Dua Putri Keraton Yogyakarta Napak Tilas 266 Tahun Perjanjian Giyanti di Karanganyar

GKR Mangkubumi dan Bupati Juliyatmono napak tilas Perjanjian Giyanti di Kelurahan Jantiharjo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar l, Jawa Tengah, Sabtu (13/2). Foto: MP/Ismail
MerahPutih.com - Tepat tanggal 13 Februari 1755 kolonial Belanda memecah dua tanah Jawa menjadi dua kerajaan Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Keraton Kasunanan Surakarta, dalam Perjanjian Giyanti.
Peringatan 266 Tahun Perjanjian Giyanti, yang diselenggarakan di situs Perjanjian Giyanti, Dusun Kerten, Kelurahan Jantiharjo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar l, Jawa Tengah, Sabtu (13/2).
Baca Juga
8 Bulan Ditutup, Objek Wisata Keraton Surakarta Dibuka dengan Protokol Kesehatan Ketat
Kedua putri Keluarga Keraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi (putri Sulung Sultan HB X) dan Gusti Kanjeng Ratu Condrokirono (putri kedua) hadir langsug dalam napak tilas Perjanjian Giyanti.
"Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) merupakan peristiwa sejarah yang harus dilestarikan dan diketahui generasi bangsa," ujar GKR Mangkubumi.
Turut mendampingi GKR Mangkubumi, Paniradya Pati Keistimewaan Aris Eko Nugroho dan Koordinator Sekber Keistimewaan DIY Widihasto Wasana Putra. Karena untuk pertama kalinya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat bersama Paniradya Keistimewaan DIY dan Sekber Keistimewaan DIY ikut ‘nyawiji’ dalam peringatan tersebut
Napak tilas peringatan dilakukan kirab tumpeng, pembacaan geguritan, doa dan penanaman Pohon Sawo Kecik di area situs oleh GKR Mangkubumi dan Bupati Karanganyar, Juliyatmono.
Dikatakannya, dengan Perjanjian Giyanti tanah Jawa menjadi dua bagian, yakni wilayah Kerajaan Mataram Islam yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Dalam perjanjian tersebut wilayah nagari Ngayogyakarta Hadiningrat tidak besar.
"Kami menyebutnya hanya ‘sak megaring payung (tidak besar). Perlu upaya bersama untuk melestarikan sejarah ini (Perjanjian Giyanti) pada generasi muda,” kata Mangkubumi.
Ia mengatakan lokasi Perjanjian Giyanti di Karanganyar ini bisa jadi tempat belajar para generasi muda akan adanya sejarah besar adanya dua kerajaan di Jawa.
Baik pengembangan situs/tempat Perjanjian Giyanti maupun pengetahuan yang bisa menjadi rujukan para generasi muda belajar sejarah Perjanjian Giyanti. Keraton Yogyakarta bersama Paniradya Keistimewaan sedang menata Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat seperti dahulu dibangun oleh HB I.
"Kami berharap pengembangan Situs Perjanjian Giyanti selaras dengan penataan Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejarah tidak boleh dilupakan," tandasnya
Bupati Juliyatmono menambahkan pihaknya mengapresiasi upaya Keraton Yogyakarta dan Paniradya Keistimewaan akan mengembangkan tempat Perjanjian Giyanti sebagai situs budaya. Hal ini akan bersinergi dengan Pemda Karanganyar dalam hal perawatan.
"Situs ini akan dikelola kedua belah pihak menjadi tempat belajar sejarah, khususnya sejarah Perjanjian Giyanti. Bentuknya bisa seperti museum dilengkapi bukti-bukti sejarah penunjang (Perjanjian Giyanti)," tutup Juliyatmono. (Ismail/Jawa Tengah)
Baca Juga
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Peninggalan Sri Sultan HB II
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Dibiayai Dana Hibah UEA, Revitalisasi Masjid Agung Keraton Surakarta Hampir Rampung

Indonesia Lobi Inggris Pulangkan Rampasan Manuskrip Keraton Jogja Zaman Raflles

Menilik Konser Yogyakarta Royal Orchestra di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Dapat Dana Hibah Rp 14 Miliar dari UEA, Keraton Surakarta Rehab Masjid Agung dan Siti Inggil Kidul

Ini Alasan Gibran Dapat Gelar Kanjeng Pangeran Haryo dari Mangkunegara X

Kirab Budaya Tutup Peringatan Kenaikan Tahta Mangkunegoro X

Gibran Kaji Ulang Master Plan Revitalisasi Keraton Surakarta

Gibran Kumpulkan Keluarga Keraton Solo di Loji Gandrung

Gibran Sesalkan Gagalnya Mediasi Kedua Kubu Keraton Solo

Polresta Surakarta Upayakan Restorative Justice Akhiri Konflik Keraton Solo
