DPR Kritik Pejabat Negara yang Abaikan Protokol Kesehatan
Petugas kesehatan mengambil darah warga untuk diperiksa. ANTARA/HO
MerahPutih.com - Anggota Komisi IX DPR Nabil Haroen mengatakan, masih banyak orang yang tidak mengerti tentang pandemi COVID-19. Hal ini juga terjadi di elite pejabat nasional.
Bahkan, lanjut dia, masih banyak pula yang tidak paham protokol kesehatan untuk mencegah Ia tidak memungkiri masih cukup banyak pemangku kebijakan, pejabat-pejabat yang tidak mengerti COVID-19.
"Bahkan enggak mengerti protokol COVID-19," ujar Nabil dalam diskusi daring bertajuk "Sinergi Mencari Obat Covid" yang digelar Sabtu (3/10).
Baca Juga
Ia menuturkan, hal ini dirasa sangat menyedihkan. "Ini kan sedih sekali. Oleh karena itu, sebelum kita ajari masyarakat, kita ajari dulu edukatornya (pejabat)," kata dia.
Paling tidak, kata Nabil, sejumlah protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan menjauhi kerumunan harus dipahami oleh pejabat. Dengan begitu, dalam setiap tindakan mereka yang disorot publik bisa menjadi contoh yang baik selama pandemi.
"Edukasi ke masyarakat menjadi sangat penting. Tapi terlebih dulu pihak engedukasi itu harus diedukasi dulu. Pemerintah dan pemangku kebijakan betul-betul perlu diedukasi," kata Nabil.
Ia lantas mengapresiasi adanya penentuan batasan tertinggi harga tes swab mandiri COVID-19 sebesar Rp900 ribu. Ia juga mengatakan batasan harga tersebut dirasakan tidak terlalu mahal maupun tidak terlau murah.
"Menurut saya, harga Rp 900 ribu itu cukup moderat," kata Nabil.
Ia melanjutkan harga itu cukup moderat dan mungkin ada keuntungan tipis setelah dipotong biaya tenaga kesehatan dan administrasinya.
"Kira-kira untuk barang habis pakai itu Rp400 ribu sampai Rp500 ribu. Kemudian nanti biaya untuk tenaga kesehatannya. Ya untung tipis Rp100 ribu-an lah" kata Nabil.
Baca Juga
15 Syarat Hotel, Wisma dan Penginapan Dijadikan Tempat Isolasi Pasien COVID-19
Mengingat penentuan batasan harga tertinggi itu baru ditetapkan setelah beberapa bulan di masa pandemi ini, Nabil mengatakan hal itu belum terlambat. Pasalnya selama tujuh bulan pandemi COVID-19 di Indonesia, ada banyak perkembangan kondisi di lapangan seperti persediaan barang habis pakai untuk tes swab.
"Itu kan tidak sama dengan masker atau APD (alat pelindung diri). Ada kelangkaan yang terjadi," ungkap Nabil. (Knu)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID
Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa
178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat
Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis
Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025
KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19
KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI
COVID-19 Melonjak, Ini Yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin