DPR Dorong Assessment Buat Agus 'Buntung' demi Keadilan Semua Pihak

Frengky AruanFrengky Aruan - Rabu, 04 Desember 2024
DPR Dorong Assessment Buat Agus 'Buntung' demi Keadilan Semua Pihak

Gedung DPR RI. (Foto: MerahPutih.com/Dicke Prasetia)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mendorong dilakukannya assessment kejiwaan terhadap I Wayan Agus Suartama (IWAS), pria disabilitas asal Kota Mataram, NTB, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.

Hal ini, kata politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu penting dilakukan demi memastikan keadilan bagi semua pihak.

"Saya mendorong adanya hukum yang adil, meskipun tersangka menyandang status disabilitas bukan berarti hal tersebut meniadakan kasus. Apalagi penegak hukum sudah mengantongi bukti," kata Selly dalam keterangannya, Rabu (4/12).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Polisi sudah bisa melakukan penyidikan perkara hanya dengan satu alat bukti.

Pengakuan korban saja sudah dapat dijadikan sebagai alat bukti di mana dalam kasus ini sudah ada 2 alat bukti yang dikantongi Polisi, serta diperkuat dengan pemeriksaan terhadap lima orang saksi, termasuk keterangan korban.

Baca juga:

DPR Bentuk Tim untuk Awasi Kinerja Intelijen Negara

Agus 'Buntung' pun telah ditetapkan tersangka oleh Polda Nusa Tenggara Barat karena diduga melakukan pelecehan seksual kepada lebih dari satu perempuan. Kasus ini ramai diperbincangkan oleh warganet karena mereka ragu apakah seorang difabel yang tidak memiliki tangan sejak lahir bisa melakukan pelecehan seksual.

Untuk itu Selly mendukung pengusutan kasus demi keadilan, baik bagi korban dan pelaku.

Assessment psikologi atau kejiwaan diperlukan untuk memastikan kondisi tersangka, apakah ada tidaknya kecenderungan kelainan seksual meskipun yang bersangkutan difabel. Laporan adanya 13 korban juga tidak bisa diabaikan, apalagi ada beberapa yang diduga masih di bawah umur,” tuturnya.

“Penegakan hukum dan rehabilitasi ini juga sejalan dengan Pasal 3 UU TPKS huruf C. Kita serahkan kepada para pakarnya karena mereka pasti memiliki keahlian untuk menilai sehingga kebenaran akan benar-benar terungkap," sambung Selly.

Kasus ini bermula dari laporan mahasiswi MA yang melaporkan ke Polda NTB bahwa dirinya diperkosa oleh Agus. Setelah polisi melakukan penyelidikan dan bekerja sama dengan Komisi Disabilitas Derah (KDD) NTB, ternyata sudah ada laporan dari 7 korban terhadap Agus atas tuduhan yang sama.

Baca juga:

Raker Menteri PU, Menteri PKP, dan Menteri Desa PDT dengan Komisi V DPR Bahas Anggaran Tahun 2025

Bahkan ada salah satu korban masih berusia 18 tahun atau kategori di bawah umur. Rentetan peristiwa kekerasan seksual tersebut terjadi dalam kurun waktu 2022 hingga 2024.

Selly memahami concern dari masyarakat yang mempertanyakan kasus ini karena kondisi Agus sebagai penyandang disabilitas.

“Tapi pemeriksaan dilakukan berbasis fakta. Toh hak-hak yang bersangkutan juga diberikan oleh polisi dengan penerapan status tahanan rumah kepada tersangka karena kondisinya,” ungkap Legislator dari dapil Jawa Barat VIII itu.

Selly pun berharap proses hukum dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ia juga mendorong penegak hukum menggunakan pendekatan inklusif dalam kasus yang melibatkan penyandang disabilitas.

“Aparat hukum harus bekerja sama dengan ahli disabilitas dan organisasi masyarakat sipil untuk memastikan bahwa semua aspek terkait kondisi tersangka, termasuk hak-haknya, agar dapat diperhitungkan,” sebut Selly.

Ia menyatakan bahwa upaya penegakan hukum dan rehabilitasi harus didukung demi muwujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual. Selain itu, kata Selly, untuk menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual yang mana kedua hal tersebut menjadi amanat dari Pasal 3 huruf d dan e UU TPKS.

