Rejang Renteng, Tari Olah Rasa dari Kaum Ibu


Tari Rejang Renteng yang memiliki makna renta atau tua atau bisa juga sudah berkeluarga dan ditarikan oleh sosok ibu dalam pola tarian yang sederhana dengan olah rasa, bukan olah badan. (Foto: ANTARA
TARI Rejang Renteng merupakan tari wali yang dibawakan para ibu. Tari ini memiliki gerakan sederhana, kostum dan pola lantai, srta ekspresi yang juga sederhana. Olah napas dan olah tubuh pun disesuaikan dengan ibu-ibu.
Nama Rejang Renteng berasal dari kata 'renteng' atau 'rente' yang bermakna renta atau tua atau bisa juga diartikan sudah berkeluarga. Dalam hal ini, tari Rejang Renteng ditarikan sosok ibu dalam pola tarian yang sederhana dan menggunakan olah rasa.
1. Tari olah rasa dibawakan tak sembarang orang

Tari Rejang Renteng merupakan olah rasa, bukan olah badan. Demikian dikatakan pembina tari Rejang Renteng, Ida Ayu Made Diastini, di sela-sela acara pembukaan Festival Yeh Gangga, Tabanan, seperti dikutip Antara.
Tari Rejang Renteng tidak dapat dibawakan sembarang usia dan kalangan. Yang bisa menarikan tarian ini ialah penari yang sudah berkeluarga dan para pemangku istri.
Jumlah penari untuk Rejang Renteng pun juga wajib berjumlah ganjil, yaitu 3, 5, 7, 9, dan seterusnya. Aturan itu sudah berlaku sejak pembuatan tarian ini secara niskala.
Baca juga berita lainnya dalam artikel: 10 Universitas Tertua di Dunia, Salah Satunya Terkait Ekspedisi Hindia Belanda
2. Rejang renteng tari sakral di pura

Rejang Renteng merupakan tarian yang berfungsi sebagai tari wali atau tari sakral yang dibawakan saat piodalan. Tarian ini berkaitan dengan niskala (hubungan dengan Tuhan).
Tari sakral hanya dapat ditarikan dalam kegiatan piodalan di pura, khususnya Pura Dalem Ped di Nusa Penida, mewajibkan para penari dari daerah setempat untuk menarikan tarian tersebut atau ngayah.
Para penari memiliki taksu tersendiri yang datang ketika sudah menarikan tarian ini secara tulus dan ikhlas. Apabila tarian ini ditampilkan di pantai, arah penari tidak diperkenankan membelakangi pantai, dan penari wajib berhadapan sesama penari atau berhadapan dengan pantai.
3. Tari Rejang Renteng dikembangkan pada 1999

Rejang Renteng berawal dari Rejang yang ada di Desa Saren, Nusa Penida. Lalu berkembang menjadi sebuah tarian, yaitu Rejang Renteng. Sementara itu, Rejang yang ditampilkan pada salah satu festival di Tabanan itu merupakan pengembangan Rejang Renteng yang ada di Desa Saren.
Tarian ini bukan Rejang Renteng Nusa Penida yang diadopsi, melainkan tarian dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang merupakan hasil pengembangan yang ada di Desa Saren tersebut.
Tarian ini dikembangkan pada 1999 oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dalam upaya menerapkan tujuan pemerintah untuk melestarikan seni budaya berupa tarian sakral Bali.
Baca juga berita lainnya dalam artikel: Pantai Batu Kora, Tempat Favorit Wisatawan Intip Mentari Tenggelam di Balik Batu
4. Penari wajib mengenakan kebaya putih tanpa motif

Koreografi tarian ini merupakan pengembangan dari pola gerakan dari tari yang lembut, sederhana, dan kental dengan unsur niskala. Menurut Ida Ayu Made, tari Rejang Renteng dapat dibawakan sebagai tari wali saat pelaksanaan upacara Bali atau piodalan.
Penampilannya pun dalam piodalan alit, madya, dan ageng di pura. Untuk penampilan dalam ajang perlombaan, wajib perlombaan tersebut memiliki kaitan dengan pelaksanaan piodalan di pura setempat.
Penari Rejang Renteng oleh ibu-ibu ini wajib mengenakan kebaya berwarna putih tanpa motif atau polos dan lengan panjang. Tidak disarankan untuk menggunakan kebaya dengan lengan pendek saat persembahyangan.
Ditambahkan juga selendang berwarna kuning sebagai simbol kebaikan dan kejahatan serta emosi yang perlu diikat dalam simpulan selendang tersebut. Selain itu, ada kain cepuk tenunan atau kamen berwarna kuning.
Pewajiban menggunakan kebaya berwarna putih memiliki makna bahwa badan manusia sendiri merupakan sesuatu yang sakral dan sangat perlu untuk dijaga agar terhindar dari hal-hal yang tidak baik (penolak bala).
Pakaian kebaya berwarna putih polos tanpa motif memberikan arti bahwa para penari memiliki niat yang tulus dan ikhlas yang ditujukan kepada Tuhan.
Baca juga berita lainnya dalam artikel: 5 Kota Hantu di Dunia Ditinggalkan Penduduknya
5. Penari Rejang Renteng memakai hiasan kepala penuh simbol

Para penari yang merupakan kelompok ibu ini juga dicirikan riasan kepala berupa sanggul yang mengandung arti bahwa penari Rejang Renteng tersebut dalam status sudah berkeluarga atau menikah.
Ditambah dengan hiasan kepala berupa bunga jepun yang mengitari sanggul. Itu bermakna bahwa aroma wangi sari bunga jepun menunjukkan keindahan secara alami.
Selain itu, di bagian telinga, terdapat subeng sebagai hiasan bermakna bahwa para penari mendengarkan suara-suara yang suci serta tidak terbebas dari kata-kata kotor yang dapat mengganggu pelaksanaan tari Rejang Renteng. Hal ini bertujuan memberikan persembahan kepada Sang Pencipta.
Oleh karena itu, di setiap balutan pakaian penari Rejang Renteng sangat kental makna spiritualnya. Hal itu sesuai dengan fungsinya sebagai tari wali yang sering dijadikan sebagai persembahan saat piodalan-piodalan berlangsung. "Apabila tarian tersebut ditarikan dalam sebuah pembukaan acara, hal itu dimaksudkan sebagai ruatan dahulu untuk Bumi kita, untuk desa kita, sebagai bukti untuk mempersilakan Ratu Rejang Renteng yang asalnya dari Nusa Penida, Ida Betara Ratu Dalem Ped, " ungkap IA Made Diastini. (*)
Baca juga berita lainnya dalam artikel: Nih 3 Restoran Ayam Goreng Khas Korea yang Paling Enak di Jakarta, Si Hobi Makan Wajib Mampir!
Bagikan
Berita Terkait
Simfoni Delapan Dekade GBN 2025: Prince Poetiray dan Pembantu Prabowo Sukses Bikin Banjir Air Mata

IdeaFest 2025 Usung Tema '(Cult)ivate The Culture', Dorong Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya

Penetapan Hari Kebudayaan Nasional 17 Oktober Diklaim Tidak Terkait Dengan Hari Ulang Tahun Presiden Prabowo

Hari Kebudayaan Nasional 17 Oktober Bertepatan dengan Ultah Prabowo, PDIP: Tak Perlu Tendensius

Menbud: Indonesia Pegang Peran Penting Narasi Besar Evolusi Manusia

AWBI Perkenalkan Ragam Kebudayaan Indonesia, Warisan Perlu Dijaga dan Dilestarikan

Inggris Belum Mau Kembalikan Artefak Bersejarah RI, Fadli Zon Gencarkan Lobi

Belanda Pulangkan Objek Budaya Terkait Puputan Badung

Menilik Kehidupan Toeti Heraty dalam Pameran Arsip 'Aku Dalam Budaya'

Indonesia Ajukan 5 Warisan Kebudayaan Dunia ke UNESCO
