampu merekam video dan kamera keamanan nan tersebar telah membuat studi tentang EQL makin mudah.

Kemunculan yang berbeda-beda

EQL tak selalu muncul seperti yang terlihat di Maroko. Dalam Encyclopedia of Solid Earth Geophysics terbitan 2019 yang ikut ditulis Derr disebutkan bahwa cahaya gempa bumi dapat muncul dalam berbagai bentuk.

Terkadang, EQL muncul seperti petir biasa. Di lain kesempatan, itu bisa terlihat seperti kumpulan cahaya terang serupa aurora. Adapula yang terlihat seperti bola cahaya melayang di udara. Beberapa EQL muncul dalam bentuk percikan kecil nan merayap di permukaan tanah atau percikan yang sedikit lebih besar yang muncul dari dalam tanah. Saat gempa bumi Sichuan, Tiongkok, pada 2008, EQL muncul seperti awan bercahaya di langit.

Derr bersama koleganya mempelajari fenomena ini. Ia mengumpulkan informasi dari 65 gempa bumi yang terjadi di Amerika dan Eropa. Kejadian-kejadian itu diketahui punya laporan tepercaya mengenai kemunculan EQL. Temuannya menakjubkan. EQL ternyata bukan fenomena baru. Cahaya-cahaya misterius ini telah muncul sejak 1600.

Para peneliti studi yang diterbitkan di jurnal Seismological Research Letters menemukan 80 persen EQL yang jadi bahan studi muncul sebelum gempa bumi dengan magnitude di atas 5,0. Dalam beberapa kejadian, EQL muncul beberapa saat sebelum atau saat aktivitas seismik terjadi. Cahaya gempa bumi tersebut terlihat hingga 600 kilometer dari episentrum gempa.

Secara umum, gempa bumi dengan kekuatan besar terjadi di sekitar atau dekat area pertemuan pelat tektonik. Namun, studi pada 2014 menemukan bahwa mayoritas gempa terhubung dengan fenomena cahaya yang terjadi di dalam pelat tektonik, alih-alih di pinggirannya.

Disebutkan, EQL amat mungkin terjadi di area patahan kerak bumi. Patahan itu menciptakan dataran rendah memanjang yang diapit dua blok dataran yang lebih tinggi.

BACA JUGA:

Kondisi WNI di Maroko Pascagempa M 6,8

EQL, kilatan alarm penanda gempa

Tak ada yang kebetulan apalagi klenik dalam fenomena EQL ini. Profesor kehormatan pada San Jose University yang juga mantan peneliti di Pusat Riset NASA Ames Friedemann Freund menjelaskan fenomena ini lewat pemahaman sains. Kolaborator untuk Derr ini menyebut cacat atau ketidakmurnian kristal dalam bebatuan akan seketika patah tatkala terkena tekanan mekanis nan besar, seperti halnya tekanan tektonik kala gempa bumi berkekuatan besar. Meski merupakan insulator, bebatuan, saat dikenai tekanan mekanis, akan berubah menjadi semikonduktor. Dari sanalah tercipta aliran listrik.

Freund mengumpamakannya seperti menyalakan sebuah baterai. Aliran listrik yang tercipta mengalir keluar bebatuan yang terkena tekanan melewati bebatuan lain yang tak terkena tekanan. “Aliran itu bergerak amat cepat, mencapai 200 meter per detik,” jelasnya dalam artikel untuk The Conversation (2014), dikutip CNN.

Dalam teori lain disebutkan bahwa EQL merupakan efek dari listrik statis yang timbul dari bebatuan yang patah kala gempa bumi terjadi.

Meski demikian, hingga kini, belum ada kesepakatan dari para seismolog mengenai mekanisme terjadinya EQL ini. Para ilmuwan masih bekerja untuk menguak misteri terjadi EQL. “Suatu hari nanti, EQL atau aliran listrik yang memicunya, dikombinasikan dengan faktor lainnya, bisa membantu dalam prediksi gempa bumi berkekuatan besar,” harap Freund.(dwi)

BACA JUGA:

Jokowi Sampaikan Duka Mendalam Buat Korban Gempa Maroko

#Sains
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.

Berita Terkait

Lifestyle
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Temuan ini akan membantu ilmuwan mencari pengobatan baru bagi manusia.
Dwi Astarini - Jumat, 15 Agustus 2025
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Lifestyle
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Artropoda disebut menjadi sumber makanan penting bagi burung dan hewan yang lebih besar.??
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Dunia
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Pompeii setelah tahun 79 muncul kembali, bukan sebagai kota, melainkan sebagai kumpulan bangunan yang rapuh dan suram, semacam kamp.
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Lifestyle
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Dikenal dengan nama NWA 16788, meteorit ini memiliki berat 24,5 kilogram.
Dwi Astarini - Kamis, 17 Juli 2025
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Lifestyle
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Gejala alergi tak lagi bisa dianggap sepele.
Dwi Astarini - Senin, 23 Juni 2025
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Fun
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Sebuah studi dari Concordia University mengungkap bahwa membagikan foto atau video hewan lucu di media sosial ternyata bisa memperkuat koneksi dan hubungan digital. Simak penjelasannya!
Hendaru Tri Hanggoro - Jumat, 13 Juni 2025
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Fun
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Strawberry Moon bukan berarti bulan berwarna merah muda. Simak fakta menarik tentang fenomena langit langka yang hanya terjadi setiap 18,6 tahun sekali ini.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 12 Juni 2025
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Fun
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Studi dari American Psychological Association temukan bahwa screen time berlebihan berkaitan dengan kecemasan, depresi, dan agresi pada anak-anak. Konten dan dukungan emosional juga berperan penting.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 11 Juni 2025
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Dunia
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Stuart Semple klaim ciptakan warna cat baru hasil eksperimen ilmiah.
Hendaru Tri Hanggoro - Sabtu, 26 April 2025
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Fun
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Ilmuwan temukan warna ‘olo’ — biru-hijau super pekat yang hanya terlihat dengan teknologi laser Oz.
Hendaru Tri Hanggoro - Senin, 21 April 2025
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Bagikan