Baca juga:

MKD DPR Gelar Sidang Video Asusila Anggota DPR

“Poin C menjelaskan tentang merehabilitasi secara menyeluruh agar poin d dan e bisa terwujud ke depannya. Artinya penegakan hukum dan rehabilitasi bagi pelaku harus dilakukan demi muwujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual dan kasus kekerasan seksual tidak terulang kembali,” paparnya.

Menurut Selly, kasus kekerasan seksual bisa dilakukan oleh siapapun dan menimpa siapa saja. Maka diperlukan penanganan terukur sesuai aturan dan mekanisme yang berlaku.

"Penegakan hukum harus dilakukan seadil-adilnya dan dilakukan dengan transparan serta komprehensif sehingga kita tahu kebenaran yang sebenarnya terjadi," tegas Selly. (Pon)

#Pelecehan Seksual #NTB #DPR RI
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
DPR Desak BMKG Lakukan Pembenahan Total untuk Kirim Peringatan Dini Sampai ke Pelosok
Lasarus juga menyoroti fakta bahwa negara telah mengalokasikan anggaran yang signifikan untuk pemenuhan peralatan dan kebutuhan operasional BMKG
Angga Yudha Pratama - Rabu, 10 Desember 2025
DPR Desak BMKG Lakukan Pembenahan Total untuk Kirim Peringatan Dini Sampai ke Pelosok
Indonesia
Beri Efek Jera, DPR Minta Menhut Ungkap 12 Perusahaan Penyebab Banjir Bandang Sumatra
DPR meminta Menteri Kehutanan, Raja Juli, membuka nama 12 perusahaan yang menjadi penyebab banjir bandang di Sumatra.
Soffi Amira - Rabu, 10 Desember 2025
Beri Efek Jera, DPR Minta Menhut Ungkap 12 Perusahaan Penyebab Banjir Bandang Sumatra
Indonesia
6 RUU Dicabut, ini Daftar 64 RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas 2026
Terdapat 64 rancangan undang-undang (RUU) yang siap menjadi fokus pembahasan pada tahun legislatif mendatang. ?
Dwi Astarini - Selasa, 09 Desember 2025
6 RUU Dicabut, ini Daftar 64 RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas 2026
Indonesia
DPR Minta Riset Kebencanaan Harus 'Membumi', Kesiapsiagaan Bencana Melalui Pendidikan dan Riset
Indonesia sering disebut sebagai negara dengan istilah supermarket bencana
Angga Yudha Pratama - Selasa, 09 Desember 2025
DPR Minta Riset Kebencanaan Harus 'Membumi', Kesiapsiagaan Bencana Melalui Pendidikan dan Riset
Indonesia
DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2026: 6 RUU Jadi Fokus Legislasi
DPR RI resmi mengesahkan Prolegnas Prioritas 2026 dan perubahan kedua Prolegnas 2025–2029, termasuk enam RUU baru seperti KUHAP dan Patriot Bond.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 08 Desember 2025
DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2026: 6 RUU Jadi Fokus Legislasi
Indonesia
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Komisi IV siap memberikan dukungan politik agar persoalan ini dapat diselesaikan melalui aksi nyata
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 06 Desember 2025
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Indonesia
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
Keterlibatan masyarakat dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi juga menjadi perhatian utama
Angga Yudha Pratama - Jumat, 05 Desember 2025
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
Indonesia
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan
Slamet menekankan bahwa penyelesaian masalah kerusakan hutan tidak cukup hanya melalui regulasi dan kebijakan teknis semata
Angga Yudha Pratama - Jumat, 05 Desember 2025
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan
Indonesia
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Aqib mengusulkan agar Menteri Lingkungan Hidup dan Bapeten mengadakan rapat koordinasi khusus
Angga Yudha Pratama - Jumat, 05 Desember 2025
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Indonesia
Pemulihan Infrastruktur Dasar Jadi Penentu Keselamatan Warga Terdampak Bencana Sumatra
Upaya pemulihan ini dianggap mendesak untuk mengurangi jumlah korban
Angga Yudha Pratama - Kamis, 04 Desember 2025
Pemulihan Infrastruktur Dasar Jadi Penentu Keselamatan Warga Terdampak Bencana Sumatra
Bagikan