Electoral College, Penentu Kemenangan Presiden AS

Ilustrasi peta pemilihan AS. (Foto: VOA Indonesia).
MerahPutih.com - Pemilihan Presiden Amerika Serikat tinggal hitungan hari. Donald Trump dan Joe Biden bersaing memperebutkan kursi di Gedung Oval. 4 Tahun lalu, suara elektroral memenangkan Trump ke Gedung Putih, mengalahkan Hillary Chilton yang mendapatkan suara terbanyak dari masyarakat.
Presiden AS tidak dipilih secara langung oleh masyarakat, melainkan oleh lembaga yang dikenal dengan istilah electoral college atau lembaga pemilih yakni saat warga AS datang ke tempat pemungutan suara, warga memilih orang yang bakal duduk dalam electoral college.
Tugas utama anggota electoral college adalah memilih presiden dan wakil presiden. Mereka bekerja setiap empat tahun sekali, yakni beberapa pekan setelah pemungutan suara oleh masyarakat di negara bagian. Pada saat itulah mereka menjalankan tugas.
Baca Juga:
Jumlah Pemilih Awal Pilpres Amerika Capai Rekor Tertinggi
Anggota electoral college dicalonkan oleh partai politik di tingkat negara bagian. Mereka biasanya petinggi partai atau sosok yang berafiliasi dengan kandidat presiden dari partainya.
Dilansir BBC Indonesia, di tempat pemungutan suara, pemilih tidak hanya memberikan suara untuk calon presiden, tapi juga calon anggota electoral college. Di surat suara, nama mereka biasanya muncul di bawah nama kandidat presiden. Namun ada juga negara bagian yang tidak mencetak nama calon anggota electoral college.
Bagaimana cara kerja electoral college? Jumlah perwakilan setiap negara bagian dalam kelompok ini disesuaikan dengan total populasi di daerah tersebut. Total anggota electoral college total berjumlah 538 orang.
California adalah negara bagian dengan perwakilan terbanyak, yaitu 55 orang. Sementara negara bagian yang jumlah penduduknya sedikit, seperti Wyoming, Alaska, dan North Dakota, termasuk Washington DC, diwakilkan oleh minimal tiga orang.
Setiap orang dalam lembanga ini memiliki satu hak suara. Seorang kandidat presiden harus mendapatkan suara terbanyak, 270 atau lebih, untuk memenangkan pemilihan. Dan biasanya, setiap anggota electoral college akan memilih kepada calon presiden yang mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan umum di negara bagian.
Misalnya, jika seorang kandidat dari Partai Republik memenangkan 50,1% suara di Texas, dia akan mendapat seluruh suara dari anggota electoral college dari negara bagian itu, yang berjumlah 38 orang.

Hanya negara bagian Maine dan Nebraska yang membagi suara electoral college berdasarkan proporsi suara yang diterima masing-masing calon presiden. Itulah, alasan calon presiden AS bakal fokus memenangkan negara bagian yang tidak menyerahkan seluruh suara untuk kandidat yang paling banyak dipilih. Negara bagian seperti ini dikenal dengan istilah 'swing state'.
Memenangkan sebanyak mungkin suara dari setiap negara bagian bukan strategi yang biasa dilakukan di AS. Di negara yang mengklaim negara demokrasi terbesar ini, sangat mungkin kandidat menjadi yang paling populer secara nasional di kalangan pemilih, namun gagal mendapatkan 270 suara dari anggota electoral college.
Paling tidak, dua dari lima pilpres AS terakhir dimenangkan oleh kandidat yang tidak mendapat suara terbanyak dari masyarakat. Pada pilpres 2016, Donald Trump berselisih tiga juta suara di bawah pesaingnya, Hillary Clinton. Namun Trump mendapatkan suara terbanyak di electoral college.
Lalu George Bush memenangkan Pilpres AS tahun 2000. Dia mengalahkan calon dari Partai Demokrat, Al Gore. Sementara pada tahun 2000, George W Bush mendapatkan 271 suara electoral college. Padahal calon presiden dari Partai Demokrat, Al Gore, mendapat setengah juta suara lebih besar dari masyarakat ketimbang Bush.
Selain Trump dan Bush, terdapat tiga presiden AS lainnya yang memenangkan pilpres walau tidak mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan umum. Tiga presiden itu menjabat pada abad ke-19, yaitu John Quincy Adams, Rutherford B Hayes dan Benjamin Harrison.
Dari jajak pendapat, sampai akhir Oktober ini, yang dilakukan CNN, Calon Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden unggul atas petahana Donald Trump di sejumlah negara bagian yang sebelumnya menjadi wilayah kekuasaan Trump pada Pilpres AS 2016 lalu atau saat Trump mengalahkan Hillary.
Biden unggul telak pada negara bagian Michigan dan Wisconsin yang merupakan bagian dari wilayah Upper Midwest. Di Michigan, Biden memperoleh 53 persen suara, lebih tinggi dari Trump yang hanya mengumpulkan 41 persen suara.
Selanjutnya di Wisconsin, Biden memperoleh 52 persen suara dan Trump hanya memperoleh 44 persen suara. Kemudian, Biden unggul tipis di negara bagian Arizona yang yang merupakan bagian dari wilayah Southwestern. Biden memperoleh 50 persen suara, sementara Trump memperoleh 46 persen suara.
Di negara bagian North Carolina yang merupakan bagian dari wilayah Southeastern. Biden memperoleh 51 persen suara dan Trump memperoleh 45 persen.
Michigan menjadi negara bagian dengan responden terbanyak mencapai 907 orang dengan margin of error 3,8 persen. Disusul North Carolina sebanyak 901 responden dengan margin of error 4 persen, dan Wisconsin sebanyak 873 responden dengan margin of error 3,9 persen. Urutan terakhir ditempati Arizona sebanyak 907 responden dengan margin of error 4,1 persen. (ARR)
Baca Juga:
Menilik Peran Diaspora Indonesia Dalam 'Pertarungan' Joe Biden-Donald Trump
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Penembak Charlie Kirk Hadiri Pengadilan, Ditahan tanpa Jaminan dan Hadapi Hukuman Mati

Ratusan Ribu WNI di AS Belum Lapor Diri, Dubes Indroyono Ingatkan Program Deportasi Trump

Utah Siapkan Dakwaan Hukuman Mati untuk Remaja 22 Tahun Penembak Charlie Kirk

Presiden Trump Setuju Pangkas Tarif Impor Mobil Jepang dari 27,5% Jadi 15%

Penembak Charlie Kirk Tertangkap, Diserahkan sang Ayah setelah 33 Jam Buron

Penulis Bikin Komentar Pedas soal Penembakan Charlie Kirk, DC Comics Batalkan Seri Terbaru ‘Red Hood’

Penembak Charlie Kirk masih Buron, FBI Tawarkan Hadiah Rp 1,63 Miliar

NASA Larang Warga Negara China Kerja di Program Antariksa, Antisipasi Tindakan Spionase

Charlie Kirk akan Terima Anugerah Presidential Medal of Freedom dari Presiden AS Donald Trump

Penembak Charlie Kirk masih Berkeliaran, FBI Baru Temukan Senjata yang Digunakan Pelaku
