Fahri Hamzah Nilai Pemerintah Bisa Kehilangan Legitimasi di Mata Rakyat Jika Pilkada Ditunda


Mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. (Instagram/@fahrihamzah)
MerahPutih.com - Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah setuju dengan langkah Pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu untuk tetap melanjutkan Pilkada serentak 2020 yang dilaksanakan pada 270 daerah pada 9 Desember 2020. Alasannya, jika legitimasi sudah hilang justru akan sangat berbahaya.
"Pilkada adalah momentum untuk tetap mempertahankan legitimasi pemerintah daerah terhadap rakyatnya. Karena menurut dia, jika legitimasi sudah hilang maka sangat berbahaya," kata Fahri, Rabu (23/9).
Baca Juga
Mahfud Tegaskan Pengumuman Paslon Pilkada 2020 Lewat Website
Fahri menjelaskan bahwa saat ini selain krisis ekonomi dan kesehatan, yang paling berbahaya juga adalah krisis legitimasi. Yakni baik terhadap pemerintah pusat hingga daerah.
Justru yang dia lihat, legitimasi pemerintah dari pusat hingga daerah saat sedang diuji. Lalu saat masyarakat ingin membangun legitimasi lewat pilkada, tetapi justru diundur, maka menurutnya langkah tersebut sangat berbahaya.
"Lalu kemudian mau narik ke belakang, menghentikan transfer legitimasi yang akan habis pada bulan Januari (2021) nanti, yang apabila 270 daerah ini legitimasinya hilang, chaos akan terjadi di daerah," tambahnya.
Sebenarnya, kata mantan Wakil Ketua DPR RI ini, saat krisis ekonomi dan kesehatan ini melanda akibat virus corona, maka yang bisa menyelematkan adalah legitimasi pemerintah.

Bahkan menurutnya, jika legitimasi terhadap penguasa itu kuat maka rakyat diajak untuk sejenak susah pun akan ikut. Dengan begitu, ia yakin krisis kesehatan dan ekonomi saat ini bisa dilalui.
"Sebab kalau kita masih punya kekuasaan yang legitimate, kita masih bisa menghadapi krisis kesehatan kita bisa menghadapi krisis ekonomi. Pemimpin kita yang legitimate itu bisa mengajak kita untuk hidup miskin bareng, makan dari hutan kita kembali ke nature. Tapi sekali kita kehilangan basis legitimasi itu berbahaya sekali," jelasnya.
Jika opsi ditunda seperti banyak desakan itu, maka kekosongan jabatan kepala daerah akan diisi oleh pelaksana tugas atau Plt. Bisa dari pimpinan di daerah itu atau dari pihak lain yang ditunjuk pemerintah pusat.
Namun, kata Fahri, penunjukan pelaksana tidak akan menjadi solusi dan tetap akan berbuntut chaos. Karena dimasa pandemi Covid-19 saat ini, pemimpin yang definitif lah yang bisa menjalankannya.
Baca Juga
Gibran-Teguh dan Bajo Ditetapkan Sebagai Cawali dan Cawawali di Pilwakot Solo
"Plt tidak bisa menangani krisis, Plt tidak diberikan kewenangan keuangan yang besar karena dia bukan election official. Nah, ini yang menurut saya harus menjadi basis kesadarannya," jelasnya.
Diketahui, sejumlah pihak seperti Wapres RI periode 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla, hingga NU dan Muhammadiyah, sudah menyatakan sikapnya agar pilkada diundur. Karena tingginya angka kasus positif Covid-19 dalam beberapa waktu ini. Bahkan diprediksi, akan semakin tinggi jika pilkada tetap digelar. (Knu)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Amnesti Hasto dan Tom Lembong, Fahri Hamzah: Prabowo Bagus Redam Perpecahan Jelang Kemerdekaan

Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja

Fahri Hamzah Usul Pajak Rumah Tapak Tinggi, DPR Pertanyakan Kesiapan Masyarakat Beralih ke Hunian Vertikal

DPR Ingatkan Kajian Mendalam Sebelum Kebijakan Pajak Rumah Tapak untuk Hunian Vertikal

Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M

Wamen Fahri Ingin Tanah Negara di Kota Jadi Rumah Untuk Warga, Jadi Elemen Subsidi

Fahri Hamzah Usulkan Pembentukan Bank Tanah di Kementerian PKP, Apa Tugasnya?

KPU Tindaklanjuti Putusan MK Soal PSU di 24 Pilkada, Segera Koordinasi dengan Kemendagri

Biar Patuh UU, Komisi II DPR Tawarkan Opsi Pelantikan Pilkada Non-Sengketa MK Tetap Februari

MK Sesuaikan Panel Hakim Sengketa Pilkada Karena Anwar Usman Sakit, Janji Sesuai Tenggat Waktu
